Thursday 18 September 2014

Ratusan Masyarakat Dayak Iban Demo Kejari Putussibau

*Gelar Ritual Sembelih Babi, Menyumpah Kejati Kalbar
Putussibau. Ratusan masyarakat Suku Dayak Iban demo ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Putussibau, Rabu (17/9) sekitar pukul 09.00. Aksi mereka ini karena tidak terima atas pernyataan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar yang menyatakan kalau lahan Kantor Bupati Kapuas Hulu baru disebut tanah milik negara.
Demontrasi masyarakat suku Dayak Iban ini merupakan kedua kalinya. Sebelumnya, pada Senin (8/9) lalu masyarakat Dayak Iban pun pernah berdemo ke Kejari Putussibau dengan alasan yang sama. Dengan berikat kepala warna merah, sekitar 300 masyarakat Dayak Iban mendatangi Kejari Putussibau menggunakan dua truk dan puluhan sepeda motor. Layaknya hendak berperang, beberapa diantara massa ada yang melengkapi dirinya dengan senjata tajam berupa mandau, samurai, parang dan tombak.
Pada aksi yang keduanya kalinya tersebut, kembali masyarakat yang terdiri dari orang tua dan anak muda ini membawa babi untuk disembelih di halaman Kantor Kejari Putussibau. Namun, ritual sembelih babi kali ini dilengkapi sesajian. Secara bergantian, Patih dan tertua adat membacakan mantra atau jampi-jampi. Mantra atau jampi ini berisikan sumpah-sumpah kepada Kejati Kalbar. Bila penegakan hukumnya tidak benar, maka yang melakukannya akan termakan oleh sumpah hingga tujuh keturunan.
Pada aksi yang kedua ini, para pendemo lebih agresif. Bila pada demo pertama, mereka hanya melakukan di halaman, tapi kali ini mereka berorasi hingga pintu masuk Kantor Kejari Putussibau. Bahkan babi yang disembelih, mereka letakkan di depan pintu masuk Kantor Kejari Putussibau.
Aksi masyarakat Dayak Iban ini buntut dari kasus lahan Kantor Bupati yang baru dibangun di Kecamatan Putussibau Utara. Pada kasus yang tengah ditangani Kejati Kalbar ini menetapkan tiga orang tersangka dan telah ditahan di Pontianak. Pihak Kejati semula menilai lahan yang digunakan untuk membangun Kantor Bupati baru milik negara, sehingga seharusnya tidak ada ganti rugi. Setidaknya, itu lah statemen yang pernah dilontarkan Didik Istiyanta SH MH, Asisten Pidana Khusus Kejati Kalbar.
Pernyataan Didik ini lah yang membuat masyarakat Dayak Iban marah. Karena menurutnya, lahan tersebut awalnya milik Suku Dayak Iban. Dengan mengatakan itu sebagai lahan negara, berarti Kejati Kalbar tidak mengakui keberadaan Suku Dayak Iban. Padahal, tanah tersebut merupakan warisan nenek moyang mereka yang sebelumnya pernah menggarapnya. “Ritual sembelih babi dan jampi-jampi itu tadi, barang kali ada orang-orang yang berniat tidak baik dalam penanganan kasus tersebut, itu kena sumpah,” kata Hendri Tuah, Patih Suku Dayak Iban Kecamatan Badau.
Awalnya, massa berencana ingin menduduki Kantor Kejari Putussibau. Namun, karena negosiasi atau audensi antara perwakilan masyarakat dan pihak Kejari Putussibau menemukan titik temu, akhirnya sekitar pukul 12.00, massa membubarkan diri.
Tri Tugastanto, Koordinator Aksi menuturkan setelah beraudensi dengan pihak Kejari akhirnya ada sinyal titik terang. Karena untuk ini akan diproses. Menurut Kejari, ini hanya kesalahan administrasi. Karena tanah itu tidak disebut-sebut sebagai milik Dayak Iban. Untuk itu, pihaknya menuntut agar masalah administrasi ini diusut tuntas. "Jadi kita minta kepada kejaksaan disini memproses  SKT yang dibuat Pak Anton (yang saat ini ditahan di Kejati Kalbar) itu merupakan kesalahan administrasi. Seharusnya ada nama-nama kita yang ada hak di situ," ujarnya.
