Satu per satu kasus kejahatan yang melibatkan oknum penegak hukum
terus saja terjadi di negeri ini. Bila tidak segera diantisipasi, bukan
mustahil fenomena ini akan terus berulang.
Aparat penegak hukum, tentu saja bukan semata-mata kepolisian. Tetapi
juga hakim, jaksa, termasuk tentara. Di tangan merekalah seharusnya
hukum tegak di negeri kita ini.
Kejahatan telah melibatkan mereka bermacam-macam. Mulai kecil-kecilan, hingga kelas kakap. Tindak pidana ringan hingga yang paling berat. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran kode etik.
Kejahatan telah melibatkan mereka bermacam-macam. Mulai kecil-kecilan, hingga kelas kakap. Tindak pidana ringan hingga yang paling berat. Belum lagi pelanggaran-pelanggaran kode etik.
Sudah seharusnya, hal ini menjadi perhatian kita bersama. Sebelum
peristiwa memalukan yang dilakukan oknum aparat penegak hukum ini
menjadi tradisi yang mengakar. Kalau sampai itu terjadi, akan sangat
sulit diberantas.
Moralitas aparat penegak hukum sudah saatnya diperbaiki. Bila tidak,
negara yang kita cintai ini akan berada di ambang kehancuran. Pasalnya,
merekalah pengawal sekaligus penegak aturan di negeri ini.
Mereka digaji dengan uang rakyat untuk menegakkan supremasi hukum di
Indonesia. Melalui berbagai institusi penegak hukum inilah diharapkan
bangsa kita tertib, aman, dan damai.
Dengan dibentuknya berbagai lembaga penegak hukum, diharapkan dapat
mengayomi dan melindungi seluruh rakyat. Bisa dibayangkan apa jadinya
suatu bangsa bila tidak ada lembaga penegak hukumnya. Tentu, akan
berlaku hukum rimba.
Begitu besar harapan kita kepada penegak hukum. Tetapi, harapan itu
terasa sirna ketika menyaksikan ulah oknum-oknum penegak hukum kita.
Tidak sedikit, dari mereka yang terjerat tindak pidana.
Bahkan sering pula kita menyaksikan antarinstitusi penjaga keamanan
di negeri ini bentrok, seperti yang ditunjukkan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dengan Polisi Republik Indonesia (Polri).
Begitu banyak kejahatan yang melibatkan aparat penegak hukum, sesungguhnya membuat rakyat cemas dan ngeri. Pasalnya, merekalah
sejatinya garda terdepan membasmi kejahatan. Bukan malah menjadi pelaku
kejahatan.
Baru-baru ini, kita kembali dihebohkan oleh ulah aparat kepolisian.
Tidak tanggung-tanggung, aparat tersebut berpangkat perwira menengah.
Bahkan aksi kejahatannya pun membuat semua tercengang, lantaran diduga
terlibat jaringan Narkoba dan ditangkap ditangkap Polisi Di Raja
Malaysia (PDRM).
Bila benar, AKBP IEP yang bertugas di Polda Kalbar masuk jaringan
Narkoba internasional, ini merupakan pukulan telak bagi penegak hukum
kita. Bukan hanya itu, ulahnya pasti telah mencoreng wajah Indonesia.
Bila yang ditangkap atas kejahatannya cuma warga negara biasa, tidak
terlalu memiliki pengaruh apa-apa. Lain halnya bila yang ditangkap
tersebut merupakan anggota institusi Polri. Yang lebih parah lagi,
tertangkapnya atas kasus atensi Polri itu sendiri.
Sungguh ironis, di saat pemerintah ingin memberantas peredaran
Narkoba di Indonesia, malah penegak hukum itu sendiri sebagai
pengedarnya. Padahal pemerintah sangat serius ingin memerangi Narkoba.
Tidak cukup Polisi, bahkan pemerintah secara khusus membentuk badan
untuk menanggulangi maraknya peredaran di tanah air, yaitu dengan
membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dengan adanya peristiwa penangkapan tersebut, sangat wajar bila
masyarakat menilai peredaran Narkoba di nusantara ini sulit diberantas.
Sebab, ada aparat penegak hukumnya yang ikut bermain. Ini hanya salah
satu kasus kejahatan yang melibatkan penegak hukum, lalu bagaimana
dengan yang lainnya?.
Kasus AKBP IEP hanya segelintir permasalahan dari rendahnya moralitas
aparat penegak hukum kita. Sebab masih banyak lagi kasus-kasus yang
melibatkan penegak hukum.
Bukan hanya terjadi di tubuh Polri, tetapi juga Kehakiman, Kejaksaan
dan bahkan TNI. Hitung saja, sudah beberapa banyak oknum-oknum dari
lembaga tersebut masuk bui. Apakah karena membekingi kegiatan-kegiatan
ilegal, korupsi, ataupun melakukan tindak pidana lainnya.
Untuk menjaga wibawa instansi penegak hukum, sebenarnya pemerintah
telah melakukan berbagai upaya. Agar tidak tergiur melakukan kejahatan,
secara berangsur gaji mereka dinaikkan pemerintah. Belum cukup? mereka
pun diberikan reimunisasi. Semuanya itu bersumber dari uang rakyat.
Ketika akan dilantik, aparat penegak hukum mengucapkan sumpah di atas
kitab suci dengan menyebut nama Tuhan. Mereka pun dibentengi dengan
menandatangani fakta integritas. Namun nyatanya, semuanya itu tidak juga
bisa menjaga moral aparatur.
Jangankan fakta integritas, ternyata sumpah di atas kitab suci
dianggap hal biasa. Bukankah bersumpah di atas kitab suci memiliki
konsekuensi kepada Sang Pencipta. Bila dengan hukum Tuhan saja tidak
takut, apalagi hukum produk manusia.
Memang, masih banyak aparat penegak hukum yang baik. Tetapi, kita
tentu berharap kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum tidak
terulang lagi. Apalagi sampai mereka sebagai biang kerok atau otak suatu
kejahatan. Karena kalau itu terjadi, siapa lagi yang akan menegakkan
aturan di Republik ini?
Walaupun hanya dilakukan oknum, tetapi menimbulkan kesan buruk di
mata masyarakat. Yang patut diwaspadai, masyarakat menjadi apatis dan
tidak mempercayai institusi penegak hukum. Kalau sudah begitu, siapa
lagi yang bisa dipercaya di negeri ini?
No comments:
Post a Comment