Tuesday 21 October 2014

Inginkan Pembangunan Dimulai dari Desa

Putussibau. Banyak harapan terhadap Presiden Ir Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu. Melalui Wakil Bupati Kapuas Hulu, Agus Mulyana SH MH, berharap program-program pembangunan pemerintahan yang baru dimulai dari desa.
“Pertama-tama atas nama Pemkab dan masyarakat Kapuas Hulu, mengucapkan selamat atas pelantikan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden. Dan kita bersyukur prosesi pelantikan sudah berjalan aman, lancar dan tertib. Tentunya pemerintahan yang baru ini ke depan menjadi harapan semua rakyat Indonesia, termasuk di Kapuas Hulu,” ujar Agus di ruang kerjanya, Senin (20/10).
Disebabkan Kapuas Hulu berada di perbatasan antarnegara, Agus berharap program pembangunan menyentuh masyarakat perbatasan dan daerah tertinggal. Pemerintah baru membangun bangsa dan negara dimulai dari desa.
“Mengapa diharapkan mulai dari desa? Sebab kalau kota sudah dengan sendirinya orang berlomba-berlomba membangun kota. Pedagang dan berbagai investasi selama ini kebanyakan di kota,” ujarnya.
Tapi, kata Agus, tidak dengan desa. Bila pemerintah tidak ikut campur tangan, maka desa sulit berkembang. “ADD (Alokasi Dana Desa) yang menjadi program pemerintah digelontorkan melalui APBN, tentu diharapkan menyentuh masyarakat desa. Bila perlu tidak hanya Rp1 miliar, tapi kalau bisa lebih dari itu,” harap wakil bupati.
Sebagai kawasan perbatasan yang menjadi tapak depan wajah NKRI, Agus menginginkan ada perhatian khusus terhadap Kapuas Hulu. Begitu pula dengan anggaran, dia berharap pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) jangan hanya dihitung berdasarkan jumlah penduduk. “Berkenaan dengan politik anggaran tentu, selaku Pemkab Kapuas Hulu menginginkan DAU tidak hanya menghitung dari jumlah penduduk. Bila DAU yang diberikan berdasarkan jumlah penduduk tentu menyulitkan, tapi luas wilayah juga penting,” tegas Agus.
Begitu pula dengan regulasi yang berkenaan dengan kawasan perbatasan, mesti ada undang-undangnya. Dengan adanya Undang-Undang Perbatasan, maka ada patokan atau sumber khusus mengenai kawasan perbatasan. “Selama ini hanya ada UU nomor 43/2008 tentang Wilayah Negara, sehingga sangat luas. Sementara UU tentang Pulau Terluar ada, sedangkan khusus UU tentang perbatasan belum ada,” ungkapnya.
Tidak adanya UU yang mengatur secara khusus perbatasan, menjadi kesulitan dalam hal penganggaran. Sedangkan kementerian/kelembagaan yang terlibat di perbatasan banyak. Dengan banyaknya kelembagaan atau kementerian yang terlibat, menjadi beban anggaran. “Ini kalau kita mau perbatasan menjadi maju dan sebagai tapak depan NKRI,” ujar Agus.
Bila mau berkata jujur, kawasan perbatasan Indonesia sangat jauh perbedaannya dengan negara tetangga, Malaysia. Padahal perbatasan dijadikan pemerintah pusat sebagai beranda terdepan NKRI.
“Maunya kita tentu paling tidak sama dengan kawasan perbatasan negara tetangga. Mulai dari infrastruktur, kesejahteraan dan lain-lain. Sehingga tidak menimbulkan kecemburuan,” paparnya.
Memang sudah banyak investasi yang masuk ke kawasan perbatasan. Tetapi, belum terasa menyeluruh menyentuh masyarakat perbatasan. “DAK perbatasan pada 2015 isunya tidak ada lagi. Kalau ini benar, tentu akan semakin menyulitkan membangun perbatasan. Boleh DAK perbatasan ditiadakan lagi, tapi DAU diperbanyak,” ucapnya.
Selain kawasan perbatasan, Kapuas Hulu merupakan kabupaten konservasi yang telah menghibahkan sekitar 56,51 luas wilayahnya. Ini juga seharusnya menjadi perhatian khusus pemerintahan pusat. “Pemerintah pusat pun kita harapkan dapat menyuarakan kabupaten konservasi ini ke dunia internasional. Sehingga dapat kompensasi atas komitmennya menjaga lingkungan dan hutan,” demikian Agus.