Monday 28 December 2015

"Pungutan" BBM

Sepanjang 2015, harga minyak mentah dunia terus mengalami penurunan. Bahkan penurunan ini diprediksi masih akan terjadi di tahun 2016. Walau terkesan terlambat, akhirnya Pemerintah Indonesia  memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar.
Rencana penurunan tersebut diumumkan Menteri energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Rabu (23/12/2015). Harga premium Rp7.400 per liter, turun Rp150 menjadi Rp7.150 per liter. Sedangkan solar Rp6.700 perliter, turun Rp800 menjadi Rp5.950 per liter. Harga baru itu mulai berlaku sejak 5 Januari 2016.
Menyusul anjloknya harga minyak mentah dunia saat ini, pemerintah menghitung harga keekonomian premium di level Rp6.960 per liter. Tetapi, pemerintah menambahkan biaya Rp200 dari nilai keekonomian tersebut kepada masyarakat untuk mendanai program energi terbarukan yang sedang dikembangkan. Makanya, harga premium akhirnya dipatok Rp7.150 per liter. Sementara solar nilai keekonomiannya saat ini di level Rp5.650 per liter. Namun pemerintah menambah biaya Rp300 untuk pengembangan energi baru tersebut. Sehingga harga solar menjadi Rp5.950.
"Pungutan" yang dilakukan pemerintah terhadap warganya ini nanti akan dikelola Kementerian Keuangan. Diperkirakan akan terkumpul hingga Rp16 triliun. Dana itu diprediksi akan cukup untuk membangun energi baru dan memberikan subsidi tarif listrik.
Sontak saja kebijakan pemerintah yang dianggap "nyeleneh" ini mendapatkan berbagai reaksi. Satu sisi masyarakat tentu menyambut baik wacana penurunan harga premium dan solar. Namun, di sisi lain pungutan terhadap masyarakat sebagai pengguna premium dan solar itu dinilai tidak masuk akal. Ibaratnya "pungli " (pungutan liar). Apa yang dilakukan pemerintah kepada rakyat tersebut tidak memiliki landasan hukumnya. Bahkan dinilai melanggar aturan atau Undang-Undang.
Penurunan harga minyak mentah secara global sejatinya harus dapat dinikmati rakyat Indonesia. Bukannya rakyat malah dibebani dengan biaya lain-lain. Seolah-olah pemerintah merupakan kios penjual premium dan solar eceran. Tengok saja, penjual BBM eceran pun selalu mengambil keuntungan dari harga keekonomian.
Kita tentu mendukung upaya pemerintah mencari sumber energi terbarukan. Dalam rangka ketahanan energi bangsa Indonesia. Namun, bukan berarti program pemerintah ini harus dibebankan kepada masyarakat.
Sejak kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), pemerintah telah gencar mengejar penerimaan negara dari sektor perpajakan, baik pajak maupun cukai. Sehingga saat ini rakyat sudah semakin terbebani. Sementara perekonomian dan tingkat kesejahteraan rakyat semakin merosot.
Alangkan baiknya sebelum kebijakan pungutan via BBM tersebut benar-benar diterapkan, ditinjau ulang kembali. Pasalnya, keputusan itu jelas banyak mendapatkan respon negatif. Pemerintah harus mendengarkan suara rakyat. Jangan semena-mena serta arogan. Pemerintah pun jangan setengah hati membuat kebijakan menurunkan BBM. Harga BBM diturunkan, tapi membebani rakyat dengan biaya lain.