Tuesday 24 September 2013

Pengedar dan Pemakai Sabu Dibekuk

Putussibau. Jajaran Satuan Narkoba Polres Kapuas Hulu mengamankan Norman, 28, Putra, 24, Fudji, 21, Edul, 29, Dion,34 dan Jack, 35, lantaran terkait kasus sabu. Selain enam orang tersebut, petugas berhasil mengamankan sembilan paket sabu, satu bong alat hisap sabu, pipet, sendok sabu, dua korek api gas, dan empat ponsel.
Penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat. Berdasarkan laporan tersebut Kapolres memerintahkan Kasat Narkoba untuk melakukan penyelidikan.  “Kemudian saya memerintahkan anggota untuk melakukan penyelidikan. Dan akhirnya, keenam pelaku tersebut ditangkap ditempat yang berbeda-beda,” ujar Kapolres Kapuas Hulu AKBP Mahyudi Nazriansyah SIK, melalui Kasat Narkoba AKP Abdullah Syam, Minggu (22/9) di Mako Sat Narkoba..
Diceritakan Abdullah Syam, awalnya mereka membekuk Norman di Kafe Emy Desa Seneban Kecamatan Seberuang, Jumat (20/9) sekitar pukul 18.00. Pegawai kontrak operator PLN Tepuai Kecamatan Hulu Gurung ini tertangkap tangan saat sedang bertransaksi dengan anggota yang sedang menyamar. Norman tidak bisa berkutik lagi, saat petugas menemukan tiga paket sabu di saku celananya.
Berdasarkan “nyanyian” Norman, barang haram tersebut ia dapat dari Putra. Berbekal pengakuan Norman, petugas pun melakukan penyelidikan dan pengejaran terhadap Putra, warga Tepuai. Alhasil Putra dapat dibekuk pada malam itu juga sekitar pukul 21.00. Pengangguran ini dibekuk saat sedang berjalan di depan rumah makan dan petugas berhasil menemukan empat paket sabu dari saku celana Putra.
Kedua pengedar narkoba ini kemudian dibawa ke Polsek Bunut Hulu untuk diintrogasi dan pemeriksaan. Namun belum lagi selesai mengintrogasi kedua tersangka, polisi kembali mendapat telepon dari masyarakat tentang adanya penyalahgunaan narkoba di Tepuai.  Sekitar pukul 22.00, petugas berhasil menangkap Fudji saat menjaga konter HP. Fudji akhirnya digelandang petugas, karena kedapatan menyembunyikan dua sabu di saku celananya. “Menurut Fudji, sabu tersebut hanya untuk pakai sendiri yang dibeli dari Erwin, warga Beting – Pontianak, dan dikirim melalui jasa taksi,” kata Abdullah Syam.
Sementara Putra setelah diintrogasi mengaku sabu ia peroleh dari Edul, seorang sopir ekspedisi. Pada malam itu juga, sekitar pukul 00.00 petugas menyambangi rumah Edul. Saat penggeledahan petugas tidak berhasil menemukan barang bukti, namun Edul mengakui telah menyerahkan satu paket besar sabu kepada Putra. Kemudian oleh Putra, sabu tersebut dipecah menjadi 10 paket kecil, yang dijual seharga Rp 250 ribu per paket. “Kemudian ada lagi pengakuan Putra bahwa pada malam Kamis sebelumnya pernah nyabu bersama Dion dan Jack di jembatan Tepuai,” tutur Kasat.
Guna penyelidikan lebih lanjut, Dion dan Jack pada Sabtu (21/9) pagi diamankan dari rumahnya masing-masing di Tepuai. Akhirnya keenam yang tersangkut kasus sabu ini pun digelandang ke Mako Sat. Narkoba di Putussibau guna pemeriksaan. Bahkan Minggu (22/9) pagi terhadap enam orang ini, petugas sudah dilakukan tes urine di RSUD dr Achmad Diponegoro. “Hasil tes urine, keenamnya positif mengandung meta amphetamine atau narkoba golongan satu. Sehingga mereka dinyatakan positif telah mengkonsumsi sabu,” jelas Abdullah Syam.
Beratnya penyelidikan lantaran jarak tempuh yang jauh tidak menghalangi Sat Narkoba untuk mengungkap penyalahgunaan narkoba ini. Bahkan Kasat mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah member informasi kepada mereka. “Berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara kita, Norman, Putra, Fudji, dan  Edul dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu memiliki pasal 112, mengedarkan 114, dan melakukan pemupakatan untuk melakukan pengedaran narkoba pasal 132, dimana ancamannya antara 5 – 18 tahun penjara. Sedangkan Dion dan Jack dapat dijerat dengan pasal 127 selaku pengguna dan dapat diancam 2 – 8 tahun penjara,” tegas Kasat.
Kasus ini akan terus dikembangkan. Sementara terkait pengakuan Fudji sabu yang diperoleh dari Erwin, pihaknya akan berkoordinasi dengan Sat Narkoba Polresta Pontianak.  “Kita pun menghimbau kepada rekan-rekan taksi maupun ekspedisi agar selektif menerima paket kiriman orang. Karena dikhawatirkan paket yang dikirim adalah narkoba. Tidak ada salahnya, paket kiriman tersebut terlebih dahulu ditanyakan dan bila perlu dibuka lagi di depan pengirimnya. Karena kalau itu terjadi, sopir bisa saja terkena kasus lantaran dianggap telah melakukan pemupakatan berbuat jahat,” imbau kasat. 

