Sunday 31 August 2014

Tunggakan Prona di Kapuas Hulu Capai 600 Persil

Putussibau. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kapuas Hulu masih memiliki tunggakan sekitar 600 persil (bidang tanah) Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) sejak tahun 2012 lalu. Pada tahun 2014 ini, BPN hanya menyelesaikan tunggakan-tunggakan tersebut.
“Kita masih menyelesaikan tunggakan-tunggakan, baik itu rutin ataupun proyek. Jadi selama dua tahun ini, itu dulu kita rampungkan. Menyelesaikan hutang pada masyarakat,” ujar Kepala BPN Kapuas Hulu, M Rum, di ruang kerjanya, Kamis (28/8).
Rum yang baru tujuh bulan menjabat mengatakan pihaknya kembali akan mengadakan prona pada tahun 2014. Pasalnya pada tahun ini, tunggakan yang ada diperkirakan terselesaikan.
“Pada tahun 2015 nanti, target Prona sebanyak 250 persil, tapi akan disesuaikan lagi dengan anggaran. Namun biasanya yang diajukan dikabulkan,” kata Rum, yang sebelumnya menjabat Kasi Pengukuran BPN Kubu Raya ini.
Pada prona 2015 nanti, ia berharap ada permohonan dari kepala desa yang mengakomodir warganya. Karena tujuan prona untuk masyarakat yang tidak mampu, karena itu kepala desa Kades lebih tahu kondisi ekonomi warganya.
“Pada prinsipnya kita tidak mau menetapkan lokasi, tapi keinginan masyarakat itu sendiri. Kita berikan kepercayaan kepada masyarakat dan kepala desa. Setelah kepala desa mengusulkan, nanti diseleksi berdasarkan kuota dana dari APBN. Saat ini saja sudah ada sekitar 100 persil yang mengajukan untuk tahun 2015,” beber Rum.
Pada prinsipnya, lanjut dia, pembuatan sertifikat prona 0 rupiah atau gratis. Untuk biaya berasal dari BPN yang telah dibayarkan pemerintah. Hanya yang bukan produk BPN saja yang dibebankan kepada pemohon, seperti materai, SPT, dan PBB. “Itu kewajiban pemohon yang mesti dikonsultasikan ke kepala desa,” terang Rum.
Pihaknya, dikatakan dia tidak bisa melarang jika kepala desa memungut biaya dari masyarakat dalam pengurusan prona ini, seperti untuk pengurusan SPT ataupun PBB. Namun Rum menegaskan, akan menekankan kepada staf-stafnya agar jangan sekali-kali melakukan pemungutan kepada masyarakat. “Apabila kepala melakukan memungut, jangan sekali-kali petugas kita mengiyakan,” katanya.
Rum menambahkan, untuk pembuatan sertifikat rutin biayanya berkisar Rp 5 juta hingga Rp 7 juta, sementara prona tidak dipungut biaya. Sehingga banyak masyarakat yang ingin mengurus prona, padahal mampu. “Untuk itu, kita minta kepada kepala desa agar betul-betul menyeleksi, berikanlah kepada mereka yang tidak mampu,” pungkas Rum.

No comments:

Post a Comment