Sunday 23 December 2012

Kabupaten Konservasi dan Kemiskinan

Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi didefinisikan sebagai wilayah administratif yang mempunyai komitmen politik untuk menjalankan pelaksanaan pembangunan berlandaskan pemanfaatan berkelanjutan, perlindungan sistem penyanggah kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati. Dalam konteks ini, Kabupaten Kapuas Hulu secara nyata telah mengalokasikan 56 dari total luas wilayahnya sebagai kawasan lindung. Penetapan Kapuas Hulu sebagai kabupaten konservasi pada bulan Mei 2003 melalui SK Bupati Nomor 144 Tahun 2003.
Kabupaten Kapuas Hulu memiliki dua taman nasional, yaitu Danau Sentarum seluas 132.000 hektar dan Betung Kerihun dengan luas 800.000 hektar. Taman Nasional Betung Kerihun merupakan habitat hutan hujan tropis dan diyakini sebagai paru-paru dunia. Sementara Taman Nasioanl Danau Sentarum merupakan habitat ikan air tawar yang terlengkap di dunia. Melalui konveksi UNESCO, Taman Nasional Danau Sentarum telah ditetapkan sebagai kawasan lahan basah (ramsar site). Belum lagi hutan lindungnya yang terpencar-pencar disetiap kecamatan yang mencapai sekitar 900.000. Sehingga kawasan konservasi di Kapuas Hulu mencapai sekitar 2 juta hektar.
Keberadaan Taman Nasional dan hutan lindung di satu sisi merupakan suatu kebanggaan karena merupakan aset Nasional bahkan Internasional. Namun di sisi lain, mau tidak mau mengurangi ketersediaan lahan untuk budidaya. Selain itu pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di kawasan Taman Nasional dan hutan lindung, menjadi sangat terbatas. Mengingat pemanfaatan sumberdaya alam yang ada secara berlebihan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem di kawasan Taman Nasional dan hutan lindung.
Luas areal hutan yang ada merupakan pabrik raksasa pengolah sejumlah gas-gas
buangan (utamanya CO2) menjadi Oksigen (O2) yang sangat diperlukan bagi kehidupan seluruh mahluk di dunia. Oleh karena itu, Kalimantan Barat secara umum dengan luas areal hutan yang ada sering dijuluki paru-paru dunia. Rindangnnya hutan dipercaya mampu menyerap CO2 yang merupakan zat yang sangat diperlukan untuk kehidupan. Apalagi semakin pesatnya industri yang berkembang diseluruh belahan bumi, maka terjadi peningkatan jumlah gas-gas buangan, yang lebih lanjut dapat menimbulkan efek Gas Rumah Kaca(GRK). Untuk itu lah peran hutan dalam hal ini untuk mengonversinya tidak dapat tergantikan.
Meskipun diakui sebagai paru-paru dunia, namun keberpihakan pemerintah pusat dan dunia internasional terhadap daerah yang memiliki areal hutan cukup luas, belum diwujudkan dalam tindakan nyata. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya kompensasi terhadap keberadaan kawasan lindung atau konservasi yang dimiliki suatu daerah. Kompensasi dianggap penting dengan tujuan agar daerah-daerah yang memiliki kawasan lindung dan konservasi tidak mengabaikan status hukum tersebut, dengan kegiatan-kegiatan yang kontrapduktif. Karena sesungguhnya, untuk Kabupaten Kapuas Hulu, sumberdaya alam potensial justru terdapat di kawasan tersebut. Begitu pula sebagian besar masyarakat Kapuas Hulu masih menggantungkan mata pencahariannya secara langsung pada hasil-hasil alam.
Kondisi yang ada sekarang apabila terus dipertahankan, lambat laun akan mengakibatkan tekanan pada daya dukung lingkungan semakin berat. Kegiatan perambahan hutan, pertambangan rakyat, penangkapan ikan secara besar-besaran dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Apalagi  masyarakat belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mengalihkan mata pencahariannya ke arah mata pencaharian yang menetap dan lebih inovatif.
Melihat fenomena yang ada masih banyak masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu yang hidupnya dibawah garis kemiskinan. Ibaratnya ayam mati di lumbung padi, karena tidak bisa menggarap kawasan konservasi. Kondisi ini kerap dikeluhkan masyarakat dan pejabat di Kapuas Hulu. Ketaatan dan konsistensi mereka menjaga hutan kurang mendapatkan perhatian dunia. Padahal sudah selayaknya lah pemerintah dan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu diberikan intensif berupa imbal jasa lingkungan karena komitmennya menjaga hutan. Dengan tetap hijau dan rimbunnya hutan di Kapuas Hulu, bukan hanya dinikmati masyarakat lokal saja, melainkan penduduk dibelahan dunia ini. Jangan hutannya saja yang dijaga, tapi manusia disekitarnya ditelantarkan. Jangan pula sebagai kawasan paru-paru dunia, paru-paru masyarakatnya diibaratkan bolong.