Sunday 19 May 2013

Tahun 2020, Produksi CPO Kalbar Saingi Sumatera

*PT PIP Ekspor Perdana CPO via Pelabuhan Darat Pertama di Indonesia
Badau-Kapuas Hulu. Inilah ekspor crude palm oil (CPO) perdana melalui Pos Lintas Batas (BLB) Badau, Kapuas Hulu, sebagai pelabuhan darat pertama di Indonesia menuju Sarawak, Malaysia Timur. Tak kurang dari Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, yang melepas 70 ton CPO milik PT Paramitra Internusa Pratama (PIP), Sabtu (11/5). Ekspor perdana disaksikan oleh Gubernur Drs Cornelis MH dan Bupati Kapuas Hulu AM Nasir SH serta sejumlah pejabat serta masyarakat perbatasan.
Rasa bangga terlihat baik di wajah Wamendag Bayu Krisnamurthi, Gubernur Cornelis, dan Bupati Nasir. Bagaimana tidak, inilah ekspor CPO pertama di luar ekspor bersama se-Indonesia yang selama ini dilakukan lewat Dumai, Sumatera Utara. PT PIP sebagai salah satu unit usaha yang dikelola PT Sinar Mas Agro Research dan Technologies Tbk (PT SMART Tbk), tercatat sebagai eksporter CPO dari Kalbar dan bahkan Kalimantan.
Wamendag Bayu mengungkapkan, ekspor perdana ini pertanda fenomena baru Kalimantan yang selain meningkatnya perkebunan serta produksi CPO, juga angka ekspor. Kalbar dan Kaltim menurutnya pada 2010 total memproduksi satu juta ton CPO. Dan 2013 ini diperkirakan produksi CPO dari Kalimantan mendekati 4,5 juta ton. “Jadi dalam sekitar tiga tahun saja naik empat kali lipat. Itu karena tanaman-tanaman muda mulai menghasilkan,” ujar Bayu.
Saat ini Sumatra yang sudah puluhan tahun silam membangun perkebunan sawit dan pabrik CPO sudah memproduksi sekitar 17-18 juta ton. “Tapi pada tahun 2020, Sumatera dan Kalimantan akan sama produksinya mungkin mendekati 20 juta ton. Yang saya pikirkan adalah 20 ton ini nanti keluarnya lewat mana?” katanya.
Karena itu baik nasional terutama Kalbar harus memikirkan pelabuhan ekspor untuk CPO maupun turunannya ke depan. Sehingga setakat ini baru Badau sebagai Pelabuhan Darat di Indonesia akan menjadi terbesar di Kalimantan.
Tak pelak Gubernur Cornelis mengucapkan selamat kepada Grup Sinar Mas ini atas ekspor perdana CPO. Pemerintah Provinsi mengupayakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi wilayah perbatasan dan pedalaman. Dengan mendorong sinergi swasta, pemerintah dan masyarakat, investasi akan berperan mengembangkan Provinsi Kalbar yang luas wilayahnya 146.807 km2 atau 1,13 kali Pulau Jawa. “Pelaksanaan ekspor perdana CPO dari Badau akan memberikan dampak percepatan pengembangan perekonomian Kalbar hingga ke daerah perbatasan dan pedalaman yang terpencil,” kata Cornelis.

