*Cagar Budaya Tertua, Terpanjang dan Tertinggi di Indonesia
Putussibau. Sedikitnya 600 jiwa penghuni Rumah Betang Panjang Sungai Uluk Palin di
Desa Sungai Uluk Palin, Kecamatan Putussibau Utara Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat membutuhkan uluran
tangan. Rumah Betang yang berusia ratusan tahun dan telah dijadikan
cagar budaya nasional itu, kini menjadi arang akibat terbakar, Sabtu
(13/9) sekitar pukul 23.00.
Tidak ada yang bisa diselamatkan dari betang yang telah berusia ratusan tahun tersebut. Jangankan harta benda, barang-barang pusaka peninggalan leluhur pun ikut terbakar. Kini, betang tertua, tertinggi dan terpanjang itu telah menjadi puing dan kenangan.
Tidak ada yang bisa diselamatkan dari betang yang telah berusia ratusan tahun tersebut. Jangankan harta benda, barang-barang pusaka peninggalan leluhur pun ikut terbakar. Kini, betang tertua, tertinggi dan terpanjang itu telah menjadi puing dan kenangan.
Kesedihan mendalam penghuni betang tampak terlihat saat Wakil Bupati
Kapuas Hulu, Agus Mulyana SH MH mengunjungi mereka, Minggu (14/9) sore.
Bersama Dandim 1206/Psb Letkol Inf Vivin Alivianto, Danyon 644/Wls
Letkol Inf Nico Reza H Dipura dan beberapa Kepala SKPD, wakil bupati
menyerahkan berbagai bantuan secara simbolik. “Rumah Betang ini ada 54
pintu. Tapi kebakaran mengakibatkan lima rumah yang ada di bawahnya juga
terbakar. Ada 160 KK (Kepala Keluarga) dan sekitar 600 jiwa yang
kehilangan tempat tinggal,” kata Budi, salah seorang penghuni rumah
Betang Panjang Sungai Uluk Palin.
Diceritakan Budi, kebakaran terjadi sekitar pukul 23.00 pada Sabtu
(13/9). Asal api muncul dari bilik milik Pak Gunung yang berada di
tengah rumah betang. Saat itu, pemilik bilik sedang melakukan pengasapan
atau menyalai daging di atas pembakaran. Ketika sedang mengasapi
daging, ternyata Pak Gunung tertidur. Bahkan ia tidak menyadari,
pengasapan yang dilakukannya mengakibatkan kebakaran. “Mungkin karena
lemak dari daging yang diasapinya itu menetes di lantai, sehingga
mengakibatkan terjadi kebakaran,” ujar Budi.
Budi mengaku mengetahui terjadinya kebakaran, begitu juga penghuni bilik
lainnya. Mengetahui terjadi kebakaran, Pak Gunung yang berusia sekitar
50 tahun itu pun dibangunkan saat sedang tertidur. Saat itu api sudah
besar dan dengan cepat merembet ke bilik-bilik lainnya. Tidak menunggu
lama, api menghanguskan seluruh rumah betang yang terbuat dari kayu
tersebut. Akibatnya, penghuni betang tidak mampu menyelamatkan harta
bendanya.
“Sekitar satu jam, seluruh rumah betang terbakar. Kami tidak sempat
menyelamatkan harta benda, yang kami pikirkan hanya menyelamatkan diri.
Kaki saya saja sampai terluka karena membantu menyelamatkan penghuni
yang lain. Apalagi betang ini hanya ada tiga tangga, sehingga untuk
turun harus berebutan,” jelasnya.
Diungkapkan Budi, pemilik bilik yang menjadi penyebab kebakaran saat ini
sedang diungsikan ke kantor polisi. Sebab penghuni lain sempat mau
menghakiminya. “Di betang ini banyak tersimpan barang-barang antik
seperti gong, tawak, bedil, pedang, keris, mandau dan lain-lain. Barang
pusaka antik tersebut merupakan warisan nenek moyang kami yang tidak
boleh diperjualbelikan. Sebab bila berani menjualnya, maka akan
dikenakan sanksi adat. Makanya kalau ditaksir secara keseluruhan,
kerugian lebih Rp1 miliar, karena ada barang-barang pusaka dan antik,”
katanya.
Budi berharap pemerintah, apakah pemerintah daerah, provinsi maupun
pusat dapat membangun kembali rumah betang mereka. Pasalnya, tidak hanya
dijadikan situs budaya daerah, rumah betang Uluk Palin sebelumnya telah
dijadikan cagar budaya bangsa. Karena rumah betang mereka merupakan
tertua, tertinggi dan terpanjang di seluruh Indonesia. Betang ini telah
mereka jaga selama ratusan tahun, dengan tetap mempertahankan
keasliannya. “Selain itu, kami juga minta dipertimbangkan agar
pemerintah bisa mengganti barang-barang kami yang telah terbakar,” harap
Budi.
