Saturday 14 February 2015

Kelenteng Dharma Suci Lebih Tua Dari Kota Putussibau

Ketika umat Konghucu dan warga Tionghoa umumnya lagi bersiap-siap menyambut hari bahagia Tahun Baru Imlek 2566, di Putussibau tak begitu terasa meriahnya. Lihatlah Kelenteng Darma Suci di sudut komplek Pasar Merdeka, Kecamatan Putussibau Utara, itu tampak sederhana. Bangunan seluas 36 meter persegi, itulah satu-satunya rumah ibadah warga Konghucu di Putussibau. Posisinya pun sebagai bangunan 6 x 6 meter berada di deretan atau diapit ruko dan rumah warga.
Tapi jangan heran kalau Kelenteng Darma Suci di Uncak Kapuas itu usianya lebih tua dari Kota Putussibau. Kelenteng itupun berdandan seadanya jelang Imlek dan Capgome 2015. Tidak seperti di Kota Pontianak yang bersolek rapi dan indah, apalagi Kota Singkawang yang berjuluk seribu kelenteng, di Kapuas Hulu tidak gampang mencari rumah ibadah umat Konghucu.
Karena satu-satunya, tidak sulit menemukan kelenteng yang berada di pusat kota, sekitar 500 meter dari jalan raya dan Jembatan Kapuas. Seperti kelenteng pada umumnya, Kelenteng Darma Suci juga bercat merah dan memiliki altar persembahyangan. Terlihat tempat hio yang selalu penuh bekas dibakar abunya berserakan ditungku. Begitu juga warga Tionghoa setempat sembahyang dengan meletakkan buah jeruk yang tersusun rapi di piring.
Ternyata, dari penelusuran kepada para tetua Tionghoa di Putussibau, Kelenteng Dharma Suci sudah ada sejak abad ke-18 Masehi. Tanyakan kepada semua orang tua di sana, jawabannya sama, sudah ada kelenteng sebelum ibukota Kapuas Hulu terbentuk. Berarti satu abad mendahului karena Putussibau berdiri tanggal 1 Juni 1895, pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda.
She Pin, Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Kapuas Hulu pun tidak mampu menjelaskan kapan sejarah Kelenteng Darma Suci dibangun. Sama seperti tokoh-tokoh Tionghoa lainnya, ia mengatakan kelenteng tersebut sudah ada sejak abad ke-18 Masehi.
“Saya pun tidak tau pasti kapan berdirinya kelenteng itu. Ketika saya Tanya kepada orangtua saya yang usianya lebih dari 70 tahun saja tak tahu kapan kelenteng itu berdiri,” katanya, ketika ditemui di kediamannya di Jalan Lintas Utara Kecamatan Putussibau Utara, Kamis (18/2).
Menurut She Pin, semua tetua Tionghoa di Putusibau dan Kapuas Hulu yang pernah dihubunginya menjelaskan kalau kelenteng itu sudah sangat tua. Dimungkinkan rumah ibadah itu lahir bersamaan dengan kedatangan warga Tionghoa ke Kalimantan dan sebagian mereka mendirikan pemukiman di hulu Sungai Kapuas itu. Menurut cerita-cerita orangtua kami kelenteng sudah berusia ratusan tahun. Sebelum Kota Putussibau berdiri kelenteng sudah ada,” pungkasnya.
Hanya saja, Kelenteng Darma Suci sebelumnya tidak terjepit di anatara ruko seperti sekarang ini. Awalnya kelenteng dibangun di pinggiran Sungai Kapuas sebagaimana kelenteng Dewi Kwan Im di sebelah Pasar Kapuas Indah Pontianak itu. Karena abrasi yang menggerus bibir pantai membuat kelenteng ikut terkikir lantas dipindahkan lebih jauh dari bibir Sungai Kapuas.
Ternyata abrasi terus mengejar bangunan-bangunan yang berada di tepi sungai, Kelenteng Darma Suci dipindahkan lagi dengan dibangun ulang di lokasi sekarang ini. Ditempatnya sekarang ini saja, kelenteng tersebut sudah tiga kali rehab, yang semula kecil berangsur angsur besar, walaupun tidak megah. Diakui She Pin, di Kota Putussibau hanya ada kelenteng Darma Suci. Sehingga semua warga Tionghoa yang beragama Khonghucu sembahyang di kelenteng itu.
Kelenteng tua itupun berbenah walau tak semeriah Kota Singkawang dan Pontianak dalam menyambut Hari Raya Imlek dan Capgome 2566. Populasi warga Tionghoa sendiri di Kapuas Hulu, terbesar di Kota Putussibau, walaupun di setiap kecamatan selalu ada yang bermukim dan berbaur dengan masyarakat setempat. “Semua warga Tionghoa yang Konghucu di Kota Putussibau sembahyang di kelenteng ini. Kami akan gotong royong bersih-bersih, karena ibadah malam pergantian tahun akan dilangsungkan di kelenteng Dharma Suci ini,” kata She Pin.
Apa harapannya di Tahun Baru Imlek 2566 sebagai Tahun Kambing? Kata She Pin, pergantian dari tahun kuda ke tahun kambing kayu tentu ada perbedaan dan karakternya. Bila di tahun kuda banyak terjadi kekerasan di berbagai bidang seperti politik, keamanan, bahkan bisnis, maka tahun kambing lebih lunak. “Di tahun kambing kayu tidak terlalu keras seperti tahun kuda. Tidak ada kekerasan atau gejolak dunia,” pungkasnya.
Walaupun cuma ada satu kelenteng di Putussibau, tidak berarti malam pergantian tahun dibiarkan berlalu. Akan ada sembahyang warga menyambut Imlek dan meryakan tahun baru dengan sukacita. Begitupun dengan kelenteng yang ada di Bunut, Jongkong dan Silat, akan dipenuhi warga untuk berdoa bagi keselamatan menyambut tahun harapan.

1 comment: