*PT PIP Ekspor Perdana CPO via Pelabuhan Darat Pertama di Indonesia
Badau-Kapuas Hulu. Inilah ekspor crude palm oil
(CPO) perdana melalui Pos Lintas Batas (BLB) Badau, Kapuas Hulu, sebagai
pelabuhan darat pertama di Indonesia menuju Sarawak, Malaysia Timur. Tak kurang dari Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, yang
melepas 70 ton CPO milik PT Paramitra Internusa Pratama (PIP), Sabtu
(11/5). Ekspor perdana disaksikan oleh Gubernur Drs Cornelis MH dan
Bupati Kapuas Hulu AM Nasir SH serta sejumlah pejabat serta masyarakat
perbatasan.
Rasa bangga terlihat baik di wajah Wamendag Bayu Krisnamurthi, Gubernur Cornelis, dan Bupati Nasir. Bagaimana tidak, inilah ekspor CPO pertama di luar ekspor bersama se-Indonesia yang selama ini dilakukan lewat Dumai, Sumatera Utara. PT PIP sebagai salah satu unit usaha yang dikelola PT Sinar Mas Agro Research dan Technologies Tbk (PT SMART Tbk), tercatat sebagai eksporter CPO dari Kalbar dan bahkan Kalimantan.
Wamendag Bayu mengungkapkan, ekspor perdana ini pertanda fenomena
baru Kalimantan yang selain meningkatnya perkebunan serta produksi CPO,
juga angka ekspor. Kalbar dan Kaltim menurutnya pada 2010 total memproduksi satu juta
ton CPO. Dan 2013 ini diperkirakan produksi CPO dari Kalimantan
mendekati 4,5 juta ton. “Jadi dalam sekitar tiga tahun saja naik empat kali lipat. Itu karena tanaman-tanaman muda mulai menghasilkan,” ujar Bayu.
Saat ini Sumatra yang sudah puluhan tahun silam membangun perkebunan
sawit dan pabrik CPO sudah memproduksi sekitar 17-18 juta ton. “Tapi pada tahun 2020, Sumatera dan Kalimantan akan sama produksinya
mungkin mendekati 20 juta ton. Yang saya pikirkan adalah 20 ton ini
nanti keluarnya lewat mana?” katanya.
Karena itu baik nasional terutama Kalbar harus memikirkan pelabuhan
ekspor untuk CPO maupun turunannya ke depan. Sehingga setakat ini baru
Badau sebagai Pelabuhan Darat di Indonesia akan menjadi terbesar di
Kalimantan.
Tak pelak Gubernur Cornelis mengucapkan selamat kepada Grup Sinar Mas
ini atas ekspor perdana CPO. Pemerintah Provinsi mengupayakan
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi wilayah perbatasan dan
pedalaman. Dengan mendorong sinergi swasta, pemerintah dan masyarakat, investasi
akan berperan mengembangkan Provinsi Kalbar yang luas wilayahnya
146.807 km2 atau 1,13 kali Pulau Jawa. “Pelaksanaan ekspor perdana CPO dari Badau akan memberikan dampak
percepatan pengembangan perekonomian Kalbar hingga ke daerah perbatasan
dan pedalaman yang terpencil,” kata Cornelis.
Terobosan masalah geografis
Susanto, Direktur PT PIP, ketika perkebunan sawit yang mereka bangun
pada 2009, perusahaan sudah memikirkan dan kemudian merencanakan ekspor
CPO langsung dari Kapuas Hulu ke Sarawak. “Kita waktu itu sudah mempelajari, kalau menggunakan jalur dalam
negeri, CPO harus diangkut ke Pontianak menempuh jalan darat sekitar 700
km. Sangat sulit dengan kondisi jalan yang ada. Bila lewat sungai tidak
ada jaminan kontinuitas air tetap stabil dalam enam bulan karena
musim,” ungkap Susanto.
Terobosan harus dilakukan, dan Pelabuhan Darat Badau harus segera
selesai dan didayagunakan karena menelan biaya besar. Dengan
diresmikannya PLB Badau, baik Kapuas Hulu maupun Kalbar akan segera
berkembang dari alokasi APBN.
Diungkapkan Susanto, pada 2012 saja Kalbar sudah memproduksi lebih
dari 1,1 juta ton CPO. Sayangnya, yang tercatat sebagai data ekspor
Kalbar tidak lebih dari 200 ribu ton saja. “Sebagian besar dibawa ke Dumai, baru setelah itu diekspor dan
tercatat sebagai ekspornya Riau. Maka, ekspor melalui Badau merupakan
terobosan investasi dan ekonomi. Bukan saja semua perusahaan bisa
memanfaatkan, masyarakat dapat memproduksi selain CPO untuk di ekspor ke
Malaysia,” tutur Susanto.
