Wednesday 24 June 2015

Penangkar Arwana: Terhalang Birokrasi, Akhirnya Kucing-kucingan

Suhaid. Kabupaten Kapuas Hulu sangat terkenal dengan ikan arwana jenis super red. Meskipun asli dari wilayah paling timur di Kalimantan Barat (Kalbar) ini, namun tidak semua daerah di Kapuas Hulu cocok dijadikan kawasan penangkaran arwana. Salah satu daerah yang sangat cocok dijadikan lokasi penangkaran ikan arwana adalah Kecamatan Suhaid. Sehingga tidak heran, mayoritas masyarakat Suhaid memiliki penangkaran ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi ini.
Suhaid merupakan salah satu kecamatan di Kapuas Hulu. Dari Putussibau—ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, menuju Suhaid memakan waktu tempuh sekitar tujuh jam perjalanan darat. Kecamatan ini dapat juga ditempuh melalui jalur sungai.
Hermansyah, 40, warga Kecamatan Suhaid yang memiliki penangkaran ikan arwana super red. Ayah tiga anak ini menjadikan penangkaran ikan super red arwana sebagai tumpuan hidupnya mencari nafkah. “Rata-rata, masyarakat di sini (Kecamatan Suhaid) ada kolam siluk (arwana), ini sudah menjadi pekerjaan dan mata pencarian kami,” kata Hermansyah di kediamannya di Suhaid, Kamis (17/6).
Potensi ikan arwana sebenarnya dapat menjadi kekayaan daerah. Hanya saja, pemerintah daerah masih kurang perhatiannya terhadap para penangkar ikan arwana. Para penangkar kurang mendapatkan penyuluhan. Begitu pula dengan sosialisasi mengenai izin kolam dan perdagangannya. Termasuk masalah chif atau sertifikat, kurang ada sosialisasi. Malah sempat terjadi saling klaim antara Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas Perikanan. “Kita bukan tidak mau membuat, tapi birokrasinya rumit dan kurang sosialisasi instansi terkait, baik Dinas Perikanan atau BKSDA,” ujarnya.
Yang lebih parah, kata Hermansyah, mereka bekerja seperti illegal, kirim ikan ke Kota Pontianak harus sembunyi-sembunyi. “Kita terpaksa menitipkan ikan ke teman yang miliki surat. Dengan begitu ada biaya pinjam surat,” jelasnya.
Hermansyah bukannya tidak mau mengurus segala surat-suratnya. Hanya saja menurutnya, birokrasinya terlalu berbelit-belit. Selain itu, biayanya pun mahal. “Pernah kawan mengurus surat, habisnya puluhan juta,” jelasnya.
Diceritakan Hermansyah, pernah ada datang petugas pajak datang. Tetapi, tidak dilayani para penangkar. “Bukan kami tidak mau, tapi belum ada timbal balik dari pemerintah. Kita mau segala surat-menyurat agar dipermudah,” tegas Hermansyah.
Walaupun super red arwana habitatnya di Kapuas Hulu, tidak semua daerah di Bumi Uncak Kapuas cocok dijadikan lokasi penangkaran. Berbeda dengan alamnya Kecamatan Suhaid, begitu sangat mendukung dilakukan penangkaran ikan mahal tersebut. “Ikan ini sensitif dalam pemilihan alam. Makanya di Kapuas Hulu tidak seluruh wilayahnya cocok untuk arwana produksi, tapi kalau hanya sekedar ikan bisa hidup banyak. Ini karena air di Suhaid lebih cocok,” jelas Hermansyah.
Diceritakan Hermansyah, ia menggeluti penangkaran ikan super red arwana sejak tahun 2004. Waktu itu modalnya masih mahal, di mana Rp3,4 juta ekor ukuran 12 centimeter. Kemudian 10 anakan ini ia beli dan dipelihara, sehingga akhirnya bisa menjadi induk. Sekarang induk yang dimiliki Hermansyah ada sekitar 200 ekor. Bahkan kolam yang semula hanya satu, bertambah menjadi tiga saat ini. “Sekarang induk arwana super red dihargai Rp15 juta, sedangkan anaknya Rp1,7 juta,” ungkapnya.
Sistem pemasaran, ia jual langsung ke Pontianak. Namun ada pula pembeli yang datang langsung ke tempatnya. Melalui pedagang-pedagang ini, ikan-ikannya melanglang buana ke seluruh Indonesia dan mancanegara. “Penangkaran ikan arwana terbesar di Kalbar memang ada di Kota Pontianak dan Kubu Raya, tapi masalah kualitas ikan masih menang kita,” ucap Hermansyah.
Hermansyah termasuk penangkar ikan arwana sukses. Dari penjualan ikan arwana, ia bisa memiliki omzet antara Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar dalam setahun. Sekali panen satu induk bisa mencapai 30-40 ekor anakan. Sementara karyawannya ada empat orang. “Untuk umpan ikan masih sangat mudah. Karena kita hanya kasih makan anak-anak ikan, yang masih banyak di Suhaid ini. Bukannya tidak mau kasih kodok. Selain mahal, ikan arwana itu hidupnya memang makan ikan-ikan kecil. Karena di alam ikan ini memang begitu,” terangnya.
Di Suhaid, sambung dia, biaya operasional penangkaran ikan arwana masih murah. Usia ikan arwana yang bisa dijual kisaran tiga bulan. Sistem panen ada tiga, yaitu panen telur, panen pertengahan dan panen tua. Semua tergantung ketahanan induknya. “Panen telur, di mana telurnya masih berbentuk kelereng atau telur. Panen pertengahan, yaitu antara 15-25 hari. Sedangkan panen tua, yaitu 40-50 hari. Pemilihan panen tergantung ketahanan induknya,” papar Hermansyah.
Sebagai habitat asli Kapuas Hulu, maka sudah sewajarnya ikan super red arwana ini segera diurus hak ciptanya oleh pemerintah daerah. Jangan sampai keduluan daerah lain, apalagi negara tetangga, Malaysia. Karena untuk Malaysia sudah memiliki hak cipta jenis arwana golden red. “Sangat lucu, Malaysia sudah mematenkan golden red, kok kita tidak mematenkan super red arwana. Padahal ini produk andalan kita, tapi tidak ditunjang. Kalau sudah dipatenkan, maka akan menambah nilai jual. Pemerintah jangan lambat mempatenkannya,” harap Hermansyah.