Tuesday 16 September 2014

Betang Uluk Palin Terbakar, 600 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

 *Cagar Budaya Tertua, Terpanjang dan Tertinggi di Indonesia
Putussibau. Sedikitnya 600 jiwa penghuni Rumah Betang Panjang Sungai Uluk Palin di Desa Sungai Uluk Palin, Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat membutuhkan uluran tangan. Rumah Betang yang berusia ratusan tahun dan telah dijadikan cagar budaya nasional itu, kini menjadi arang akibat terbakar, Sabtu (13/9) sekitar pukul 23.00.
Tidak ada yang bisa diselamatkan dari betang yang telah berusia ratusan tahun tersebut. Jangankan harta benda, barang-barang pusaka peninggalan leluhur pun ikut terbakar. Kini, betang tertua, tertinggi dan terpanjang itu telah menjadi puing dan kenangan.
Kesedihan mendalam penghuni betang tampak terlihat saat Wakil Bupati Kapuas Hulu, Agus Mulyana SH MH mengunjungi mereka, Minggu (14/9) sore. Bersama Dandim 1206/Psb Letkol Inf Vivin Alivianto, Danyon 644/Wls Letkol Inf Nico Reza H Dipura dan beberapa Kepala SKPD, wakil bupati menyerahkan berbagai bantuan secara simbolik. “Rumah Betang ini ada 54 pintu. Tapi kebakaran mengakibatkan lima rumah yang ada di bawahnya juga terbakar. Ada 160 KK (Kepala Keluarga) dan sekitar 600 jiwa yang kehilangan tempat tinggal,” kata Budi, salah seorang penghuni rumah Betang Panjang Sungai Uluk Palin.
Diceritakan Budi, kebakaran terjadi sekitar pukul 23.00 pada Sabtu (13/9). Asal api muncul dari bilik milik Pak Gunung yang berada di tengah rumah betang. Saat itu, pemilik bilik sedang melakukan pengasapan atau menyalai daging di atas pembakaran. Ketika sedang mengasapi daging, ternyata Pak Gunung tertidur. Bahkan ia tidak menyadari, pengasapan yang dilakukannya mengakibatkan kebakaran. “Mungkin karena lemak dari daging yang diasapinya itu menetes di lantai, sehingga mengakibatkan terjadi kebakaran,” ujar Budi.
Budi mengaku mengetahui terjadinya kebakaran, begitu juga penghuni bilik lainnya. Mengetahui terjadi kebakaran, Pak Gunung yang berusia sekitar 50 tahun itu pun dibangunkan saat sedang tertidur. Saat itu api sudah besar dan dengan cepat merembet ke bilik-bilik lainnya. Tidak menunggu lama, api menghanguskan seluruh rumah betang yang terbuat dari kayu tersebut. Akibatnya, penghuni betang tidak mampu menyelamatkan harta bendanya.
“Sekitar satu jam, seluruh rumah betang terbakar. Kami tidak sempat menyelamatkan harta benda, yang kami pikirkan hanya menyelamatkan diri. Kaki saya saja sampai terluka karena membantu menyelamatkan penghuni yang lain. Apalagi betang ini hanya ada tiga tangga, sehingga untuk turun harus berebutan,” jelasnya.
Diungkapkan Budi, pemilik bilik yang menjadi penyebab kebakaran saat ini sedang diungsikan ke kantor polisi. Sebab penghuni lain sempat mau menghakiminya. “Di betang ini banyak tersimpan barang-barang antik seperti gong, tawak, bedil, pedang, keris, mandau dan lain-lain. Barang pusaka antik tersebut merupakan warisan nenek moyang kami yang tidak boleh diperjualbelikan. Sebab bila berani menjualnya, maka akan dikenakan sanksi adat. Makanya kalau ditaksir secara keseluruhan, kerugian lebih Rp1 miliar, karena ada barang-barang pusaka dan antik,” katanya.
Budi berharap pemerintah, apakah pemerintah daerah, provinsi maupun pusat dapat membangun kembali rumah betang mereka. Pasalnya, tidak hanya dijadikan situs budaya daerah, rumah betang Uluk Palin sebelumnya telah dijadikan cagar budaya bangsa. Karena rumah betang mereka merupakan tertua, tertinggi dan terpanjang di seluruh Indonesia. Betang ini telah mereka jaga selama ratusan tahun, dengan tetap mempertahankan keasliannya. “Selain itu, kami juga minta dipertimbangkan agar pemerintah bisa mengganti barang-barang kami yang telah terbakar,” harap Budi.
