Sepertinya wacana kenaikan ini ditanggapi biasa oleh masyarakat. Tidak seperti tahun kemarin, di mana banyak aksi demonstrasi sebagai bentuk penolakan rencana kenaikan BBM. Begitu dahsyatnya gelombang protes, ditambah lagi beberapa fraksi di DPR RI yang tergabung dalam Setgab yang awalnya mendukung, namun berbalik arah, akhirnya pemerintah pun melunak. Tanggal 1 April 2012, Presiden SBY tidak jadi menaikkan BBM.
Kini, pemerintah kembali merencanakan untuk menaikkan BBM ini. Bahkan
rasanya, kenaikan ini sudah dapat dipastikan. Namun, tampaknya atas
rencana ini tidak ada aksi penolakan yang berarti. Apakah saat ini
memang masyarakat sudah dapat memahami, karena kenaikan harga tersebut
sudah menjadi sesuatu yang wajar dan keharusan?
Rencana pemangkasan subsidi BBM benar-benar menjadi dilema sulit bagi
pemerintah. Di satu sisi, jika tak segera dicarikan solusi, beban
subsidi terhadap BBM terus mengancam stabilitas Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara (APBN). Jika melihat komposisi subsidi yang ada di APBN
pada tahun 2012, subsidi BBM baik yang dikonsumsi langsung oleh
kendaraan maupun digunakan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), sudah
menembus angka Rp 300 triliun. Ini berarti subsidi BBM telah memakan
porsi 20 persen dari volume APBN sekitar Rp 1.500 triliun.
Tahun 2013, alokasi subsidi BBM diperkirakan akan meningkat mencapai
Rp 320 triliun dari jumlah APBN sekitar Rp 1.600 triliun. Mungkin tahun
2014 beban subsidi bisa saja berada di angka Rp 400 triliun. Untuk
itulah, pemerintah bersikukuh pemangkasan subsidi BBM ini mendesak.
Apalagi berdasarkan penelitian, ternyata yang menikmati subsidi BBM itu
77 persen orang yang mampu.
Pemerintah pun memahami, kenaikan BBM ini akan memiliki efek domino,
karena akan berdampak luar biasa terhadap kehidupan masyarakat luas.
Meski nantinya harga BBM bersubsidi harus dinaikkan, namun tetap perlu
memerhatikan dampak sosial ekonominya. Sebab seperti biasanya, kenaikan
ini pastinya akan membawa imbas pada harga-harga kebutuhan lainnya.
Dapat dikatakan BBM naik, barang-barang lain pun ikut naik.
Kondisi ini tentu semakin memberatkan masyarakat, terutama masyarakat
kecil. Untuk itulah pemerintah berencana memberikan kompensasi kepada
masyarakat kecil, terkait kenaikan BBM ini. Pasalnya Presiden SBY, akan
menaikkan harga BBM setelah adanya kepastian persetujuan DPR terkait
adanya dana kompensasi yang diajukan pemerintah melalui APBN Perubahan
tahun 2013. Sebab tanpa adanya kompensasi, katanya pemerintah kembali
akan menunda kenaikan BBM ini.
Untuk itu, saat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah
mengalokasikan Rp 12,5 triliun untuk program penanggulangan kemiskinan
dan pembangunan infrastruktur dasar. Dana tersebut terdiri dari program
raskin Rp 4,3 triliun, beasiswa masyarakat miskin Rp 7,5 triliun, dan
Program Keluarga Harapan (PKH) Rp 700 miliar. Ada juga program bantuan
langsung sementara masyarakat (BLSM) Rp 11,6 triliun.
Empat program kompensasi ini tentu baik. Namun program
kompensasi-kompensasi ini tidak boleh bocor lagi seperti pengalaman
program Bantuan Langsung Tunai (BLT). BLSM harus tepat guna dan tepat
sasaran. Karena merujuk hasil studi dan analisis LP3ES, program BLT
pernah mengalami kebocoran sampai sekitar 2,5 persen.
Walaupun banyak yang setuju, namun ada juga yang masih tidak setuju
BBM dinaikkan. Mereka menganggap kenaikan itu belum perlu, lantaran
pemerintah sebenarnya masih banyak opsi agar subsidi BBM tidak
dinaikkan. Di antaranya, selama ini, APBN tidak pernah terserap 100
persen. Anggaran terserap maksimal hanya belanja pegawai. Sementara
belanja modal dan barang tidak pernah terserap hingga 100 persen. Mereka
yang tidak setuju BBM dinaikkan, juga menilai pengeluaran negara untuk
perjalanan dinas dinilai sangat boros. Di mana audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) pada 2011 menunjukkan pemborosannya mencapai 20 persen
dari total anggaran perjalanan dinas.
Terkait pro-kontra ini, kita masyarakat hanya bisa menunggu. Apakah
BBM bersubsidi nanti benar-benar dinaikkan, atau mengalami pembatalan
seperti sebelumnya. Namun menurut hemat saya naik atau tidaknya BBM
bersubsidi, yang lebih penting masalah ketersediaan BBM itu sendiri.
Jangan sampai BBM langka dan akhirnya lebih membuat gejolak di
tengah-tengah masyarakat. Karena tidak dapat dimungkiri, BBM saat ini
menjadi salah satu kebutuhan pokok yang mendasar bagi kehidupan
masyarakat.