Gedung DPRD Kapuas Hulu Dikuasai Pemberontak

*Yonif 644/WLS Bebaskan Sandera
Putussibau. Gedung DPRD Kapuas Hulu dikuasai para pemberontak. Kelompok bersenjata yang ingin merebut pemerintahan yang sah ini bahkan menyandera orang-orang didalamnya. Tapi berkat kesigapan pasukan Bataliyon Infantri (Yonif) 644/Walet Sakti, para pemberontak dapat ditumpas dan sandera berhasil dibebaskan.
Danyon 644/WLS, Letkol Inf Vivin Alivianto mendapat perintah langsung dari Danbrigif. Pasalnya gedung DPRD Kapuas Hulu dan daerah pemukimannya dikuasai para kelompok yang berbeda ideologi atau ingin memrebut pemerintahan RI yang sah. Perintah tersebut ditindaklanjuti Danyon 644/WLS dengan menerjunkan pasukannya. Sebanyak 164 prajurit diterjunkan, namun yang melakukan penyergapan langsung kedalam gedung berjumlah 30 orang yang dibagi dalam enam stik.
Pasukan Yonif 644/WLS dengan cepat melaksanakan tugas pembebasan sandera. Satu persatu kelompok pemberontak bersenjata dapat dilumpuhkan dan ditembak mati. Begitu pula para sandera yang berada ditiap ruang dapat diselamatkan.
Peristiwa diatas, bukan lah kejadian sungguh-sungguhan. Ini hanya skenario simulasi yang digelar Yonif 644/WLS, Sabtu (21/9) pagi. Simulasi ini digelar guna memelihara dan meningkatkan kemampuan prajurit Yonif 644/WLS. Apalagi Kabupaten Kapuas Hulu merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. "Tidak menutup kemungkinan objek-objek vital seperti gedung DPRD, kantor Bupati dan lainnya menjadi target pemberontak untuk dikuasai," ujar Danyon 644/WLS Letkol Inf Vivin Alivianto, usai simulasi.
Tak hanya objek-objek vital, para pejabat pun tidak menutup kemungkinan perlu diamankan dari sandera kelompok pemberontak. Apa bila itu terjadi, maka perlu taktik dan teknik khusus dalam penyelamatan. "Sebelum simulasi ini, mereka latihan sekitar seminggu lamanya, mulai di asrama, di Nanga Kalis dan prakteknya disini. Selama ini mereka belum pernah latihan menggunakan gedung sesungguhnya," jelas Danyon.
Selama Vivin menjabat Danyon 644/WLS, ia berjanji akan terus meningkatkan pelatihan seperti ini. Tujuannya memelihara dan meningkatkan kemampuan prajurit. "Kita akan menguasai objek-objek vital. Bila perlu pendopo bupati kita kuasai, dalam artian kalau terjadi sesuatu hal, kita tahu akan melakukan apa, apakah melalui sungai atau heli," tutup Danyon.

