Friday 18 January 2013

Pengawas Sejati

Seorang guru bermaksud menguji sejauh mana ketaatan murid-muridnya. Ia kemudian mengumpulkan para muridnya untuk diberikan pengarahan. Sembari memberi pengarahan, sang guru membekali masing-masing muridnya dengan sebilah pisau dan seekor burung.
“Sembelihlah burung itu di tempat yang tak ada satu pun yang tahu. Setelah itu bawa burung yang sudah disembelih itu padaku,” titah sang guru.
Semua mengangguk. Maka beranjaklah murid-murid ini ke tempat yang mereka anggap “aman” tanpa diketahui siapa pun selain dirinya. Ada yang ke gunung, ke pantai, ke gua, dan lain sebagainya. Setelah selesai, mereka kembali dan satu per satu melaporkan dan menunjukkan hasil sembelihan.
Hingga pada giliran salah seorang murid yang masih membawa burung tersebut dalam keadaan hidup. Kondisinya sama seperti ketika diserahkan gurunya. Sang guru pun bertanya kepada pemuda tersebut mengapa sampai burung itu tak disembelih.
“Aku sudah berusaha mencari tempat di mana tidak ada satu pun yang tahu. Namun tetap saja ada yang melihat. Dialah Zat Yang Maha Melihat dan Mendengar,” jawab si murid. Sang guru pun tersenyum puas.
Meski tak dapat melihat Tuhan, namun si murid yakin dirinya dilihat Tuhan. Keyakinan inilah yang harusnya tumbuh dalam diri seseorang. Meyakini adanya Pengawas Sejati yang tak ada satu pun luput dari pengamatan-Nya.
Keyakinan diawasi inilah yang membuat seseorang untuk berlaku jujur dan amanah. Terlebih ketika ia memegang suatu jabatan. Harta, pangkat, dan jabatan memang terkadang melalaikan. Jika tak hati-hati seseorang mudah terjebak. Ujung-ujungnya dengan mudah melakukan korupsi. Jabatan dianggap kesempatan untuk menumpuk harta.
Adanya aparat penegak hukum, seperti KPK, kejaksaan, maupun BPKP sejatinya tak menjadikan sebuah negara bebas korupsi. Institusi tersebut hanyalah upaya negara untuk menekan angka tindak pidana korupsi. Lebih celaka lagi jika aparat penegak hukum pun ikut-ikutan korupsi.
Kondisi semakin memprihatinkan begitu mengetahui para koruptor mendapat hukuman ringan. Tak sebanding dengan perbuatannya. Bahkan tak jarang tersangka korupsi yang divonis bebas. Terlepas dari bukti-bukti hukum di persidangan, sebagai masyarakat, melihat kenyataan itu kita terkadang hanya bisa mengurut dada. Sedih, memilukan, sekaligus memalukan.
Tentu berbeda halnya jika pejabat yang merasa “diawasi”. Jabatan dipandang sebuah amanah dan tanggung jawab. Tak hanya kepada sesama manusia, tapi juga pada Tuhan. Pejabat yang begini, jangankan peluang kecil, peluang besar saja untuk korupsi tidak akan dimanfaatkannya. Sebab ia yakin, ada Zat Yang Maha Mengetahui yang selalu mengawasi gerak-geriknya. KPK, BPK, BPKP, ataupun inspektorat mungkin bisa saja dikelabui. Tapi ia tidak akan lepas dari Sang Pengawas Sejati. Terlebih apa yang dilakukan akan diminta pertanggungjawaban di akhirat.
Selaku warga yang menyumbang pajak negara tentu berharap uang tersebut dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan bangsa. Bukan untuk menggendutkan pejabat-pejabat yang korup. Soalnya berdasarkan laporan Transparency International melalui penerbitan Corruption Perception Index (CPI) tahun 2012, Indonesia menempati peringkat 118 dari 167 negara di dunia dalam urusan transparansi dan bebas korupsi. Begitu parahnya kasus korupsi di Nusantara ini menandakan pelakunya kental tidak beriman.