Monday 16 February 2015

Hormati Hukum Indonesia !

Enam terpidana mati kasus Narkoba telah dieksekusi, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA). Eksekusinya digelar di Pulau Nusakambangan dan Markas Komando Brimob Boyolali, Jawa Tengah. Mereka adalah Namaona Dennis (Malawi), Marco Arthur Cardoso Muriera (Brasil), Daniel Inemo (Nigeria), Ang Kim Sui alias Kim Ho alias Ance Taher (Belanda), Tran Ti Bic alias Tran Din Huang (Vietnam), dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (Indonesia).
Dalam waktu dekat ini, kembali pemerintah akan mengeksekusi mati sebelas terpidana mati lainnya. Sama dengan eksekusi Jilid I, saat ini pun terpidana mati tersebut juga terdiri atas WNI dan WNA. Bedanya, eksekusi Jilid II ini bukan hanya terhadap terpidana mati Narkoba, tetapi juga pelaku pembunuhan berencana. Mereka yang akan berhadapan dengan regu tembak tersebut terdiri atas Syofial alias Iyen bin Azwar, Harun bin Ajis, dan Sargawi alias Ali bin Sanusi. Ketiganya merupakan WNI, dihukum mati atas kasus pembunuhan berencana.
Sementara yang akan dieksekusi mati karena kasus Narkoba terdiri atas Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark (Australia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem Agbaje Salami (Cordova), Rodrigo Gularte (Brazil), dan Andrew Chan (Australia). Eksekusi mati terhadap sebelas terpidana mati ini sempat tertunda, karena masih ada proses hukum yang harus dijalankan, yakni pengajuan pengampunan (grasi) Presiden RI.
Namun, ketika Presiden RI, Ir H Joko Widodo (Jokowi) menolak untuk memberikan grasi, mereka pun segera dieksekusi. Bagi orang nomor satu di Indonesia ini, tidak ada ampun bagi terpidana mati, apalagi kasus penyalahgunaan Narkotika dan obat-obat terlarang. Selain sebelas orang yang siap dieksekusi, masih terdapat beberapa terpidana mati lainnya yang menunggu ajal di tangan algojo. Nasib mereka pun hampir dapat dipastikan akan mati di tangan regu tembak.
Tindakan tegas Pemerintah RI ini pun menjadi perhatian masyarakat, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia. Negara-negara yang warganya masuk dalam daftar eksekusi mati pun melayangkan protes. Bahkan Brazil dan Belanda sudah menarik Duta Besar-nya (Dubes) dari Indonesia, lantaran protesnya tidak digubris. Terkait eksekusi Jilid II ini, Indonesia kembali diprotes negara lain. Salah satunya yang paling keras memprotes Indonesia adalah Australia. Pasalnya, dua warga negara benua kangguru itu akan mati diregu tembak. Kedua warga Australia tersebut merupakan sindikat perdagangan Narkoba antaranegara yang dikenal dengan “Bali Nine”, yaitu Myuran Sukumaran alias Mark dan Andrew Chan.
Perdana Menteri Australia, Tonny Abbott pun pernah meminta secara langsung agar kedua warga negaranya tidak dieksekusi mati. Dia pun mengaku membenci hukuman mati di Indonesia. Bahkan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengancam akan memboikot pariwisata Indonesia, dengan melarang warganya berkunjung ke Bali.
Kendati diancam pemerintah negara Kanguru, rasa-rasanya mustahil Presiden Jokowi menarik keputusannya. Ibarat sudah kepalang tanggung, eksekusi mati harus tetap dilaksanakan. Bila Jokowi melunak, maka akan lebih mencoreng nama bangsa Indonesia, karena dianggap tidak konsisten. Malahan, hubungan Indonesia dengan negara-negara yang warganya telah dieksekusi mati diprediksi akan semakin buruk.
Sebagai suatu negara, memang sudah menjadi kewajiban untuk melindungi setiap warganya. Termasuk ketika berada di negara orang lain. Sehingga protes negara lain atas ketegasan pemerintah merupakan hal yang wajar. Toh, Pemerintah Indonesia juga akan berusaha membela warganya ketika hendak dieksekusi mati di negara orang. Walaupun kita mengetahui, WNI tersebut bersalah di negara orang.
Tetapi untuk kasus warga negara Australia, ternyata keinginan Pemerintah Australia untuk menghentikan hukuman mati terhadap kasus “Bali Nine” bertolak belakang dengan keinginan mayoritas warganya sendiri.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan lembaga riset Australia, Roy Morgan, pada Kamis, 29 Januari 2015, memperlihatkan bahwa mayoritas publik Australia, menilai mereka yang divonis mati terkait perdagangan Narkotika di negara lain harus dieksekusi.
Dari 2.123 koresponden, sekitar 62 persen menganggap pemerintah Australia tidak perlu bertindak lebih banyak untuk menghentikan eksekusi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Hanya 38 persen yang berpendapat sebaliknya. Ini dapat diartikan, sebagian besar publik di Australia pun menilai tidak ada ampun bagi pengedar Narkotika.
Terlepas dari bertolakbelakangnya keinginan antara pemerintah dengan warga Australia itu, sejatinya negara lain, termasuk Australia harus bisa menghormati hukum di Indonesia. Selama kasusnya benar dan proses pengadilannya berlangsung baik, tidak ada alasan bagi negara lain untuk mengintervensi hukum Indonesia.
Tentunya, sebelum vonis dijatuhkan, Pemerintah RI telah mempersilakan negara lain untuk mendampingi warganya ketika di pengadilan. Sehingga, ketika vonis telah dijatuhkan, negara lain harus tunduk. Hormati lah hukum Indonesia. Sebab, Indonesia pun akan selalu menghormati hukum negara lain. Karena kita sadar, setiap negara memiliki hukum sendiri-sendiri.

No comments:

Post a Comment