Friday 3 January 2014

Jalan Negara Rusak Parah, Para Sopir Ancam Stop Beroperasi Sampai Pemerintah Memperbaiki

Kapuas Hulu. Para sopir truk ekspedisi, mobil tanki BBM, Bis, dan taksi mengancam stop beroperasi bila jalan negara Lintas Selatan di Kapuas Hulu - Kalbar yang saat ini dalam kondisi rusak parah tidak diperbaiki pemerintah. Pasalnya kondisi jalan saat ini, nyaris tidak bisa dilalui.
Ruas jalan negara mengalami hancur lebur antara Desa Sungai Mali Kecamatan Silat Hilir sampai Simpang Sejiram Kecamatan Seberuang. Disepanjang jalan ini begitu banyak jalan rusak, namun yang terparah ada diempat titik. Yaitu di Sungai Mali, Hutan Lindung, Sebalang dan Pala Kota. Kondisi jalan yang hancur lebur ini mengakibatkan banyak kendaraan yang terperangkap dan bahkan terguling. Sehingga antrian panjang pun tidak dapat dihindari, karena setiap kendaraan yang lewat harus bergantian dan mesti ditarik. "Pada setiap titik dijalan yang hancur itu, minimal panjang antrian mencapai satu kilo meter," jelas Dhani, mewakili teman-temannya para sopir, Kamis (2/1/2014) usai beraudensi ke DPRD Kapuas Hulu.
Kedatangan para sopir yang berjumlah sekitar 20 orang ini guna menyampaikan aspirasi dan mengutarakan rencana aksi mogok mereka. Tujuannya agar pihak legislatif bersama-sama eksekutif Kapuas Hulu dapat meneruskan aspirasi mereka ke Provinsi Kalbar maupun Pemerintah Pusat.  "Tujuan kita, agar pihak eksekutif dan legislatif Kapuas Hulu dapat memperjuangkan agar jalan tersebut bisa segera diperbaiki, minimal bisa dilalui. Karena kami sudah satu suara, akan stop beroperasi sampai jalan tersebut diperbaiki," ujarnya.
Para sopir berbagai angkutan ini memberi waktu kepada provinsi Kalbar mau pun pemerintah pusat hingga tanggal 10 Januari. Bila jalan tersebut tidak diperbaiki, dengan terpaksa mereka untuk sementara berhenti beroperasi sampai jalan tersebut diperbaiki pemerintah. Keputusan ini mereka pilih lantaran dengan kondisi jalan telah banyak memakan waktu dan biaya. Bila dalam keadaan normal dari Sintang ke Putussibau bisa ditempuh selama sembilan jam, kini perjalanan mereka memerlukan waktu hingga 48 jam. "Sebenarnya kami tidak mau stop beroperasi, karena kami juga yang rugi, tapi kalau beroperasi kami akan lebih rugi lagi," ujar sopir ekspedisi ini.
Sebetulnya, lanjut Dhani disepanjang jalan tersebut ada beberapa titik lagi  yang hancur. Namun atas inisiatif masyarakat setempat dibeberapa titik jalan hancur dipasang miting (papan jembatan). Hanya saja untuk melalui miting tersebut pengandara roda empat harus membayar antara Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu, sedangkan kendaraan roda dua Rp 1.000. "Setidaknya ada 12 miting, bayangkan berapa kami harus keluar uang," jelasnya.
Terkait keputusan rencana aksi mogok mereka ini, Dhani meminta masyarakat untuk maklum. Bahkan pihaknya mengharap masyarakat mendukung gerakan mereka, sehingga pemerintah lebih peduli dengan segera memperbaiki jalan tersebut. "Kita harap pemprov atau pun pusat cepat menanggapi ini dengan menurunkan UPJJ," harap Dhani.
Sementara itu, Camat Seberuang Soiti Santoso SSos mengakui ada tujuh titik jalan milik negara diwilayahnya rusak. Terutama yang terparah di Desa Pala Kota, hingga sulit dilalui dan harus antri panjang. "Ada beberapa titik atas inisiatif masyarakat membuat miting, tapi mereka memungut uang bila ada kendaraan yang lewat," katanya.
Kondisi jalan yang rusak ini sudah dilaporkan langsung Soiti ke PU Provinsi via selular. Namun mereka beralasan dananya belum ada, sehingga mesti menunggu sampai ada dana. "Padahal kondisi jalan ini sudah  banyak dikeluhkan masyarakat ke kecamatan," tukasnya.
Disambung Soiti, ruas jalan di Desa Pala Kota memang sering hancur. Karena selama ini penanganannya hanya tambal sulam dan kadang-kadang hanya ditimbun dengan sertu, tanah merah dan batu-batu besar. Akibatnya walau pun diperbaiki, jalan tersebut tidak tahan lama dan akhirnya hancur lagi. Untuk itu selaku Camat, Soiti mohon pemprov atau pun pusat segera memperbaiki jalan tersebut. Karena ini bukan hanya untuk warga Kecamatan Seberuang, tapi juga Kabupaten Kapuas Hulu secara keseluruhan. "Karena dengan keadaan jalan saat ini mengakibat fatal bagi arus perkonomian dari ibu kota provinsi ke kabupaten. Sehingga tidak heran, saat ini banyak masyarakat yang hendak ke Kota Pontianak memilih menggunakan pesawat, sedangkan kapasitas pesawat terbatas," terang Soiti.