Monday 1 December 2014

(Masih) Kisruh Kenaikan BBM

Terhitung sejak18 November 2014 lalu, pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Kenaikan ini diumumkan sendiri oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada 17 November 2014 malam. Harga BBM jenis premium yang sebelumnya Rp 6.500 per liter, naik Rp 2.000 menjadi Rp 8.500 per liter. Sedangkan Solar dari Rp 5.500 per liter, juga naik Rp 2.000 menjadi Rp 7.500 per liter.
Walaupun sebelumnya ada aksi-aksi penolakan atas rencana ini, Jokowi tetap menaikan harga BBM bersubsidi. Sebab, Jokowi menginginkan adanya pengalihan subsidi dari konsumtif ke sektor produktif. Dengan pengurangan subsidi BBM ini, pemerintah telah menghemat lebih dari Rp 100 triliun. Dana sebesar itu akan dialihkan untuk membangun infrastruktur jalan, jembatan, waduk, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Sama seperti di era pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono (SBY), Pemerintahan Jokowi pun memberikan kompensasi kepada masyarakat miskin atas kenaikan BBM ini. Bahkan di era Jokowi ini, masyarakat diberikan “Kartu Sakti” berupa Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonsia Sehat (KIS), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Meskipun harga BBM sudah dinaikan pemerintah, aksi penolakan terus berlangsung. Setiap hari ada saja kelompok masyarakat yang berdemontrasi. Bukan hanya mahasiswa, para buruh pun tidak mau ketinggalan.
Tidak semua demontrasi penolakan kenaikan harga BBM itu berjalan damai. Beberapa di antaranya berlangsung anarkis dan bentrok. Bahkan sampai menyebabkan tewasnya salah seorang warga. Seperti aksi unjukrasa mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang bentrok dengan polisi di Makassar, Sulawesi Selatan, telah merenggut nyawa Muhammad Arief alias Arief Pepe, warga Kelurahan Pampang I, Kecamatan Panakukkang, Kamis (27/11).
Ternyata, rencana pengalihan subsidi ke sektor produktif yang dijanjikan Jokowi tidak serta merta dapat diterima masyarakat. Entah sampai kapan demontrasi di beberapa daerah ini akan berakhir. Sementara pemerintah tetap mempertahankan kebijakannya menaikkan harga BBM subsidi di tengah turunnya harga minyak dunia.
Aksi sebagian elemen masyarakat ini, sebenarnya mewakili rakyat Indonesia lainnya yang hanya bisa pasrah dengan kebijakan pemerintah. Sebab, kenaikan BBM ini memiliki efek domino terhadap kenaikan harga-harga lainnya. Seperti kebutuhan pokok, bahan bangunan, tarif angkutan umum, dan seterusnya. Sedangkan daya beli masyarakat semakin berkurang.
Kondisi ini tentu membuat kehidupan masyarakat semakin sulit. Walaupun ada dana kompensasi untuk masyarakat miskin, nyatanya ini dirasakan tidak banyak membantu. Sebab, dana kompensasi yang diperoleh kurang sebanding dengan mahalnya harga-harga barang. Terlebih terhadap masyarakat di daerah terpencil.
Di sisi lain, penyaluran bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) yang merupakan kompensasi kepada masyarakat miskin akibat kenaikan harga BBM pun masih menimbulkan persoalan di beberapa daerah. Seperti adanya masyarakat miskin, tetapi tidak menerima PSKS. Sebaliknya, ada warga yang dianggap mampu, namun menerimanya. Akibat dianggap tidak tepat sasaran, akhirnya ada Kepala Desa (Kades) yang menjadi sasaran unjuk rasa warganya.
Tidak hanya itu, pola penyaluran dana bantuan PSKS ini pun kerap dipertanyakan. Di beberapa daerah masyarakat miskin penerima PSKS mesti antre berjam-jam dan tidak boleh diwakilkan. Akibatnya, seorang nenek berusia 69 tahun, Mak Icih tewas, Jumat (28/11) lalu. Warga Kampung Torowek, Desa Dirgahayu, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, ini tewas usai mengikuti antrean panjang untuk mendapatkan bantuan PSKS di Kantor Camat Kadipaten.
Kenaikan BBM bersubsidi ini pun mendapat penolakan dari legislatif di Senayan. Setidaknya sudah 200 anggota DPR yang menandatangi hak interpelasi terhadap Presiden Jokowi. Tujuannya, ingin meminta penjelasan langsung dari Presiden Jokowi terkait kebijakan menaikkan harga BBM. Apalagi, saat menaikkannya, pemerintah tidak berkonsultasi terlebih dahulu kepada DPR. Sikap Jokowi ini sangat berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Namun, hak interpelasi anggota DPR ini masih memunculkan pro dan kontra.
Melihat berbagai perkembangan menyangkut kisruh kenaikan harga BBM ini, kita tinggal menunggu akhirnya. Apakah masyarakat dan anggota DPR nantinya dapat menerima kebijakan pemerintah ini. Atau pemerintah yang malah melunak dengan menurunkan kembali harga BBM? Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment