Thursday, 27 June 2013

Masih Adakah Yang Bisa Dipercaya?

Masih adakah yang bisa dipercaya di negeri ini? Pertanyaan ini rasanya tidak layak dipertanyakan. Namun kalau melihat kondisi negara ini, rasa-rasanya pertanyaan ini tidak lah berlebihan. Mengapa ? Tengok saja di panggung bernama Indonesia, tidak sedikit kita dipertontonkan kebejatan yang dilakukan para pejabatnya. Baik itu pejabat yang berada di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sudah terlalu banyak mereka masuk bui lantaran korupsi.
Siapa lagi yang dapat dipercaya di negeri ini? Gubernur dan Bupati/Walikota pun setali tiga uang. Tidak sedikit dari mereka tersandung korupsi dan akhirnya mendekam dalam bui. Memang sebagai pejabat tertinggi di suatu wilayah mereka akan mudah bergelimang harta. Bagi yang gila harta tentu tidak susah memanipulasi kekayaan daerah. Duit yang seharusnya untuk pembangunan demi kesejahteraan rakyatnya, malah masuk kantong pribadi.
Anggota DPR dan DPRD sama juga kelakukannya. Mereka pun telah banyak yang dijebloskan ke penjara, lagi-lagi karena korupsi. Dengan kewenangan yang dimilikinya, mudah saja menggerogoti uang rakyat secara sistemik. Hal ini dapat dilakukan mulai dari penyusunan anggaran hingga  bagi-bagi proyek dan memperoleh fee jatah proyek.
Yang lebih parah lagi aparat penegak hukum. Karena tidak juga sedikit hakim, polisi, dan Jaksa yang masuk penjara karena korupsi. Bukannya melakukan penegakan hukum, malah mereka yang tersandera hukum. Padahal mereka ini sebagai pengawal hukum yang semestinya menjunjung tinggi kaidah-kaidah hukum. Memanfaatkan posisinya sebagai penegak hukum untuk melakukan praktek-praktek korupsi.
Selain di atas, rasa-rasanya masih banyak oknum-oknum pejabat pemerintah yang melakukan tindakan tidak terpuji seperti korupsi. Sebut saja pegawai pajak. Bersama-sama pengusaha, mereka berusaha mengayakan diri sendiri. Uang pajak yang semestinya disetor pengusaha dimanipulasi, sehingga berpotensi merugikan negara.
Memang tidak semua memiliki moral bejat, karena masih ada pejabat yang bersih dan memiliki hati nurani. Namun ibarat kata pribahasa, akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Perilaku yang ditunjukkan para pejabat ini secara langsung dan tidak langung menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sebuah institusi. Apa lagi pada institusi tersebut, banyak pejabatnya masuk bui.
Kenyataan ini secara gamblang disaksikan rakyat. Sebab media massa yang telah memasuki era kebebasannya begitu gencar mempublikasikan berbagai keburukan itu. Akibatnya rakyat di pelosok desa terpencil pun dapat mengetahuinya. Sampai akhirnya terbangun opini bahwa orang-orang yang mengelola lembaga negara saat ini dalam kategori "parah" semua.
Berbagai penyimpangan yang dilakukan pejabat dan aparat, seakan-akan budaya malu di republik ini terasa sirna. Bukankah malu sebagian dari iman? Atau mungkin memang pada dasarnya pejabat dan aparat kita tidak memiliki iman.