Terobosan masalah geografis

Susanto, Direktur PT PIP, ketika perkebunan sawit yang mereka bangun pada 2009, perusahaan sudah memikirkan dan kemudian merencanakan ekspor CPO langsung dari Kapuas Hulu ke Sarawak. “Kita waktu itu sudah mempelajari, kalau menggunakan jalur dalam negeri, CPO harus diangkut ke Pontianak menempuh jalan darat sekitar 700 km. Sangat sulit dengan kondisi jalan yang ada. Bila lewat sungai tidak ada jaminan kontinuitas air tetap stabil dalam enam bulan karena musim,” ungkap Susanto.
Terobosan harus dilakukan, dan Pelabuhan Darat Badau harus segera selesai dan didayagunakan karena menelan biaya besar. Dengan diresmikannya PLB Badau, baik Kapuas Hulu maupun Kalbar akan segera berkembang dari alokasi APBN.
Diungkapkan Susanto, pada 2012 saja Kalbar sudah memproduksi lebih dari 1,1 juta ton CPO. Sayangnya, yang tercatat sebagai data ekspor Kalbar tidak lebih dari 200 ribu ton saja. “Sebagian besar dibawa ke Dumai, baru setelah itu diekspor dan tercatat sebagai ekspornya Riau. Maka, ekspor melalui Badau merupakan terobosan investasi dan ekonomi. Bukan saja semua perusahaan bisa memanfaatkan, masyarakat dapat memproduksi selain CPO untuk di ekspor ke Malaysia,” tutur Susanto.
PT PIP sendiri mengantongi izin lokasi perkebunan sawit sejak 2007. Setelah sosialisasi dan berbagai proses untuk meyakinkan masyarakat akan manfaat perkebunan sawit, barulah mulai beroperasi.
Bahkan PIP membawa tokoh-tokoh masyarakat studi banding ke daerah yang perkebunan sawitnya sudah maju. “Sesudah mendapatkan keyakinan dan dukungan penuh masyarakat, maka barulah kami mulai membangun,” ujarnya.
PT SMART Tbk, kata Susanto melaksanakan Forest Conservation Police atau kebijakan konservasi hutan. Perusahaan melakukan empat kebijakan. Pertama, membangun kebun dengan melibatkan dan persetujuan dari masyarakat. Kedua, melaksanakan land clearing tidak dengan pembakaran lahan. Ini prinsip, sebelum pemerintah melarang pembakaran sejak 1993, tidak melakukan pembakaran.
Ketiga, mengonservasi seluruh area izin lokasi yang mempunyai konservasi tinggi. Di mana setiap kali dalam membuka kebun, perusahaan bersama aksesor melakukan penelitian tentang lahan yang memiliki nilai konservasi tinggi. “Lahan tersebut tidak akan ditanami dengan kelapa sawit, tapi akan dijaga sebagai lahan yang dikonservasi,” tuturnya.
Keempat, kebijakan yang baru diterapkan perusahaan pada 2011 yaitu melakukan penelitian tentang High Carbon Stock (HCS). Artinya harus memahami dan menaati aturan bahwa Kapuas Hulu adalah Kabupaten Konservasi pertama di Indonesia. “Artinya di lahan perusahaan apabila melalui kajian ditemukan adanya kawasan yang hutannya masih bagus dan memiliki stok karbon yang tinggi akan dikonservasikan dalam suatu luas dan batasan tertentu,” pungkas Susanto.

Sawit primadona dan Badau berkembang

Wamendag Bayu Krishnamurti memprediksi PLB Badau ke depan akan mengalahkan semua PLB se-Kalimantan. Ekspor perdana tiga tangki CPO ini akan diikuti gerbong-gerbong lainnya hingga 2020. “Tidak hanya bagi perusahaan ini, tapi juga yang lainnya. Pasalnya tidak hanya CPO, karena bukan mustahil ekspor tambang dan lain-lain. Ini lantaran di jantungnya Kalimantan, tidak ada tempat keluarnya melainkan dari Badau,” ujar Bayu.
Wamendag menilai, Badau ke depan akan dry port (pelabuhan darat) yang berkembang sehingga menjadi bandar yang ramai. “Jadi hari ini kita membuat sejarah, karena Indonesia sekarang mempunyai pelabuhan ekspor darat pertama,” ungkap Bayu.
Di Papua juga ada tetapi untuk keluar masuk barang eceran. Di Merauke dan Timor-timur juga kecil-kecil. “Satu-satunya skala industri adalah Badau. Itulah sebabnya kami memandang ini penting,” ungkapnya.
Bupati AM Nasir SH tak bisa menyembunyikan rasa bangga. Dia merasa pendahulunya Abang Tambul Husin yang meletakkan upaya keras agar Badau segera diresmikan, walaupun banyak kendala. Bahkan Nasir tidak menduga, handicap geografis kini tergeser sehingga kabupaten paling ujung ini menjadi ekspor perdana. “Kami ucapkan selamat dan sukses atas ekspor perdana ini. Mudah-mudahan ini awal bangkitnya pertumbuhan ekonomi Kapuas Hulu. Tentu ke depan, bukan hanya CPO saja yang bisa diekspor. Apakah karet, tengkawang, dan sebagainya, dengan tujuan untuk menyejahterakan masyarakat Kapuas Hulu,” katanya.
Bupati Nasir berharap ekspor perdana ini sebagai cambuk Kapuas Hulu membangun ekonomi ke depan. Karena kalau hanya mengandalkan pemerintah daerah dan masyarakat akan sulit. “Perlu kemitraan dengan pihak ketiga, seperti investor dan sebagainya,” tandasnya.