Saturday 21 September 2013

Luas Hutan Kapuas Paling Besar di Indonesia

Putussibau. Kapuas Hulu merupakan salah satu kabupaten yang memiliki persentase luas hutan paling besar di Indonesia. Berdasarkan SK 256/MENHUT Tahun 2000 tentang penunjukan kawasan bahwa ada 80,96 persen atau sekitar 2,5 juta hektar Kapuas Hulu ditetapkan sebagai kawasan hutan.
Diantara 2,5 juta hektar ini ada 1,74 juta hektar atau 56,13 persen dari luas Kapuas Hulu merupakan kawasan konservasi. Hanya 19,04 atau 589.470 hektar sisanya yang bukan kawasan hutan atau APL. "Dengan luas kawasan hutan yang sedemikian besar, maka perlu perhatian serius dari kita semua dalam rangka pengelolaan hutan yang lebih baik di Kapuas Hulu," ujar Wakil Bupati Kapuas Hulu, Agus Mulyana SH MH, saat Pengukuhan Pengurus IKAHUT-UNTAN Kapuas Hulu, Rabu (18/9) di Aula Kantor Bupati.
Menurut Wabup, kondisi hutan nasional dewasa ini telah menjadi keprihatinan banyak pihak didalam negeri maupun masyarakat Internasional. Karena kebijakan dan praktek pengelolaan hutan kurang berkembang bersama dengan pemahaman terhadap nilai sejati hutan itu sendiri. Selama berpuluh-puluh tahun, hutan dinilai terutama demi kayunya, komoditas lain, dan sebagai wilayah baru bagi lahan produksi pangan, pemukiman, termasuk kandungan mineral yang dihasilkan dibawahnya. "Hal ini telah menyebabkan laju kerusakan hutan telah mencapai tahap keprihatinan bagi kita khusunya selama tiga dasawarsa terakhir. Bahkan kalau terus menerus demikian, diprediksi dalam kurun 20 tahun kedepan, hutan di Indonesia akan habis," kata Agus.
Menurut Wabup, patut disyukuri Kapuas Hulu hanya sedikit dari kabupaten yang memiliki hutan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Hutannya relatif masih asri dan alami, karena masih terjaga dengan baik. Sehingga hutan Kapuas Hulu menarik perhatian masyarakat dan dunia, baik dari NGo Internasional dan pemerintah luar negeri.
Sebagaimana diamanatkan dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, dikatakan Agus, jelas disebutkan pembagian urusan pemerintah dibidang kehutanan sebagian besar masih menjadi urusan atau kebijakan pemerintah pusat. Kondisi ini menurut Wabup sangat mempengaruhi kebijakan yang diambil dan dibuat oleh pemerintah kabupaten dalam pengelolaan hutan di daerah. Dalam berbagai forum dan pertemuan membahas kehutanan antara pemerintah pusat dan daerah, selalu menjadi bahan diskusi hangat terkait dengan kewenangan ini. Sehingga dalam prakteknya dibeberapa daerah otonomi lainnya, masih ditemukan kebijakan yang diambil oleh pimpinan tidak sejalan dengan aturan tentang kewenangan yang diberikan. "Sehingga kita masih mendengar ada pimpinan daerah yang harus bermasalah karena kebijakan, khususnya dibidang kehutanan. Banyak daerah yang mengkritisi bahwa kewenangan bidang kehutanan sering tidak sejalan dengan otonomi daerah dan terkesan masih sentralistik. Ibarat kepala dilepas, tetapi ekor dipegang. Hal ini tentu berimplikasi kepada tidak optimalnya pengelolaan hutan didaerah," terangnya.
Padahal di era globalisasi, lanjut Wabup, paradigma dan konsep pengelolaan hutan telah berkembang menjadi sangat kompleks. Ketika luas dan potensi hutan makin menurun, kebutuhan sumberdaya hutan makin meningkat. Masalah sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat seperti pengakuan hak-hak adat, pembagian distribusi manfaat hutan makin merebak, serta parameter pengelolaan hutan lestari berkembang dalam perspektif multidimensi. Manjemen hutan lestari atau Sustainable Forest Management (SFM) harus mampu mengakomodir tiga macam fungsi kelestarian, yaitu kelestarian fungsi produksi, kelestarian fungsi lingungan dan kelestarian fungsi sosial, ekonomi budaya bagi masyarakat setempat. "Paradigma pengelolaan hutan yang sentralistik dan kurang mengakomidir aspirasi masyarakat akan sering menimbulkan polemik yang justru menjadikan pemerintah daerah ditempatkan dalam posisi yang sulit. Karena dilain pihak itu bukan menjadi kewenangan pemerintah daerah, tetapi daerah dihadapkan dengan masyarakatnya sendiri," paparnya.
Beberapa waktu lalu, sambung Agus, kelompok masyarakat yang diwakili oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan dua kesatuan masyarakat hukum adat telah melakukan uji materil terhadap UU Nomor 41/1999 tentang status hutan adat. Fakta ini menunjukkan bahwa marjinalisasi masyarakat, baik dalam hal kewenangan, partisipasi dan distribusi manfaat pengelolaan hutan justru menjadi salah satu sebab timbulnya krisis kehutanan. "Karena itu sangat diperlukan perubahan paradigma pembangunan kehutanan yang lebih menitikberatkan pada sistem pengelolaan hutan yang berbasis pada masyarakat dan ekosistem," ulas Wabup.