Suhaid merupakan salah satu kecamatan di Kapuas Hulu. Dari Putussibau—ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, menuju Suhaid memakan waktu tempuh sekitar tujuh jam perjalanan darat. Kecamatan ini dapat juga ditempuh melalui jalur sungai.
Hermansyah, 40, warga Kecamatan Suhaid yang memiliki
penangkaran ikan arwana super red. Ayah tiga anak ini menjadikan penangkaran
ikan super red arwana sebagai tumpuan hidupnya mencari nafkah. “Rata-rata,
masyarakat di sini (Kecamatan Suhaid) ada kolam siluk (arwana), ini sudah
menjadi pekerjaan dan mata pencarian kami,” kata Hermansyah di kediamannya di
Suhaid, Kamis (17/6).
Potensi ikan arwana sebenarnya dapat menjadi kekayaan
daerah. Hanya saja, pemerintah daerah masih kurang perhatiannya terhadap para
penangkar ikan arwana. Para penangkar kurang mendapatkan penyuluhan. Begitu
pula dengan sosialisasi mengenai izin kolam dan perdagangannya. Termasuk
masalah chif atau sertifikat, kurang ada sosialisasi. Malah sempat terjadi
saling klaim antara Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Dinas
Perikanan. “Kita bukan tidak mau membuat, tapi birokrasinya rumit
dan kurang sosialisasi instansi terkait, baik Dinas Perikanan atau BKSDA,”
ujarnya.
Yang lebih parah, kata Hermansyah, mereka bekerja seperti
illegal, kirim ikan ke Kota Pontianak harus sembunyi-sembunyi. “Kita terpaksa
menitipkan ikan ke teman yang miliki surat. Dengan begitu ada biaya pinjam
surat,” jelasnya.
Hermansyah bukannya tidak mau mengurus segala
surat-suratnya. Hanya saja menurutnya, birokrasinya terlalu berbelit-belit.
Selain itu, biayanya pun mahal. “Pernah kawan mengurus surat, habisnya puluhan
juta,” jelasnya.
Walaupun super red arwana habitatnya di Kapuas Hulu,
tidak semua daerah di Bumi Uncak Kapuas cocok dijadikan lokasi penangkaran.
Berbeda dengan alamnya Kecamatan Suhaid, begitu sangat mendukung dilakukan
penangkaran ikan mahal tersebut. “Ikan ini sensitif dalam pemilihan alam. Makanya di
Kapuas Hulu tidak seluruh wilayahnya cocok untuk arwana produksi, tapi kalau
hanya sekedar ikan bisa hidup banyak. Ini karena air di Suhaid lebih cocok,”
jelas Hermansyah.
Diceritakan Hermansyah, ia menggeluti penangkaran ikan
super red arwana sejak tahun 2004. Waktu itu modalnya masih mahal, di mana
Rp3,4 juta ekor ukuran 12 centimeter. Kemudian 10 anakan ini ia beli dan
dipelihara, sehingga akhirnya bisa menjadi induk. Sekarang induk yang dimiliki
Hermansyah ada sekitar 200 ekor. Bahkan kolam yang semula hanya satu, bertambah
menjadi tiga saat ini. “Sekarang induk arwana super red dihargai Rp15 juta,
sedangkan anaknya Rp1,7 juta,” ungkapnya.
Sistem pemasaran, ia jual langsung ke Pontianak. Namun
ada pula pembeli yang datang langsung ke tempatnya. Melalui pedagang-pedagang
ini, ikan-ikannya melanglang buana ke seluruh Indonesia dan mancanegara.
“Penangkaran ikan arwana terbesar di Kalbar memang ada di Kota Pontianak dan
Kubu Raya, tapi masalah kualitas ikan masih menang kita,” ucap Hermansyah.
Hermansyah termasuk penangkar ikan arwana sukses. Dari
penjualan ikan arwana, ia bisa memiliki omzet antara Rp1 miliar hingga Rp1,5
miliar dalam setahun. Sekali panen satu induk bisa mencapai 30-40 ekor anakan.
Sementara karyawannya ada empat orang. “Untuk umpan ikan masih sangat mudah. Karena kita hanya
kasih makan anak-anak ikan, yang masih banyak di Suhaid ini. Bukannya tidak mau
kasih kodok. Selain mahal, ikan arwana itu hidupnya memang makan ikan-ikan
kecil. Karena di alam ikan ini memang begitu,” terangnya.
Di Suhaid, sambung dia, biaya operasional penangkaran
ikan arwana masih murah. Usia ikan arwana yang bisa dijual kisaran tiga bulan.
Sistem panen ada tiga, yaitu panen telur, panen pertengahan dan panen tua.
Semua tergantung ketahanan induknya. “Panen telur, di mana telurnya masih
berbentuk kelereng atau telur. Panen pertengahan, yaitu antara 15-25 hari.
Sedangkan panen tua, yaitu 40-50 hari. Pemilihan panen tergantung ketahanan
induknya,” papar Hermansyah.
Sebagai habitat asli Kapuas Hulu, maka sudah sewajarnya
ikan super red arwana ini segera diurus hak ciptanya oleh pemerintah daerah.
Jangan sampai keduluan daerah lain, apalagi negara tetangga, Malaysia. Karena
untuk Malaysia sudah memiliki hak cipta jenis arwana golden red. “Sangat lucu,
Malaysia sudah mematenkan golden red, kok kita tidak mematenkan super red
arwana. Padahal ini produk andalan kita, tapi tidak ditunjang. Kalau sudah
dipatenkan, maka akan menambah nilai jual. Pemerintah jangan lambat
mempatenkannya,” harap Hermansyah.
bs minta contact no nya ?
ReplyDeleteTahniah kepada penangkaran arowana
ReplyDelete