Friday 8 February 2013

Rumah Sakit Putussibau Belum Miliki IPAL

Putussibau. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Achmad Diponegoro Putussibau belum memiliki Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL). Bahkan menurut Badan Lingkungan Hidup Provinsi Kalbar, rumah sakit kebanggaan Kapuas Hulu ini katagori jelek dalam pengelolaan limbahnya.
IPAL berguna menetralkan limbah-limbah cairan yang dihasilkan rumah sakit. Baik untuk pencucian peralatan medis, pembuangan darah dan nanah pasien serta lainnya. Selama ini limbah cairan itu dimasukan dalam septictank. Selain memerlukan bak besar, IPAL membutuhkan dana yang tidak sedikit, yaitu berkisaran hingga Rp 4 milyar. "Memang diakui kita belum memiliki IPAL. Terkait itu, sebenarnya kita sudah mengajukan bantuan ke pusat untuk pembangunan IPAL ini," jelas Direktur RSUD dr Achmad Diponegoro Putussibau, dr Berounly Star Rey MPH, Senin (4/2) diruang kerjanya.
Sementara dalam pengelolaan limbah, RSUD dr Achmad Diponegoro katagori jelek, karena memperoleh skor 60. Dikatakan jelek, karena ada pemisahan limbah tapi tidak diseluruh ruangan perawatan dan tindakan. Selain itu, rumah sakit memiliki incinerator, tapi tidak berguna dengan baik. "Kita saat itu sebenarnya sempat protes dikatakan katagori jelek. Pasalnya kita ada melakukan pemisahan limbah dan incinerator kita gunakan dengan baik," katanya.
Seharusnya, lanjut Star Rey, RSUD dr Achmad Diponegoro masuk dalam katagori sedang. Sebab pihak rumah sakit telah berupaya menangani limbah sesuai SOP. Untuk limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) disendirikan dalam sebuah tong, yang selanjutnya dibakar dalam tungku yang disebut incinerator. Limbah-limbah tersebut seperti botol-botol obat, botol infus, selang infus, jarum suntik, dan lain-lain. Bahkan petugas kebersihan pun telah diintruksikan untuk memisahkan limbah B3 dengan sampah rumah tangga. Mereka pun dalam membersihkan limbah B3 menggunakan sarung tangan. "Tapi tidak apa-apa, kita terima saja katagori jelek itu. Ini akan kita jadikan pemacu semangat untuk mengelola limbah dengan lebih baik lagi," katanya.
Apalagi mengenai limbah B3 ini ada Undang-Undang tersendiri, yaitu Undang-Undang nomor 32/2009 tentang pengelolaan limbah B3. Bahkan ada sanksinya bila masalah limbah B3 ini tidak dikelola dengan baik. Yaitu penjara minimal 1 tahun dan maksimal 3 tahun atau denda minimal Rp 1 milyar dan maksimal Rp 3 milyar. Cuma selama ini Undang-Undang tersebut belum diterapkan.
Sementara itu, Kepala kantor Lingkungan Hidup Kapuas Hulu Dini Ardianto SIP menuturkan rumah Sakit maupun Puskesmas harus dapat mengelola limbahnya dengan, karena banyak menghasilkan limbah B3. Mengingat berbahayanya limbah tersebut, Kantor Lingkungan Hidup Kapuas Hulu kedepannya akan bekerja sama dengan pihak rumah sakit maupun Dinas Kesehatan. Sehingga limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit atau pun puskesmas dapat dikelola sebagaimana mestinya. "Karena akan berbahaya kalau tidak dikelola dengan baik," ujar Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kapuas Hulu, Dini Ardianto SIP, Senin (4/2) diruang kerjanya.
Menurut Dini, limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit seperti obat kadaluarsa, sisa potongan anggota tubuh yang diamputasi, darah, dan nanah. Kemudian ada juga limbah berupa jarum suntik, gunting, pisau bedah, kapas, plaster, dan lain sebagainya. Limbah-limbah ini sangat berbahaya. Jangan sampai limbah-limbah tersebut tergabung dengan limbah rumah tangga lainnya. "Mengingat berbahayanya limbah ini, makanya kita mohon kerja sama dengan Dinas Kesehatan mau pun pihak rumah sakit," ujarnya.
Pengelolaan limbah B3, lanjut Dini ada SOP tersendiri. Limbah B3 harus dipisahkan dengan sampah-sampah rumah tangga. "Biasanya memang mereka sudah memisahkan dalam kantong-kantong, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada saja limbah B3 ini tergabung dengan sampah rumah tangga," tukasnya.
Untuk itu lah, makanya diperlukan pengawasan yang ketat terhadap limbah B3 ini. Hal ini mengingat dampak berbahaya dari limbah B3 itu sendiri. "Misalnya limbah jarum suntik atau pisau bedah, itu bukan saat masih tajamnya berbahaya, tapi ketika sudah berkarat. Bayangkan bila benda-benda yang telah digunakan untuk pasien terkana kita," pungkasnya.
Walau pun harus menjadi perhatian, Dini yakin rumah sakit dan puskesmas yang ada di Kapuas Hulu masih bagus penanganan limbah B3 dibandingkan daerah lain. Sebab daerah lain, ada yang lebih parah dalam hal pengelolaan limbah B3. "Kalau kita lihat didaerah lain, banyak rumah sakit berada ditepi sungai atau parit, padahal ini boleh. Untuk itu kedepannya kalau ada pembangunan rumah sakit atau puskesmas di Kapuas Hulu jangan ditepi sungai," tuntasnya.