Monday 24 November 2014

Problem Bangsa Indonesia

Sebelum menjadi negara berdaulat, Indonesia berada dalam cengkeraman tangan penjajah hingga ratusan tahun. Saat itu, rakyat Indonesia terasa hidup dalam kegelapan. Kekayaan bangsa banyak terkuras diambil untuk membiayai dan menghidupi negara kolonial. Saat itu, rakyat Indonesia menjadi budak di negeri sendiri. Atas dasar itulah, muncul perlawanan dari rakyat Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan. Akhirnya perjuangan rakyat Indonesia tidak sia-sia, yang menghantarkan kemerdekaanya tepat pada 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan tersebut sangat manis dirasakan segenap rakyat Indonesia, walaupun harta, darah dan bahkan nyawa banyak menjadi korban untuk meraih cita-cita bersama tersebut. Setelah berhasil memproklamirkan kemerdekaannya, proses pembentukan negara Indonesia tidak berjalan dengan mudah. Penjajah masih terus ingin menduduki Nusantara yang telah berdaulat. Namun dengan kegigihan rakyatnya, kemerdekaan dapat dipertahankan.
Begitu pula dengan konstitusi negara Republik Indonesia telah beberapa kali mengalami pergantian, baik nama maupun substansi materi yang dikandungnya. Semula berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hanya berlakunya sejak 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949. Sebab, dari tanggal 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950, konstitusi negara kita beralih ke Republik Indonesia Serikat (RIS). Kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Republik Indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959. Hingga akhirnya kembali lagi ke UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa berlakunya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga sekarang.
Sebagai negara yang lahir pada 69 tahun silam, Indonesia terbilang masih muda, bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang telah lama merdeka. Bahkan sangat jauh bila dibandingkan Amerika Serikat yang merdeka di tahun 1776 atau negara-negara lain seperti di Benua Eropa.
Selama merdeka, Indonesia yang berbentuk negara kesatuan ini banyak didera persoalan. Bahkan persoalan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini semakin menjadi-jadi. Tidak menutup kemungkinan bangsa ini akan semakin terpuruk, bila tidak diatasi.
Dalam perjalanan bangsa Indonesia, kita mengenal istilah Orde Lama (Orla), Orde Baru (Orba), dan sekarang disebut masa Reformasi. Zaman reformasi ini sebelumnya dianggap akan menjadi lebih baik dibandingkan saat Orla dan Orba. Bahkan era reformasi ini diharapkan menjadi angin surga bagi kemajuan bangsa Indonesia. Namun, harapan tersebut terasa sirna bila kita menyaksikan kejadian-kejadian di tanah air ini. Sebab, bangsa ini kian mengalami degradasi moral. Baik yang dipertontonkan para pemuda, pejabat, politisi serta aparat penegak hukum dan aparat keamanannya.
Kenakalan remaja di Indonesia kian menjadi-jadi hingga banyak yang terlibat kriminalitas. Belum lagi merajalelanya kasus korupsi yang melibatkan eksekutif, legislatif dan bahkan yudikatif. Beberapa banyak uang rakyat habis dimakan para koruptor. Begitu pula demo-demo anarkis, tawuran antarpelajar, termasuk pertikaian antarkampung, suku dan agama sudah beberapakali mewarnai perjalanan bangsa ini. Sementara negara kita masih berkutat dengan tingginya angka kriminalitas, Narkoba, dan lain sebagainya. Padahal ini musuh negara yang semestinya diberantas secara bersama-sama oleh anak bangsa.
Tidak hanya itu, aparat keamanan yang diharapkan sebagai garda terdepan menjaga Kamtibmas malah membuat ulah. Seperti yang diperlihatkan antara TNI dan Polri yang kerap bentrok. Kedua institusi ini tidak segan-segan menggunakan senjata api ketika bertikai. Bahkan beberapa waktu lalu bentrokan TNI dan Brimob di Batam – Kepulauan Riau mengakibatkan korban. Seorang anggota TNI meninggal dan seorang warga luka akibat terkena tembakan.
Sudah begitu parahkah Indonesia ini? Mengapa persoalan yang berkaitan dengan degradasi moral selalu menghantui bangsa Indonesia? Siapa yang harus disalahkan dari keadaan ini semua? Berbagai pertanyaan ini, setidaknya menjadi renungan kita semua.
Mengacu data yang dirilis The Fund for Peace (FFP), dari 178 negara, Indonesia ditempatkan pada urutan ke-63 sebagai negara yang gagal. Data ini dirilis FFP dalam situs resminya www.fundforpeace.org, Senin (18/6/2012) lalu. Indeks Negara Gagal ini adalah edisi delapan tahunan yang menyoroti tekanan politik, ekonomi, dan sosial global yang dialami negara. Peringkat 178 negara gagal ini diurutkan berdasarkan 12 indikator, dan lebih dari 100 sub indikator, termasuk isu-isu seperti pembangunan tidak merata, legitimasi negara, dan HAM.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia kalah dari Thailand, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Namun, Indonesia unggul ketimbang Myanmar, Timor Leste, Kamboja, Laos, dan Filipina. Bila persoalan-persoalan bangsa tidak segera terselesaikan, maka bukan mustahil bangsa Indonesia semakin terpuruk, sebagai Negara Paling Gagal.
Indonesia sebenarnya bangsa yang besar. Ini karena kekayaan alamnya sangat melimpah. Begitu pula dengan Sumber Daya Manusianya (SDM) sebenarnya banyak dan tidak sedikit yang mumpuni. Bila dikelola dengan baik dan benar, pastinya Indonesia akan lebih sejahtera. Tidak seperti sekarang ini banyak masyarakat kita yang hidupnya melarat.
Begitu pula dengan degradasi moral yang dihadapi anak bangsa harus bisa diperbaiki. Penegakan hukum mesti benar-benar diterapkan. Siapa pun dia, apa bila melanggar hukum mesti diproses. Sebab, semua sama dihadapan hukum.

No comments:

Post a Comment