Saturday 14 February 2015

BBM Turun, Barang Lain Juga Turun?

Masih segar dalam ingatan kita, ketika baru menjabat sebagai Presiden RI, Ir H Joko Widodo (Jokowi) langsung berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Rencana tersebut mendapat penolakan yang begitu kuat dari berbagai kelompok masyarakat. Tidak hanya mahasiwa, tetapi juga buruh, politisi, pengamat, dan lainnya. Mereka menolak, bukan tanpa alasan. Tetapi, disertai argumentasi yang logis, yang sepatutnya menjadi pertimbangan permerintahan Jokowi agar BBM subsidi jangan dulu dinaikkan. Salah satunya mengenai tren menurunnya harga minyak dunia.
Berbagai aksi penolakan, saran dan masukan dari berbagai kalangan ternyata tidak membuat pemerintahan Jokowi bergeming. Pada 17 November 2014 malam, Presiden Jokowi malah mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM subsidi. Harga premium yang sebelumnya Rp6.500 per liter, naik Rp2.000 menjadi Rp8.500 per liter. Sedangkan solar yang sebelumnya Rp5.500 per liter, naik Rp2.000 menjadi Rp7.500 per liter. Harga baru tersebut berlaku mulai 18 November 2014 pukul 00.00.
Mengetahui Jokowi tetap menaikan harga BBM subsidi, aksi penolakan pun semakin menjadi-jadi. Terutama dari kalangan mahasiwa. Bahkan aksi penolakan itu sampai menyebabkan korban tewas di Makassar. Fasilitas umum pun banyak yang rusak. Kenaikan harga BBM subsidi juga berdampak pada kebutuhan lainnya yang ikut-ikut meroket. Malah sudah naik ketika kenaikan harga BBM masih berupa wacana. Akibatnya, inflasi tidak terkendali, daya beli masyarakat pun merosot tajam.
Selang beberapa bulan, tepatnya terhitung 1 Januari 2015 lalu, Jokowi akhirnya menurunkan harga BBM Subsidi. Premium yang semula Rp 8.500 per liter turun menjadi Rp 7.600 per liter. Kemudian, solar dari Rp 7.500 per liter turun menjadi Rp 7.250 per liter. Lantaran harga minyak dunia terus merosot, Jokowi pun kembali menyesuaian harga BBM subsidi. Pada Jumat (16/1) lalu di Istana Negara, Jokowi mengumumkan harga premium yang semula Rp 8.500 per liter, akan turun menjadi Rp 6.600 per liter. Sementara solar yang semula Rp 7.250 per liter, turun menjadi Rp 6.400 per liter.
Bukan hanya BBM subsidi, Jokowi juga mengumumkan penurunan harga Elpiji ukuran 12 kilogram dan semen. Harga Elpiji 12 kilogram dari Rp 134.700 per tabung turun menjadi Rp 129.000 per tabung. Sedangkan harga semen diturunkan Rp 3.000 per zak. Penurunan harga ini dilakukan pada semen yang diproduksi oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penurunan beberapa komoditas ini mulai berlaku pada Senin (19/1) hari ini pukul 00.00. Diberinya selang waktu beberapa hari, agar pengusaha bisa segera menghabiskan stoknya, sehingga tidak merugi. Saat mengumumkan penurunan harga BBM subsdidi kali keduanya ini, Jokowi berpesan kepada pelaku bisnis agar mengikutinya dengan menurunkan harga-harga kebutuhan atau barang pokok lainnya.
Rakyat Indonesia tentu menyambut baik penurunan harga BBM subsidi ini. Namun yang jadi pertanyaan, apakah dengan turunnya BBM ini akan diikuti penurunan harga kebutuhan lainnya?. Rasa-rasanya, itu akan sulit terwujud. Kalau pun ada, tidak akan berlaku untuk semua komoditas. Apalagi terhadap produk-produk yang dihasilkan ketika BBM subsidi sedang naik. Setidaknya itulah alasan pedagang atau pengusaha.
Walaupun telah menurunkan harga BBM subsidi hingga dua kali, ternyata tidak membuat citra Jokowi membaik. Pasalnya, ini menjadi pembenaran bagi yang selama ini menolak kenaikan harga BBM subsidi. Bahkan semakin menambah kesan, bahwa saat sebelumnya Jokowi menaikan harga BBM merupakan tindakan terburu-buru. Tentu akan lain halnya, jika sebelumnya pemerintah tidak buru-buru menaikan harga BBM.
Kalau bersabar sedikit saja, tentu barang-barang tidak mahal seperti saat ini. Sebab, walaupun harga BBM sudah diturunkan, relatif tidak mengubah kondisi masyarakat. Bila turunnya harga BBM subsidi ini tidak diikuti dengan penurunan harga komoditas lain, maka akan percuma. Bahkan tidak akan mengubah keadaan. Pemerintahan Jokowi harus bekerja keras “menebus dosa” dengan menstabilkan harga-harga di pasaran seperti semula.  Apakah mungkin? Kita tunggu saja aksi pemerintahan Jokowi.

No comments:

Post a Comment