Thursday 20 November 2014

Pelaku Penyebab Betang Uluk Palin Terbakar, Selamanya Diusir dari Kampung

Putussibau. Pak Gunung, 50, dikenakan hukum adat selamanya diusir dari Desa Sungai Uluk Palin, Kecamatan Putussibau Utara. Sebab, gara-gara kelalaiannya, cagar budaya nasional berupa rumah betang panjang uluk palin yang merupakan tertua, terpanjang dan tertinggi di Indonesia ludes terbakar pada Sabtu (13/9) sekitar pukul 23.00 lalu.
Selain diusir, seluruh harta Gunung disita masyarakat Betang Panjang Uluk Palin. Bahkan keluarga Gunung pun diusir, selama 10 tahun tidak boleh ke Desa Uluk Palin.
Tidak sampai di situ, Gunung juga dihukum adat berupa satu kaletau (perhitungan adat sesuai harga emas) ditambah satu ekor babi. Kalau diestimasi ke uang, adat tersebut berjumlah Rp 2,4 juta. Nominal tersebut harus dibayarkan pada masing-masing bilik betang yang terbakar. Dimana di Betang Panjang Sungai Uluk Palin yang terbakar tersebut ada 57 bilik. "Sebelumnya pada 10 November lalu sudah ada sidang adat. Keputusan ini diambil dan disaksikan juga oleh Tumenggung Dali Tambaloh Labian, Martinus, Sibau, Apalin dan pengurus Dewan Adat Dayak Kapuas Hulu," terangnya Edi BS, Kepala Desa (Kades) Sungai Uluk Palin, saat menghadiri sidang perdana Gunung di Pengadilan Negeri Putussibau, Selasa (18/11).
Menurut Edi, sanksi ini merupakan keputusan masyarakat yang memang pemberlakuannya sudah dari dulu. Bahkan menurutnya, sebenarnya sanksi ini masih terbilang ringan.  "Hukum adat ini masih ringan. Kalau ikut yang zaman dulu, orang yang membakar rumah orang lain bisa dihukum bunuh, dirajam atau jadi budak selamanya," jelas Edi.
Sidang kasus terbakarnya betang uluk palin ini dihadiri puluhan warga betang dan warga desa Uluk Palin. Kedatangan mereka ini ada yang menjadi saksi, namun ada pula yang sekedar menonton proses sidang terhadap Gunung. "Ada 11 orang dari Desa Uluk Palin yang diminta jadi saksi, yang lain mengikuti proses persidangan. Mereka hanya ingin lihat keadilan," ungkapnya.
Edi menegaskan, kedatangan warga betang dan desa uluk palin ke pengadilan bukan untuk menghakimi Gunung. Mereka mempercayakan sepenuhnya proses terhadap pelaku yang menyebabkan kebakaran situs bersejarah tersebut pada hukum negara yang berlaku. "Kami tidak terlalu ngotot. Karena hukum adat pun sudah dijatuhkan kepada si pelaku (Gunung). Selanjutnya, tinggal proses peradilan berjalan saja sesuai aturan. Memang, sebagian warga maunya si pelaku di hukum seumur hidup, tapi kalau pun vonisnya bebas atau lainnya kami tetap terima," pungkas Edi.
Sementara itu, Ketua Pengadilan Negeri Putussibau, Achmad Rasyid SH MHum menambahkan, proses adat boleh saja dilakukan, hanya saja permasalahan yang sudah sampai kepengadilan tetap harus diputus. Sebab proses hukum adat tidak bisa menghentikan hukum negara. "Hukuman melalui sidang adat bukan berarti menghapus kesalahan. Adanya hal itu hanya bisa menjadi unsur meringankan dalam putusan persidangan," jelasnya.
Untuk proses sidang terhadap Gunung, lanjutnya, baru masuk tahap pembacaan dakwaan. Melalui tahapan tersebut akan dilihat keterangan saksi yang jaksa hadirkan. "Kasus ini merupakan perkara pidana ke 57 yang merupakan perkara terakhir di November ini. Untuk perkara ini proses pengadilan akan ditangani Ketua Majelis, Abdul Rayid dan Hakim Anggota, Anwar dan Fredi,” kata Rasyid.
Ia pun memaparkan, dalam persidangan ada beberapa tahapan. Mulai dari pembacaan dakwaan, tanggapan dari yang didakwa. Bila yang di dakwa ada keberatan maka sidang diundur. Setelah itu, tinggal mendengar saksi dan tuntutan, lalu pembelaan terdakwa kemudian pemberian putusan. "Untuk kasus dengan tuntutan dibawah 9 tahun harus sudah putus dalam 3 bulan, kalau yang tuntutannya di atas 9 tahun bisa diperpanjang masa persidangannya dari Pengadilan Tinggi," pungkas Rasyid.
Seperti diberitakan sebelumnya, betang uluk palin terjadi sekitar pukul 23.00 pada Sabtu (13/9). Berdasarkan informasi, asal api muncul dari bilik milik Pak Gunung yang berada di tengah rumah betang. Saat itu, pemilik bilik sedang melakukan pengasapan atau menyalai daging di atas pembakaran. Ketika sedang mengasapi daging, ternyata Pak Gunung tertidur. Bahkan ia tidak menyadari, pengasapan yang dilakukannya mengakibatkan kebakaran. Diduga lemak dari daging yang diasapinya itu menetes di lantai, sehingga mengakibatkan terjadi kebakaran.
Saat terjadi kebakaran, Pak Gunung yang berusia sekitar 50 tahun itu pun dibangunkan saat sedang tertidur. Ketika itu api sudah besar dan dengan cepat merembet ke bilik-bilik lainnya. Tidak menunggu lama, api menghanguskan seluruh rumah betang yang terbuat dari kayu tersebut. Akibatnya, penghuni betang tidak mampu menyelamatkan harta bendanya. Sekitar satu jam, seluruh rumah betang terbakar.
Penghuni betang tidak mampu lagi menyelamatkan harta bendanya. Bahkan barang-barang pusaka peninggalan leluhur yang selama ini tersimpan di betang ikut ludes. Seperti gong, tawak, bedil, pedang, keris, mandau dan lain-lain.

No comments:

Post a Comment