Saturday 14 February 2015

Kerupuk Basah, Makanan Khas Kapuas Hulu Yang Kenyal dan Gurih

Temet kata orang Putussibau dan Kapuas Hulu umumnya, tak lain adalah nama penganan berbahan baku utama ikan yang biasa disebut kerupuk basah. Inilah kuliner khas Uncak Kapuas yang direncanakan oleh Bupati Kapuas Hulu AM Nasir,SH untuk didaftarkan ke Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) alias hak paten. Keinginan itu diutarakan Nasir ketika membagikan 1.100 lungkung (batang) kerupuk basah kepada peserta festival MABM di Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, Desember tahun lalu.
Nama kerupuk basah sendiri dalam konotasi dagang memang kurang mengena dibandingkan empek-empek Palembang, atau nama keren sushi untuk ikan mentah Jepang. Sepertinya perlu nama branding yang pas di lidah enak dirasa agar ketika dipatenkan jadi beken. “Kerupuk basah aslinya bernama temet. Saya pun tidak tau sejarah terbentuknya temet ini,” tutur Sugeng, penjual kerupuk basah ‘Mari Rasa’ di Jalan Ahmad Yani, Putussibau, Jumat (16/1).
Penganan favorit ini kerap disajikan dalam perhelatan terutama menjamu tamu luar daerah. Disebut kerupuk basah bisa jadi untuk membedakannya dengan kerupuk umumnya jika digoreng renyah alias garing atau crispy. Yang namanya temet ini adalah lonjoran atau roll. Berbeda dengan garingnya empek-empek yang banyak tepungnya. Temet berbahan baku ikan dan sedikit campuran kanji atau tepung sagu agar mudah digulung. Hanya saja, karena ikannya lebih banyak sehingga selalu terasa basah walau digoreng sekalipun. Dan rasanya itu tadi, dominan ikan.
Itulah keunggulan cita rasa kerupuk basah dibandingkan empek-empek yang sudah punya nama dan masuk dalam khazanah atau menu nasional. Kalau empek-empek dibuat dari ikan laut dan sungai, kerupuk basah benar-benar murni ikan air tawar dari perairan danau dan sungai di Kapuas Hulu. Alhasil, nama temet hanya dikenal lokal Kapuas Hulu. Masyarakat Kalbar lebih suka menyebutnya kerupuk basah.
Ikan yang melimpah di sungai dan danau Kapuas Hulu harus diolah jadi berbagai kuliner. Produknya beragam terutama diolah jadi kerupuk kering, disalai, diasinkan, dan kerupuk basah mulai popular di Kalbar dan Jawa. “Boleh dibilang tidak lengkap datang ke Kapuas Hulu bila belum mencicipi kerupuk basah,” kata Sugeng yang ayahnya orang Jawa dan ibu asli Putussibau.
Karena itu lelaki berusia 32 tahun itu memutuskan untuk memproduksi kerupuk basah. Sebenarnya antara kerupuk kering dan basah dibedakan antara dijemur dan tidak. Beda lainnya, yang kering diiris tipis lalu dijemur, yang basah dibiarkan lonjoran tanpa ditaruh di bawah terik matahari, Tentu, lebih banyak ikan ketimbang kanjinya. “Kalau membuat kerupuk kering perlu lahan luas untuk menjemurnya. Saran istri saya sebaiknya memproduksi kerupuk basah,” kata Sugeng.
Produksi Mari Rasa yang dulunya hanya segelintir untuk pasar lokal, kini sudah melanglang ke nusantara yang penduduknya juga pelahap ikan. Temet buatan Sugeng jadi oleh-oleh khas. “Kadang ada yang beli untuk oleh-oleh ke Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan lain-lain. Tetapi, seringnya untuk oleh-oleh dibawa ke daerah lain di Kalbar,” ungkap Sugeng, usai melayani pembeli yang datang silih berganti.
Sugeng bisa menjual kerupuk basahnya 100 lungkung per hari langsung dari kiosnya, selain pesanan khusus minta dibuatkan jauh-jauh hari. Banyak pula yang menjualnya lagi ke konsumen sebagai pengecer. Atau konsumen langsung disajikan kerupuk yang disajikan dalam keadaan hangat. Bila dibawa jauh, temet Sugeng bisa dibekukan di freezer box atau disimpan di lemari es di rumah.
“Bila ingin tahan lama dalam kondisi kering dilumuri tepung. Sesampai ke tujuan langsung dicuci air biasa dan dikukus. Pelanggan saya sering beli kerupuk basah untuk dikirim ke Jogja dengan JNE. Walaupun empat hari masih tetap baik,” terang Sugeng yang menghargai kerupuknya Rp10 ribu per lungkung

Toman Pengganti Belidak

Tidak begitu sulit membuat temet. Aslinya bahan bakunya ikan belidak. Tapi jenis ikan purbakala itu kian langka dan sulit diperoleh serta mahal. Penggantinya adalah ikan toman yang tak kalah enak dan masih banyak di Kapuas Hulu. Untuk 5 kg daging ikan toman bersih tanpa tulang lagi, digiling campur 1 kg kanji. Bumbunya antara lain bawang putih, merica, garam dan diaduk dalam tepung bersama sedikit air hingga kental untuk bisa digulung. Kemudian lonjoran dimasukkan dalam air mendidih hingga kenyal.
“Ada juga yang dikasih lemak di tengahnya atau di sebar semua tergantung selera. Kita juga ada pakai lemak ikan toman sehingga rasa alami saja, tidak ingin mencampurnya dengan lemak ikan lain,” jelas Sugeng.
Kerupuk basah nikmat bila dicocol saus atau sambalnya yang khas. Yakni cabe rawit atau cabe kering, kacang tanah tanpa kulit digoreng ditumbuk halus. Campurkan air panas secukupnya, jangan kental atau terlalu cair, tambahkan garam, gula dan penyedap rasa secukupnya. Sambal bisa juga ditumis, agar tidak mudah basi. Bedanya dengan empek-empek, walaupun pengolahannya sama tapi ditambah telur. Sausnya juga berbahan cuka, gula merah, asam jawa.
Sugeng kini memproduksi 50 kg kerupuk basah sehari dibantu istri dan empat karyawan yang masing-masing diupah Rp100 ribu per hari. Kini produknya tiap hari dipasarkan ke Sintang, Melawi, Sekadau ataupun Pontianak selain Putussibau sendiri. Pesanan telepon juga dating tiap hari dari berbagai kota. Dan yang menarik, temet Sugeng tanpa bahan pengawet ataupun zat pewarna dan terdaftar di Dinas Kesehatan Kapuas Hulu.
“Selama ini kita juga dibina Inkubator BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang bekerjasama dengan Dinas Perindustian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kapuas Hulu. Mereka sering ke sini untuk pembinaan, inovasi, packing, pembukuan, dan sebagainya,” papar Sugeng

No comments:

Post a Comment