Tuesday 26 August 2014

Lihai Mengemas Kecurangan

Bangsa Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih presiden dan wakil presiden. Walaupun sempat dikhawatirkan terjadi kekacauan, namun ternyata pesta rakyat tersebut berjalan aman dan lancar. Memang sih ada, masih ada sedikit kekisruhan, tapi secara umum dapat kita katakan pesta memilih pemimpin nusantara ini berjalan sukses.
Salah satu tolak ukur sukses penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden kemarin dapat dilihat dengan tingginya antusias Warga Negara Indonesia (WNI) menggunakan hak pilihnya. Sebab penyelenggara Pemilu, Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU) membuka ruang sebesar-besarnya kepada warga untuk menggunakan hak pilih. Tidak cukup dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), KPU juga mengakomodir pemilih ke dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK), Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Tujuannya, agar hak konstitusional warga untuk memilih tidak hilang.
Tolak ukur lainnya juga dapat dilihat dari gegap gempita Pemilu kali ini lebih semarak dari sebelum-sebelumnya. Mungkin, hanya diikuti dua pasangan calon. Sehingga atmosfir persaingannya lebih hangat. Pertarungan head to head, pasangan nomor urut satu Prabowo-Hatta dengan nomor urut dua Jokowi-JK membuat tensi Pemilu kali ini lebih tinggi. Sampai-sampai bangsa ini seolah terbelah dua.
Tensi tinggi perebutan kursi RI 1 sudah dimulai sejak awal. Semakin memanas setelah pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK ditetapkan sebagai pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres). Kampanye negatif (negative campaign)dan kampanye hitam (black campaign) bertubi-tubi mewarnai persaingan kedua kubu. Tidak mengherankan bila pesta demokrasi di Indonesia kali ini lebih menjadi pusat perhatian dunia.
Belum lagi bentuk pelanggaran pemilu lainnya yang menambah hawa panas. Mulai dari kampanye sebelum waktunya, pemasangan alat peraga kampanye yang tidak pada semestinya, dan lainnya. bahkan kecurangan-kecurangan lainnya yang dilakukan kedua kubu. Termasuk kecurangan yang dilakukan penyelenggaraan Pemilu, juga menambah warna pesta demokrasi lima tahunan ini. Hal ini sampai kualitas pemilihan Presiden dan Wakil Presiden ketujuh ini dipertanyakan.
Pada Pilpres kemarin sebenarnya KPU sudah menetapkan pasangan nomor urut dua,  Jokowi-JK sebagai pemenangnya. Namun, karena pasangan nomor urut satu, Prabowo-Hatta mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), kemenangan itu pun sempat tertunda. Kubu Prabowo-Hatta menilai banyak terjadi kecurangan pada Pemilu kemarin, bahkan dikatakan bersifat Terstruktur, Sistematis dan Masif (TSM).  Sayangnya, seluruh gugatannya ditolak MK.
Dengan ditolaknya gugatan kubu Prabowo-Hatta, otomatis kemenangan Jokowi-JK sudah terkukuhkan. Pasalnya MK merupakan institusi yang memberikan putusan final dan mengikat, terkait sengketa hasil Pemilu.
Di waktu bersamaan, kubu Prabowo-Hatta juga melaporkan penyelenggara dan pengawas Pemilu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pada sidang kode etik ini, Majelis DKPP memutuskan untuk memberhentikan sembilan orang anggota KPU dan Panwaslu serta memberikan sanksi teguran untuk 30 anggota lainnya. Pemecatan dan teguran itu memang tidak sanggup menyakinkan hakim konstitusi untuk memenuhi gugatan Prabowo-Hatta. Padahal ini membuktikan sebenarnya terdapat pelanggaran-pelanggaran dalam Pemilu, bahkan dilakukan penyelenggaranya.
Memang tidak mudah membuktikan adanya kecurangan dalam Pemilu. Apalagi bila kecurangan tersebut dilakukan dengan rapi. Kecuali mereka yang melakukan kecurangan secara gegabah dan vulgar.
Banyak yang menilai kalau Pemilu Legislatif kemarin aroma kecurangannya begitu kental. Pun demikian dengan pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kecurangannya ada, hanya saja tidak bisa membuktikannya. Ibarat kentut, baunya ada, tetapi tidak kelihatan.
Saya pun teringat perkataan teman dalam suatu perbincangan ringan seputar pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kemarin, hingga proses gugatan pasangan Prabowo-Hatta ke MK. Menurut teman saya itu, hakikatnya, kedua kubu melakukan kecurangan. Namun mereka yang lihai melakukan kecurangan itulah yang merengkuh kesuksesan. Maka lakukan lah kecurangan, selama itu bisa dikemas dengan baik.
Pendapat yang terdengar cukup nyeleneh, tetapi hal itu sejalan dengan dunia politik. Sebab banyak yang mengatakan, di politik sangat sulit menghindari praktek-praktek kecurangan.
Harus diakui, sistem perpolitikan kita masih belum sempurna, perlu perbaikan di sana-sini. Untuk membenahinya tentu menjadi tanggung jawab pemerintah dan partai politik, termasuk mental masyarakatnya. Agar Pemilu kita kedepannya semakin berkualitas dan bermartabat.
Kini, hiruk pikuk Pilpres telah usai dan Jokowi berhasil menjadi Presiden RI ke-7. Terlepas dari ada atau tidaknya kecurangan dalam Pemilu kemarin, MK telah mengukuhkan pemenangnya. Oleh karenanya, marilah kita sama-sama mengawal kinerja pemerintahan Presiden Ir H Joko Widodo dan Wakil Presiden Drs H Muhammad Jusuf Kalla, demi Indonesia yang lebih baik.

No comments:

Post a Comment