PT PIP sendiri mengantongi izin lokasi perkebunan sawit sejak 2007.
Setelah sosialisasi dan berbagai proses untuk meyakinkan masyarakat akan
manfaat perkebunan sawit, barulah mulai beroperasi.
Bahkan PIP membawa tokoh-tokoh masyarakat studi banding ke daerah
yang perkebunan sawitnya sudah maju. “Sesudah mendapatkan keyakinan dan
dukungan penuh masyarakat, maka barulah kami mulai membangun,” ujarnya.
PT SMART Tbk, kata Susanto melaksanakan Forest Conservation Police
atau kebijakan konservasi hutan. Perusahaan melakukan empat kebijakan. Pertama, membangun kebun dengan melibatkan dan persetujuan dari
masyarakat. Kedua, melaksanakan land clearing tidak dengan pembakaran
lahan. Ini prinsip, sebelum pemerintah melarang pembakaran sejak 1993,
tidak melakukan pembakaran.
Ketiga, mengonservasi seluruh area izin lokasi yang mempunyai
konservasi tinggi. Di mana setiap kali dalam membuka kebun, perusahaan
bersama aksesor melakukan penelitian tentang lahan yang memiliki nilai
konservasi tinggi. “Lahan tersebut tidak akan ditanami dengan kelapa sawit, tapi akan dijaga sebagai lahan yang dikonservasi,” tuturnya.
Keempat, kebijakan yang baru diterapkan perusahaan pada 2011 yaitu
melakukan penelitian tentang High Carbon Stock (HCS). Artinya harus
memahami dan menaati aturan bahwa Kapuas Hulu adalah Kabupaten
Konservasi pertama di Indonesia. “Artinya di lahan perusahaan apabila melalui kajian ditemukan adanya
kawasan yang hutannya masih bagus dan memiliki stok karbon yang tinggi
akan dikonservasikan dalam suatu luas dan batasan tertentu,” pungkas
Susanto.
Sawit primadona dan Badau berkembang
Wamendag Bayu Krishnamurti memprediksi PLB Badau ke depan akan
mengalahkan semua PLB se-Kalimantan. Ekspor perdana tiga tangki CPO ini
akan diikuti gerbong-gerbong lainnya hingga 2020. “Tidak hanya bagi perusahaan ini, tapi juga yang lainnya. Pasalnya
tidak hanya CPO, karena bukan mustahil ekspor tambang dan lain-lain. Ini
lantaran di jantungnya Kalimantan, tidak ada tempat keluarnya melainkan
dari Badau,” ujar Bayu.
Wamendag menilai, Badau ke depan akan dry port (pelabuhan darat) yang
berkembang sehingga menjadi bandar yang ramai. “Jadi hari ini kita
membuat sejarah, karena Indonesia sekarang mempunyai pelabuhan ekspor
darat pertama,” ungkap Bayu.
Di Papua juga ada tetapi untuk keluar masuk barang eceran. Di Merauke
dan Timor-timur juga kecil-kecil. “Satu-satunya skala industri adalah
Badau. Itulah sebabnya kami memandang ini penting,” ungkapnya.
Bupati AM Nasir SH tak bisa menyembunyikan rasa bangga. Dia merasa
pendahulunya Abang Tambul Husin yang meletakkan upaya keras agar Badau
segera diresmikan, walaupun banyak kendala. Bahkan Nasir tidak menduga,
handicap geografis kini tergeser sehingga kabupaten paling ujung ini
menjadi ekspor perdana. “Kami ucapkan selamat dan sukses atas ekspor perdana ini.
Mudah-mudahan ini awal bangkitnya pertumbuhan ekonomi Kapuas Hulu. Tentu
ke depan, bukan hanya CPO saja yang bisa diekspor. Apakah karet,
tengkawang, dan sebagainya, dengan tujuan untuk menyejahterakan
masyarakat Kapuas Hulu,” katanya.
Bupati Nasir berharap ekspor perdana ini sebagai cambuk Kapuas Hulu
membangun ekonomi ke depan. Karena kalau hanya mengandalkan pemerintah
daerah dan masyarakat akan sulit. “Perlu kemitraan dengan pihak ketiga,
seperti investor dan sebagainya,” tandasnya.