Wakil Bupati Agus Mulyana menyampaikan rasa prihatin yang mendalam atas kejadian kebakaran tersebut. Menurutnya, apa yang terjadi adalah kehendak Tuhan. “Oleh karena itu kita hanya bisa mengambil hikmahnya saja, sambil terus berusaha dan berjuang. Siapapun tentu tidak mau mengalami ini,” katanya.
Masyarakat yang menjadi korban jangan terlena dan berkesusahan berlebihan, sehingga tidak ada upaya berjuang. Tetap berdoa, walaupun dengan kondisi apapun agar selalu diberikan kekuatan. Sehingga ke depan bisa bangkit dan lebih baik lagi.
“Kami ada memberikan bantuan untuk hari ini, karena sifatnya darurat. Bantuan sementara ini tidak mungkin mencukupi semuanya, tapi nanti akan ada bantuan susulan. Di sini juga akan tetap bertahan petugas posko kesehatan dan posko bantuan,” jelas Agus.
Terkait pembangunan betang tersebut, menurut wakil bupati, karena ini menyangkut cagar budaya, maka Pemkab kapuas Hulu mesti melaporkan dulu ke pemerintah pusat. Pasalnya, sebagai cagar budaya, Betang Uluk Palin bukan hanya milik Kapuas Hulu, tapi juga Indonesia. Namun, wakil bupati berharap, bila tidak bertentangan dengan aturan dapat dibangun baru. Paling tidak dibuat mirip dengan corak yang lama. “Unt
Namun hal yang terpenting saat ini, bagaimana mengatasi korban yang masih dalam kondisi panik. Agus berharap ada dukungan dari berbagai pihak, baik bantuan materil maupun moril untuk memberikan penguatan kepada korban.
“Untuk jangka pendek, akan didirikan tenda sebagai tempat tinggal sementara korban. Itu pun tidak boleh lama. Untuk itu, kami akan berkoordinasi paling tidak bantuan berupa atap seng dahulu untuk beberapa KK yang jadi korban. Kemudian warga akan didorong untuk meramu sendiri bangunannya, sebagai tempat tinggal sementara,” ungkap Agus.
Dalam sepekan terakhir ini, setidaknya sudah ada dua rumah betang yang terbakar. Agus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pengasapan atau menyalai di dalam rumah. Apakah itu buah tengkawang ataupun jenis binatang buruan. Tapi lakukan di luar rumah dan jaraknya jauh.
“Apalagi saat ini sedang musim buah tengkawang, banyak orang melakukan pengasapan. Minyak tengkawang itu kalau netes saat pengasapan tentu berbahaya. Bukan hanya betang saja, tapi juga rumah-rumah lainnya,” imbau Agus.
Moses Saloh, Temenggung Tamam Baloh Apalin menuturkan, warganya yang menjadi korban kebakaran merasakan kesedihan yang mendalam. Bukan hanya kehilangan tempat tinggal, kekayaan bangsa yang ada di rumah betang ikut hilang. “Tapi kami tidak boleh juga sedih berlarut-larut. Karena kami harus bangkit,” ujarnya.
Moses mengucapkan terima kasih atas perhatian pemerintah daerah yang cepat memberikan bantuan kepada korban. Namun, pihaknya masih mengharapkan bantuan-bantuan lainnya, baik dari pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. “Apalagi saat ini masyarakat mau melakukan kegiatan tebar benih. Jangankan untuk tebar benih, untuk makan sehari-hari saja kami sudah tidak ada,” ungkap Moses.
uk membangun betang seperti dulu perlu dikaji ketentuannya. Karena betang ini satu-satunya tertua, terpajang dan tertinggi, bukan hanya di Kalbar, tapi di Indonesia. Makanya betang ini tidak hanya ditetapkan sebagai situs, tapi juga  cagar budaya. “Melalui Disbudpar Kapuas Hulu, saya meminta agar berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Apakah dengan kondisi seperti ini masih kita benahi sebagai cagar budaya. Kalau memang diperbolehkan, maka kita akan berupaya mengembalikan seperti bentuk sedia kala,” terangnya.