Wakil Bupati Agus Mulyana menyampaikan rasa prihatin yang mendalam atas
kejadian kebakaran tersebut. Menurutnya, apa yang terjadi adalah
kehendak Tuhan. “Oleh karena itu kita hanya bisa mengambil hikmahnya
saja, sambil terus berusaha dan berjuang. Siapapun tentu tidak mau
mengalami ini,” katanya.
Masyarakat yang menjadi korban jangan terlena dan berkesusahan
berlebihan, sehingga tidak ada upaya berjuang. Tetap berdoa, walaupun
dengan kondisi apapun agar selalu diberikan kekuatan. Sehingga ke depan
bisa bangkit dan lebih baik lagi.
“Kami ada memberikan bantuan untuk hari ini, karena sifatnya darurat.
Bantuan sementara ini tidak mungkin mencukupi semuanya, tapi nanti akan
ada bantuan susulan. Di sini juga akan tetap bertahan petugas posko
kesehatan dan posko bantuan,” jelas Agus.
Terkait pembangunan betang tersebut, menurut wakil bupati, karena ini
menyangkut cagar budaya, maka Pemkab kapuas Hulu mesti melaporkan dulu
ke pemerintah pusat. Pasalnya, sebagai cagar budaya, Betang Uluk Palin
bukan hanya milik Kapuas Hulu, tapi juga Indonesia. Namun, wakil bupati
berharap, bila tidak bertentangan dengan aturan dapat dibangun baru.
Paling tidak dibuat mirip dengan corak yang lama. “Unt
Namun hal yang terpenting saat ini, bagaimana mengatasi korban yang
masih dalam kondisi panik. Agus berharap ada dukungan dari berbagai
pihak, baik bantuan materil maupun moril untuk memberikan penguatan
kepada korban.
“Untuk jangka pendek, akan didirikan tenda sebagai tempat tinggal
sementara korban. Itu pun tidak boleh lama. Untuk itu, kami akan
berkoordinasi paling tidak bantuan berupa atap seng dahulu untuk
beberapa KK yang jadi korban. Kemudian warga akan didorong untuk meramu
sendiri bangunannya, sebagai tempat tinggal sementara,” ungkap Agus.
Dalam sepekan terakhir ini, setidaknya sudah ada dua rumah betang yang
terbakar. Agus mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan
pengasapan atau menyalai di dalam rumah. Apakah itu buah tengkawang
ataupun jenis binatang buruan. Tapi lakukan di luar rumah dan jaraknya
jauh.
“Apalagi saat ini sedang musim buah tengkawang, banyak orang melakukan
pengasapan. Minyak tengkawang itu kalau netes saat pengasapan tentu
berbahaya. Bukan hanya betang saja, tapi juga rumah-rumah lainnya,”
imbau Agus.
Moses Saloh, Temenggung Tamam Baloh Apalin menuturkan, warganya yang
menjadi korban kebakaran merasakan kesedihan yang mendalam. Bukan hanya
kehilangan tempat tinggal, kekayaan bangsa yang ada di rumah betang ikut
hilang. “Tapi kami tidak boleh juga sedih berlarut-larut. Karena kami
harus bangkit,” ujarnya.
Moses mengucapkan terima kasih atas perhatian pemerintah daerah yang
cepat memberikan bantuan kepada korban. Namun, pihaknya masih
mengharapkan bantuan-bantuan lainnya, baik dari pemerintah daerah,
pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. “Apalagi saat ini masyarakat
mau melakukan kegiatan tebar benih. Jangankan untuk tebar benih, untuk
makan sehari-hari saja kami sudah tidak ada,” ungkap Moses.
uk membangun
betang seperti dulu perlu dikaji ketentuannya. Karena betang ini
satu-satunya tertua, terpajang dan tertinggi, bukan hanya di Kalbar,
tapi di Indonesia. Makanya betang ini tidak hanya ditetapkan sebagai
situs, tapi juga cagar budaya. “Melalui Disbudpar Kapuas Hulu, saya
meminta agar berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Apakah dengan
kondisi seperti ini masih kita benahi sebagai cagar budaya. Kalau memang
diperbolehkan, maka kita akan berupaya mengembalikan seperti bentuk
sedia kala,” terangnya.