Untuk itu, agar Kejati Kalbar mengklarifikasi pernyataannya mantan Kades Pala Pulau itu. Sebab, Pak Antonius dapat tanah itu dari siapa ? Kalau Pak Antonius bilang dapat dari Dayak Iban, harap didengar. "Karena itu memang tanah orang Iban, berarti tanah kita. Jadi tolong kejaksaan, kalau ini memang ditanya kepada Pak Anton. Tidak mungkin 13 SKT itu, Pak Anton menerima sendiri. Bila nanti masalah kesalahan administrasi ini diproses, maka akan nampak tanah itu milik siapa," terang Tri.
Yang dipertahankan Dayak Iban, lanjut Tri hanya hak mereka. Tapi, Kejati Kalbar dengan mudahnya mengatakan itu lahan negara. Padahal, kakek-nenek dari Suku Iban yang pertama kali menggarap tanah tersebut. "Kami minta secepatnya kesalahan administrasi ini diselesaikan, jangan sampai berlarut-larut. Kalau tidak, dalam waktu yang tidak lama, kami akan mendatangkan massa lebih besar lagi. Padahal kemarin sesuai kesepakatan kami ingin menduduki Kejaksaan ini, tapi karena ada penjelasan sedikit dari pihak kejaksaan ini kami batalkan," terangnya.
Tri pun sempat mengungkapkan kekecewaannya kepada pihak Kejati Kalbar, yang dianggapnya tidak profesional dalam menangani perkara tersebut. Kejati Kalbar dianggap tergesa-gesa dalam menahan tiga orang Kapuas Hulu karena dituding melakukan korupsi kasus lahan tersebut. Seharusnya Kejati Kalbar lebih teliti, jangan sembarangan main tahan. Seban, jika mendengar dari pengakuan Antonius menyatakan bahwa ia membeli tanah tersebut dari masyarakat Iban. Seharusnya, masyarakat Iban yang dikatakan Antonius tersebut mereka juga diminta keterangannya. "Ini malahan tidak, kesaksian pak Anton mentok disini saja. Bukannya mereka mengejar kesaksian tersebut," sesal Tri.
Sementara, Imanuel, selaku Kasi Datun dan sekaligus sebagai Plh. Kajari Putussibau mengungkapkan bahwa memang dari pengakuan sebelumnya dari tersangka Antonius menyatakan bahwa tanah yang di SKT sebelumnya merupakan tanah hasil garapan dari tanah negara. Sehingga ada 13 SKT yang dimiliki tersangka. "Inilah yang tidak terima oleh masyarakat Iban, karena mereka merasa ini adalah tanah milik mereka," katanya.
Lanjut Imanuel, berkaitan dengan pernyataan pihak Kejati Kalbar yang disampaikan oleh Didik Istiyanta menyatakan bahwa tanah yang dibangun kantor Bupati Kapuas Hulu itu karena berdasarkan SKT yang dimiliki oleh tersangka Antonius. SKT itu merupakan barang bukti dalam perkara Antonius yang disita oleh Kejati Kalbar. Maka dari barang bukti tersebut dapat dijelaskan bahwa tanah itu merupakan tanah yang digarap sendiri yang diperoleh dari tanah negara. "Sehingga berdasarkan inilah muncul pernyataan bahwa tanah tersebut tanah negara," paparnya.
Untuk langkah selanjutnya berdasarkan pertemuan yang dilakukan tadi, pihaknya akan menindaklanjuti harapan masyarakat yang nantinya akan disampaikan ke Kejati Kalbar. Namun tetap segala keputusan terhadap kasus ini berada di Kejati Kalbar. "Kami disini hanya sebagai institusi penyampai keluhan masyarakat saja, karena semua kewenangan terhadap kasus ini berada disana," jelasnya.
Imanuel menjelaskan bahwa memang dari penyampaian aspirasi yang dilakukan sebelumnya oleh masyarakat Iban beberapa waktu yang lalu sudah mereka laporkan kepada Kejati. Namun bukannya Kejati tidak memberi tanggapan, justru dari mereka memberikan jawaban kepada pihaknya ialah mereka juga masih mempertanyakan siapa yang salah sebenarnya, apakah dari Antonius yang salah dari administrasinya, dimana ia membeli tanah dengan masyarakat Iban namun diakuinya sebagai tanah garapan sendiri. Inilah yang masih diselidiki oleh Kejati Kalbar. "Untuk sampai kapan masalah itu akan diselesaikan, kami tidak bisa berjanji, karena penangannya di Kejati. Kalau disini, saya bisa menjamin. Tapi kami usahan secepat mungkin, saya akan selalu berkoordinasi dengan perwakilan bapak ibu yang telah ditunjuk. Supaya tahu perkembangannya, dan beliau bisa menyampaikan kepada bapak ibu," papar Imanuel.