Thursday, 4 July 2013

Bantah Proyek di Desa Keliling Semulung Dikerjakan Asal-asalan

Putussibau. Pengelola PNPM Kecamatan Embaloh Hilir membantah proyek jalan rabat beton Desa Keliling Semulung yang menghubungkan ke Jalan Lintas Kapuas di Dusun Keliling Semulung Hilir dikerjakan asal-asalan, dan membantah ada pemotongan 20 persen dari total anggaran PNPM Integrasi 2012 itu.
Fasilitator Teknik PNPM Kecamatan Embaloh Hilir Iswandi menyampaikan pemotongan dana 20 persen tidaklah benar. Memang awalnya untuk pelaksanaan PNPM Integrasi maksimal ajuan dana Rp 500 juta, dan masyarakat mengusulkan jembatan gantung plus jalan rabat beton untuk Desa Semulung tembus Jalan Lintas Kapuas. “Namun setelah dihitung dana Rp 500 juta itu minim, karena untuk nilai jembatan gantung itu saja sekitar Rp 300 juta dengan panjang 55-60 meter. Kemudian untuk jalan rabat beton, rencana awalnya kalau dananya Rp 500 juta dengan lebar 1,2 meter dan panjang 2,6 kilometer,” jelas Iswandi didampingi Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK) Helena, pelaku PNPM desa dan pekerja, yang difasilitasi Camat Embaloh Hilir, Drs Ridwan kepada wartawan, Rabu (3/7).
Bantahan itu disampaikan Iswandi menyikapi 43 warga Desa Keliling Semulung, yang menandatangani surat penolakan jalan gang yang menghubungkan Jalan Lintas Kapuas di Dusun Keliling Semulung Hilir dari anggaran PNPM Integritas 2012. Mereka menganggap pengerjaan proyek tersebut asal-asalan, dan terjadi pemotongan 20 persen dari total anggaran sebesar Rp 500 juta.
Iswandi menjelaskan, sebelum dimusyawarahkan di tingkat kabupaten, Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) itu harus sudah jadi di setiap kecamatan. Setelah jadi barulah setiap usulan dirangking oleh kabupaten. “Waktu itu dihadiri lima masing-masing perwakilan kecamatan. Setelah dibahas dana ada Rp 6 miliar untuk 16 kecamatan. Kalau saat itu dirangking, ada empat kecamatan yang tidak akan dapat. Sehingga dilakukan rembuk untuk musyawarah mufakat oleh perwakilan 16 kecamatan, agar jangan sampai ada kecamatan yang tidak dapat,” terangnya.
Akhirnya, Iswandi mengatakan pada rapat tingkat kabupaten didapat solusi, supaya kegiatan yang nominalnya dirasakan terlalu tinggi, harus dikurangi, masing-masing 20 persen. Sehinggan untuk Embaloh Hilir yang awalnya Rp 500 juta menjadi 400.287.000. Setelah itu tidak ada pemotongan lagi dan murni dana langsung masuk ke rekening UPK. “Saat pulang ke desa, sudah disampaikan termasuk kepada Gabriel yang saat itu hadir. Bunyi bahasanya bukan pemotongan, tapi penyesuaian dana. Waktu rapat itu, masyarakat menerima semua, artinya mereka paham akan hal itu, tapi tidak tahu dikemudian hari ada muncul lagi masalah ini,” ujarnya.
Menurut Iswandi, dalam RAP awalnya ada parit dan pemerataan jalan. Kedua kegiatan ini dikerjakan secara swadaya masyarakat. Karena di PNPM walaupun sifatnya pembangunan tapi lebih menekankan partisipatif, sehingga berbeda dengan proyek APBD atau APBN. “Waktu rapat, awalnya masyarakat sanggup membuat parit sisi kiri-kanan dan pemerataan apabila ada yang bergelombang. Berdasarkan kesepakatan itu akhirnya saya membuat RAP yang ada pengupahan hanya saat pengecoran,” jelasnya.
Seharusnya, sambung Iswandi berdasarkan kesepakan masyarakat bergotong-royong membuat parit dan meratakan jalan sebelum pengecoran, ternyata masyarakat tidak ada yang mau turun membuat parit saat itu.
“Kita pun tidak bisa berbuat apa-apa, padahal sudah dikonsultasikan. Hingga akhirnya langsung dilakukan pengecoran. Pada pengecoran ini yang punya lahan diutamakan untuk bekerja, termasuk Gabriel. Tapi mereka hanya bekerja seminggu, dengan alasan tidak mampu atau tidak sanggup,” kata dia.
Ketua TPK, Helena menambahkan, setelah penyesuaian anggaran yang dipotong 20 persen, pagu dana tersisa Rp 400.287.000. Untuk pembangunan jembatan gantung dengan panjang 50 x 1,5 meter Rp 215.565.628. Sementara jalan rabat beton dengan panjang 2000 x 1 meter Rp 160.699.000. Sedangkan untuk biaya operasional UPK sebanyak 2 persen, yaitu Rp 8.005.700 dan TPK sebanyak 3 persen, yaitu Rp 12.008.300. “Dengan dana ini jembatan gantung selesai. Begitu pula jalan rabat beton selesai yang semula di RAP sepanjang 2000 meter, tapi diselesaikan sepanjang 2083 meter. Sehingga pengerjaannya lebih 83 meter,” jelasnya.
Helena melanjutkan, yang seharusnya pengerjaan parit dan pemerataan jalan dilakukan secara swadaya. Bahkan hal ini sudah dihimbau kepada masyarakat, tapi mereka tidak mau karena pekerjaannya dianggap berat. Bahkan untuk pembukaan badan jalan masyarakat minta bayar Rp 40 ribu per orang per hari.
Namun, Helena tidak menapik jika ada pengecoran yang ketebalannya hanya dua jari, yaitu sekitar 100 meter. Ini terpaksa dilakukan, karena semua dana sudah terserap, akibatnya mereka kehabisan dana dan sertu. Sebab sertu yang dibeli melebihi dari yang ada di RAP. “Sedangkan terkait dengan penjualan semen, terpaksa kami lakukan karena kehabisan dana sama sekali, sementara pekerja mogok. Sementara kami ditelepon pihak PNPM kecamatan program ini harus diselesaikan segera. Jadi bagaimana kami berpikir menjual stok semen yang ada untuk membayar pekerja yang akhirnya kembali bekerja,” ungkap dia.
Sementara itu, Camat Embaloh Hilir, Drs Ridwan mengatakan pihaknya hanya memfasilitasi agar pengelola PNPM memberikan penjelasan terhadap tudingan Gabriel. Ia pun tidak semua menyalahkan dan membenarkan tuduhan Gabriel. Selaku camat, ia hanya memberikan ruang pengelola PNPM untuk memberikan hak jawabnya agar berimbang. “Namun yang selama ini Gabriel kurang aktif, karena beberapa kali diundang tidak mau hadir. Kita harapkan sebenarnya kalau tidak puas ada mekanismenya baik di desa, kecamatan dan bahkan ke kabupaten serta diselesaikan dengan baik,” imbaunya. 
Menurut Ridwan berdasarkan kasat mata, proses pengerjaan jalan rabat beton tersebut sudah dilaksanakan dan sesuai RAP. Walau pun secara teknis ia tidak memahami, karena ada yang lebih tahu masalah itu. Bahkan proyek ini sudah diresmikan, karena faktanya telah rampung.