Monday 8 September 2014

Kejahatan Aparat

Satu per satu kasus kejahatan yang melibatkan oknum penegak hukum terus saja terjadi di negeri ini. Bila tidak segera diantisipasi, bukan mustahil fenomena ini akan terus berulang.
Aparat penegak hukum, tentu saja bukan semata-mata kepolisian. Tetapi juga hakim, jaksa, termasuk tentara. Di tangan merekalah seharusnya hukum tegak di negeri kita ini.
Kejahatan telah melibatkan mereka bermacam-macam. Mulai kecil-kecilan, hingga kelas kakap. Tindak pidana ringan hingga yang paling berat. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran kode etik.
Sudah seharusnya, hal ini menjadi perhatian kita bersama. Sebelum peristiwa memalukan yang dilakukan oknum aparat penegak hukum ini menjadi tradisi yang mengakar. Kalau sampai itu terjadi, akan sangat sulit diberantas.
Moralitas aparat penegak hukum sudah saatnya diperbaiki. Bila tidak, negara yang kita cintai ini akan berada di ambang kehancuran. Pasalnya, merekalah pengawal sekaligus penegak aturan di negeri ini.
Mereka digaji dengan uang rakyat untuk menegakkan supremasi hukum di Indonesia. Melalui berbagai institusi penegak hukum inilah diharapkan bangsa kita tertib, aman, dan damai.
Dengan dibentuknya berbagai lembaga penegak hukum, diharapkan dapat mengayomi dan melindungi seluruh rakyat. Bisa dibayangkan apa jadinya suatu bangsa bila tidak ada lembaga penegak hukumnya. Tentu, akan berlaku hukum rimba.
Begitu besar harapan kita kepada penegak hukum. Tetapi, harapan itu terasa sirna ketika menyaksikan ulah oknum-oknum penegak hukum kita. Tidak sedikit, dari mereka yang terjerat tindak pidana.
Bahkan sering pula kita menyaksikan antarinstitusi penjaga keamanan di negeri ini bentrok, seperti yang ditunjukkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan Polisi Republik Indonesia (Polri).
Begitu banyak kejahatan yang melibatkan aparat penegak hukum, sesungguhnya membuat rakyat cemas dan ngeri. Pasalnya, merekalah sejatinya garda terdepan membasmi kejahatan. Bukan malah menjadi pelaku kejahatan.
Baru-baru ini, kita kembali dihebohkan oleh ulah aparat kepolisian. Tidak tanggung-tanggung, aparat tersebut berpangkat perwira menengah. Bahkan aksi kejahatannya pun membuat semua tercengang, lantaran diduga terlibat jaringan Narkoba dan ditangkap ditangkap Polisi Di Raja Malaysia (PDRM).
Bila benar, AKBP IEP yang bertugas di Polda Kalbar masuk jaringan Narkoba internasional, ini merupakan pukulan telak bagi penegak hukum kita. Bukan hanya itu, ulahnya pasti telah mencoreng wajah Indonesia.
Bila yang ditangkap atas kejahatannya cuma warga negara biasa, tidak terlalu memiliki pengaruh apa-apa. Lain halnya bila yang ditangkap tersebut merupakan anggota institusi Polri. Yang lebih parah lagi, tertangkapnya atas kasus atensi Polri itu sendiri.
Sungguh ironis, di saat pemerintah ingin memberantas peredaran Narkoba di Indonesia, malah penegak hukum itu sendiri sebagai pengedarnya. Padahal pemerintah sangat serius ingin memerangi Narkoba.
Tidak cukup Polisi, bahkan pemerintah secara khusus membentuk badan untuk menanggulangi maraknya peredaran di tanah air, yaitu dengan membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dengan adanya peristiwa penangkapan tersebut, sangat wajar bila masyarakat menilai peredaran Narkoba di nusantara ini sulit diberantas. Sebab, ada aparat penegak hukumnya yang ikut bermain. Ini hanya salah satu kasus kejahatan yang melibatkan penegak hukum, lalu bagaimana dengan yang lainnya?.
Kasus AKBP IEP hanya segelintir permasalahan dari rendahnya moralitas aparat penegak hukum kita. Sebab masih banyak lagi kasus-kasus yang melibatkan penegak hukum.
Bukan hanya terjadi di tubuh Polri, tetapi juga Kehakiman, Kejaksaan dan bahkan TNI. Hitung saja, sudah beberapa banyak oknum-oknum dari lembaga tersebut masuk bui. Apakah karena membekingi kegiatan-kegiatan ilegal, korupsi, ataupun melakukan tindak pidana lainnya.
Untuk menjaga wibawa instansi penegak hukum, sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai upaya. Agar tidak tergiur melakukan kejahatan, secara berangsur gaji mereka dinaikkan pemerintah. Belum cukup? mereka pun diberikan reimunisasi. Semuanya itu bersumber dari uang rakyat.
Ketika akan dilantik, aparat penegak hukum mengucapkan sumpah di atas kitab suci dengan menyebut nama Tuhan. Mereka pun dibentengi dengan menandatangani fakta integritas. Namun nyatanya, semuanya itu tidak juga bisa menjaga moral aparatur.
Jangankan fakta integritas, ternyata sumpah di atas kitab suci dianggap hal biasa. Bukankah bersumpah di atas kitab suci memiliki konsekuensi kepada Sang Pencipta. Bila dengan hukum Tuhan saja tidak takut, apalagi hukum produk manusia.
Memang, masih banyak aparat penegak hukum yang baik. Tetapi, kita tentu berharap kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum tidak terulang lagi. Apalagi sampai mereka sebagai biang kerok atau otak suatu kejahatan. Karena kalau itu terjadi, siapa lagi yang akan menegakkan aturan di Republik ini?
Walaupun hanya dilakukan oknum, tetapi menimbulkan kesan buruk di mata masyarakat. Yang patut diwaspadai, masyarakat menjadi apatis dan tidak mempercayai institusi penegak hukum. Kalau sudah begitu, siapa lagi yang bisa dipercaya di negeri ini?

No comments:

Post a Comment