Sunday 19 May 2013

Melayani, Bukan Minta Dilayani

Sejatinya seorang pemimpin merupakan pelayanan masyarakat. Presiden, gubernur, walikota, bupati, dan bahkan DPR diberikan kepercayaan untuk mengurus rakyat. Di tangan mereka diberikan kewenangan besar agar melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Untuk itulah mereka digaji dengan uang rakyat yang jumlahnya tidak sedikit.
Trend demokrasi menjelang suksesi kepemimpinan selalu menjadi fenomena menarik. Ragam potret calon atau kandidat kerap menghiasi mata, baik melalui spanduk, pemberitaan atau lainnya. Begitu pula saat kampanye, semua pasti mencari perhatian dengan mengumbar kata-kata manis. Berbagai janji dan harapan selalu dilontarkan agar masyarakat mau memilihnya. Bahkan tidak sedikit mereka mesti mengeluarkan modal besar untuk mencari dukungan suara. Apa yang sebenarnya dikejar mereka, padahal sejatinya seorang pemimpin itu untuk melayani masyarakat?
Sebagai pemimpin mereka diberi hak dengan gaji besar. Bahkan fasilitas pun disediakan. Dan masyarakat pun tidak mempersoalkan itu, karena memang menjadi pemimpin itu memikul tanggung jawab yang besar. Seorang pemimpin memiliki otoritas yang tinggi dalam mengambil dan menentukan kebijakan. Melalui power-nya tersebut diharapkan menghasilkan kebijakan demi kepentingan masyarakat banyak. Untuk itu pemimpin mesti memiliki kredibilitas, kualitas, kapabilitas dan intelektualitas. Ini lantaran beratnya tanggung jawab yang harus dipikul serta dijalankan sebagai pemimpin dan wakil rakyat. Agar membawa perubahan ke arah kesejahteraan yang lebih baik. Tidak hanya kepada rakyatnya, bahkan kelak seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada Tuhan.
Semestinya seorang pemimpin dapat berkaca pada kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat. Setidaknya ada empat sifat kunci sukses kepemimpinan Rasulullah yang diikuti para sahabatnya.
Pertama, Siddiq atau bersikap jujur. Pemimpin yang memiliki sikap jujur, akan jauh terhindar dari kasus korupsi. Walaupun berkali-kali kesempatan selalu terbuka baginya untuk korupsi, namun peluang itu tidak akan pernah ia lakukan. Jujur adalah sesuai antara isi hati, retorika ucapan, dan laku perbuatan. Tidak sekali-kali berbohong atau mendustakan rakyatnya. Sifat jujur mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin. Jujur untuk menghargai orang lain, jujur untuk mengakui kesalahan dan kekurangan serta jujur dalam menyampaikan fakta dan kebenaran.
Kedua, amanah atau dapat dipercaya. Apabila pemimpin yang amanah, ia tidak akan mengkhianati rakyatnya. Sering kita dengar para kandidat ketika berkampanye mengumbar janji, namun ketika telah berhasil menduduki jabatannya ia seakan lupa. Maka jangan mudah percaya dengan pemimpin yang kerap mengumbar janji yang muluk-muluk. Karena pemimpin yang amanah, hanya berjanji yang pasti bisa ia tepati. Setiap amanah yang akan diberikan kepada kita harus benar-benar diperhitungkan terlebih dahulu apakah mampu mempertanggungjawabkannya atau tidak.
Pejabat yang dilantik tentu terlebih dahulu akan mengucapkan sumpah sebelum mengawali tugasnya. Bila melanggar sumpah, maka akan menjadi kehinaan bagi dirinya.
Ketiga, tablig atau kemampuan menyampaikan kebenaran. Seorang pemimpin wajib memiliki keberanian untuk menyampaikan kebenaran, walaupun pahit. Karena tablig sifat yang mengharuskan seseorang menyampaikan apa yang wajib disampaikan, tidak ada yang disembunyikan. Kemudian tegas serta lugas dalam menerapkan supremasi hukum dan keadilan. Namun pemimpin pun harus cermat mengemas komunikasi yang akan disampaikan kepada rakyatnya. Sehingga setiap pesan moral, visi dan misi yang diembannya menjadi semangat bersama untuk membangun masyarakat.
Sedangkan yang keempat, fathonah atau intelek dan cerdas. Syarat ini mesti dimiliki seorang pemimpin. Bukan berarti kecerdasan yang dimilikinya, malah menipu rakyat. Namun ilmu yang dimilikinya digunakan untuk mencurahkan segala pemikiran demi kemajuan rakyat. Dapat memilih serta memberdayakan secara cermat dan bijak berbagai potensi yang ada. Kemudian dalam waktu yang tepat untuk mewujudkan rencananya demi kesejahteraan masyarakat. Sebab pemimpin yang cerdas tidak kekurangan referensi untuk menjawab berbagai persoalan maupun ketika menciptakan sebuah ide. Sebaliknya, pemimpin yang bodoh akan kesulitan untuk mengambil keputusan atau cepat mengambil keputusan, tapi selalu salah dan sangat berpotensi membawa petaka untuk semua.
Semoga semua pemimpin yang ada di Indonesia, memiliki empat dasar syarat ini. Dengan harapan sukses dalam membimbing dan memajukan masyarakatnya. Harapan ini agar gaji besar, fasilitas dan kemewahan yang menggunakan uang rakyat diberikan kepada seorang pemimpin tidak sia-sia. Jadi pilihlan pemimpin yang siap melayani dan bukan malah minta dilayani.