Saturday 26 January 2013

Kampanye dan Hiburan Gratis

Berbagai metode kampanye dilakukan saat pemilihan presiden, kepala daerah, maupun legislatif. Mulai tatap muka, dialogis, hingga kampanye terbuka dengan pengerahan massa. Bahkan hingga kini kampanye terbuka dengan model pengerahan massa secara besar-besaran masih dilakukan. Padahal efektivitas model kampanye seperti ini kerap dipertanyakan.
Model kampanye seperti ini kebanyakan menghadirkan hiburan musik dan tidak jarang menghadirkan artis ibu kota. Akibatnya panitia tentu sibuk mempersiapkan pentas megah, padahal belum tentu sebagian massa yang datang sebagai pendukungnya.
Fenomena yang ada, terutama di daerah-daerah yang tingkat ekonomi rendah, kampanye terbuka sebagai hiburan tersendiri bagi masyarakat. Mereka rela berbondong-bondong datang dalam kampanye terbuka hanya untuk menonton hiburan atau artis, bukan mendengarkan visi-misi kandidat.
Kehadiran artis ibu kota ini tentu menjadi magnet dan hiburan gratis bagi masyarakat kecil. Ditambah lagi pembagian kaus, nasi bungkus, dan imbalan uang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mengikuti kampanye. Makanya tidak heran, uang akan besar beredar ketika memasuki tahap kampanye.
Namun bila kita cermati dengan saksama, tidak jarang terlihat orang-orang yang sama hadir dalam kampanye kandidat atau partai lainnya. Karena saat kampanye terbuka, masing-masing pasangan menyuguhkan cara-cara yang sama. Baik itu mendatangkan artis, pembagian kaus, nasi bungkus, ataupun imbalan berupa uang. Dengan kata lain, banyaknya massa yang hadir dalam kampanye bukan merupakan sebuah indikasi bahwa pasangan atau partai tersebut memiliki jumlah pendukung yang besar pula.
Hiburan dan tontonan, terutama artis ibu kota, mau tidak mau harus kita akui sebagai magnet utama massa untuk datang. Makanya tidak heran, dalam sebuah kampanye terbuka kandidat atau pun partai memutar otak dan mempersiapkan dana guna mengupayakan mendatangkan artis. Begitu juga dengan massa, usai mengikuti kampanye kebanyakan lebih teringat artis yang ditontonnya daripada janji-janji atau isi kampanye yang disampaikan kandidat atau pun jurkam. Tengok kembali apa yang disajikan ketika kampanye, hiburan dan tontonan yang menghibur. Ketika jurkam memegang mikrofon untuk berpidato, dapat dilihat antusias massa memudar. Bahkan acuh tak acuh dan berusaha mencari tempat berteduh dari teriknya sinar matahari. Lain ketika artis tampil, massa kembali bersemangat dan tidak peduli lagi dengan panas. Artinya, rakyat lebih butuh hiburan dibanding pidato dengan berbagai janji-janji.
Setiap kandidat melalui tim suksesnya masing-masing tentu selalu memutar otak bagaimana caranya menghadirkan begitu banyak massa. Selain sebagai unjuk kekuatan massa pendukung, momen kampanye terbuka menjadi penting karena saat kampanyelah kandidat dapat kembali meyakinkan pendukungnya. Bahkan kampanye juga berguna untuk menarik perhatian massa dari pendukung lain untuk berpindah haluan mendukungnya. Melalui kampanye mereka berusaha menarik perhatian, menciptakan simpati dan empati massa.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sempat melontarkan saran kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), agar membatasi kampanye besar-besaran pada Pemilu 2014. Orang nomor satu di Indonesia itu menilai kampanye besar-besaran dengan pengerahan massa ribuan orang tidak efisien dan tidak efektif untuk menyampaikan pesan calon presiden maupun partai politik. Padahal kampanye terbuka dengan besar-besaran salah satu mengapa biaya pemilu menjadi mahal. Akibatnya dapat mendorong suatu partai politik dan calon presiden menggalang dana secara menyimpang.
SBY pun menyarankan agar peserta pemilu ke depannya kampanye dalam skala kecil dengan pengerahan massa antara seribu hingga dua ribu orang. Peserta pemilu alangkah baiknya memanfaatkan media massa untuk menyampaikan program dan ide mereka ke masyarakat luas.