Sebagai beranda depan NKRI, seharusnya kawasan perbatasan lebih
diperhatikan. Tidak hanya infrastruktur, tapi juga berbagai sendi
kehidupan masyarakatnya. Sebab wajah kawasan perbatasan yang paling
dekat dilihat negara tetangga.
Saya tidak tahu kondisi perbatasan daerah lain, tapi sedikit banyak saya paham kondisi perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Di berbagai sendi kehidupannya, mereka masih ketergantungan dengan negara tetangga Malaysia. Berbagai produk negeri jiran sangat mudah kita temukan di kawasan perbatasan. Dan masyarakat perbatasan pun lebih memilih produk Malaysia daripada asal negeri sendiri.
Saya tidak tahu kondisi perbatasan daerah lain, tapi sedikit banyak saya paham kondisi perbatasan di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Di berbagai sendi kehidupannya, mereka masih ketergantungan dengan negara tetangga Malaysia. Berbagai produk negeri jiran sangat mudah kita temukan di kawasan perbatasan. Dan masyarakat perbatasan pun lebih memilih produk Malaysia daripada asal negeri sendiri.
Kondisi ini tentu sangat kita sayangkan. Tapi kita juga tidak bisa
menyalahkan masyarakat perbatasan. Mengingat produk-produk negeri
tetangga sangat mudah didapatkan dengan harga yang lebih terjangkau.
Tidak seperti produk dalam negeri yang harganya relatif mahal lantaran
sulit didatangkan dari Pontianak. Begitu pula dengan mobil Malaysia,
seliweran di kawasan perbatasan.
Alasan lain masyarakat banyak menggunakan produk Malaysia karena mutu
atau kualitasnya lebih terjamin. Sampai-sampai beras pun mereka lebih
memilih dari Malaysia. Alasannya, selain murah, kualitasnya pun lebih
terjamin. Ini hanya sebagian kecil produk Malaysia yang digunakan
masyarakat perbatasan Indonesia. Karena masih banyak lagi produk-produk
konsumtif milik Malaysia untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
sehari-hari.
Dominasi produk-produk Malaysia ini bahkan sempat diakui Kabid
Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
(Disperindagkop) Kabupaten Kapuas Hulu. Berdasarkan hasil survei mereka
daerah perbatasan sekitar 85 persen masih dikuasai produk-produk
Malaysia. Setidaknya produk Malaysia ini beredar di lima kecamatan di
Kapuas Hulu. Meliputi Kecamatan Badau, Puring Kencana, Empangan, Batang
Lupar, dan Embaloh Hulu. Maraknya peredaran produk Malaysia di
perbatasan karena pedagang lebih mudah mendapatkannya. Daerah mereka
dekat dengan perbatasan Malaysia. Bahkan bila dibandingkan ke ibu kota
Kabupaten Kapuas Hulu, jaraknya lebih dekat dengan wilayah Sarawak.
Pengaruh Malaysia terhadap masyarakat perbatasan bukan hanya pada
produk-produk konsumtif saja. Bidang komunikasi dan informasi pun
dikuasai Malaysia. Untuk menangkap siaran televisi Malaysia, masyarakat
tidak perlu repot-repot membeli parabola, karena cukup dengan antena
biasa. Sementara ketika masyarakat ingin menonton siaran televisi
nasional mereka harus membeli parabola lagi. Begitu pula dengan radio,
milik Malaysia lebih mengudara. Kenyataan ini juga pernah diakui Kepala
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten
Kapuas Hulu.
Ketergantungan masyarakat perbatasan terhadap negara kerajaan
tersebut bahkan tidak habisnya. Untuk menopang kehidupan sehari-harinya,
tidak sedikit mereka kerja ke negeri tetangga. Mereka menganggap
penghasilan kerja di Malaysia lebih menjanjikan daripada dalam negeri.
Begitu pula dengan berobat, masih ada dari mereka yang memercayakan
kesehatannya kepada rumah sakit di Malaysia.
Begitu pengaruhnya Malaysia terhadap mereka, tidak heran di
perbatasan masih banyak menggunakan dua mata uang ketika bertransaksi
jual beli. Selain Rupiah, mereka pun sudah terbiasa menggunakan Ringgit.
Lebih parah lagi, masalah waktu pun masih ada yang berpatokan dengan
waktu Malaysia. Terutama orang-orang tua, bila mereka mengatakan jam
08.00, itu artinya jam 07.00 di Indonesia. Penggunaan waktu zona
Malaysia ini lantaran masyarakat perbatasan banyak bekerja di Malaysia.
Tidak hanya masyarakat saja yang ketergantungan dengan Malaysia.
Bahkan PLN yang notabene milik Pemerintah RI untuk melayani kebutuhan
masyarakat perbatasan akan listrik pun mesti beli ke Malaysia. Mereka
beralasan kebijakan tersebut diambil karena lebih efisien dan cepat.
Sehingga tidak perlu pusing-pusing lagi membangun pembangkit listrik dan
menyediakan bahan bakarnya. Bahkan untuk melayani masyarakat perbatasan
akan listrik yang terus meningkat, PLN berencana kembali membeli
listrik Malaysia atau untuk penambahan dayanya.
Memang setelah dijadikan sebagai beranda depan NKRI, kawasan
perbatasan mulai tampak beberapa pembangunan. Namun bukan hanya
pembangunan fisik yang mesti dilakukan. Karena pembangunan nonfisik
lebih penting. Baik ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya juga harus
mendapatkan perhatian serius. Bagaimana membuat mental masyarakat
perbatasan agar tidak ketergantungan dengan Malaysia.
Apalagi perbatasan akan berkaitan dengan negara kesatuan. Jangan
hanya masyarakat perbatasan dituntut memiliki jiwa nasionalisme, namun
kepedulian pemerintah terhadap mereka minim. Ibaratnya bila ingin
dicintai, maka cintailah orang lain.
Masyarakat perbatasan butuh peningkatan kesejahteraan. Bila dari segi
ekonomi mapan, otomatis mereka akan kompak dan tidak akan
terpengaruh-pengaruh dari luar negeri tetangga. Jangan beranda terdepan
NKRI, hanya slogan semata tanpa ada implementasinya di lapangan.
Tulisan ini diharapkan pemerintah pusat lebih peduli terhadap
perbatasan. Jangan sampai masyarakat perbatasan menganggap Malaysia yang
lebih peduli terhadap mereka daripada negaranya sendiri. Ujung-ujungnya
masyarakat perbatasan berbondong-bondong ingin menjadi warga negara
Malaysia. Yang akhirnya akan membuat pemerintah pusat kebakaran jenggot.