“Jika syarat masuk surga itu harus masuk partai politik, saya lebih memilih tak mau menjadi anggota partai politik.”
Apakah slamanya (selamanya) politik itu kejam?
Penggalan bait lagu “sumbang” ciptaan Iwan Fals di atas jelas sindiran terhadap perpolitikan di Indonesia pada saat itu. Nada sinisme tersebut secara gamblang dituangkan Iwan Fals dalam lirik-lirik lagunya. Melalui lagunya, Iwan Fals menceritakan bagaimana bobroknya percaturan politik di tanah air pada masa Orde Baru. Dan saya kira sebagian besar orang sependapat dengan itu.
Apakah slamanya (selamanya) politik itu kejam?
Apakah selamanya dia datang tuk menghantam?
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya…
Ataukah memang itu yang sudah digariskan?
Menjilat, menghasut, menindas, memperkosa hak-hak sewajarnya…
Penggalan bait lagu “sumbang” ciptaan Iwan Fals di atas jelas sindiran terhadap perpolitikan di Indonesia pada saat itu. Nada sinisme tersebut secara gamblang dituangkan Iwan Fals dalam lirik-lirik lagunya. Melalui lagunya, Iwan Fals menceritakan bagaimana bobroknya percaturan politik di tanah air pada masa Orde Baru. Dan saya kira sebagian besar orang sependapat dengan itu.
Masa Orde Baru telah lewat, kini kita memasuki zaman yang katanya
reformasi. Lalu bagaimanakah politik saat ini, apakah politik masih
kejam?
Politik adalah sarana interaksi atau komunikasi antara pemerintah
dengan masyarakat. Diharapkan program yang akan dilaksanakan pemerintah
sesuai dengan keinginan-keinginan masyarakat. Tujuan yang dicita-citakan
dapat dicapai dengan baik. Dunia politik dibutuhkan sebagai proses
menggunakan kekuasaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan yang sah berlaku di tengah masyarakat.
Wadah untuk politik tentu partai politik. Sehingga tidak heran
bermunculan partai-partai politik. Banyak pula orang berebut ingin masuk
partai politik agar bisa menjadi caleg. Apakah sebenarnya tujuan masuk
partai politik? Kita tentu berharap mereka yang terjun ke dunia politik
untuk berjuang demi rakyat. Bukan malah memiliki niat tersembunyi yang
hanya mengejar materi dan kekuasaan semata.
Apa benar di panggung politik sepertinya ada yang tidak beres?
Pasalnya nada-nada sinis kerap merecoki dunia politik. Sinisme ini
meluas seiring sepak terjang yang dilakukan elite-elite politik itu
sendiri. Sudah berapa banyak anggota legislatif yang tersandung kasus
korupsi. Kasus yang sama pula banyak menerpa bupati yang notabene adalah
kader-kader partai politik.
Seyogianya partai politik dijadikan arena pertukaran gagasan bijak
dan perjuangan aspirasi demi kepentingan rakyat kecil. Karena melalui
partailah mereka bisa duduk menjadi anggota legislatif. Begitu pula
ketika hendak mencalonkan menjadi bupati, walikota, bahkan presiden
setidak-tidaknya memerlukan perahu partai selain jalur independen. Bukan
sebaliknya sebagai tempat untuk gagah-gagahan, mementingkan pribadi
atau golongan, pembohongan publik, atau malah komunitas penggerogot uang
rakyat.
Sering kita dengar, kalau tidak ada uang atau modal jangan coba-coba
berani menjadi caleg. Itu harus kita akui, karena memang untuk menjadi
caleg mesti mengeluarkan modal. Jangan harap tanpa uang, mereka akan
dapat duduk di kursi panas legislatif. Karena sangat kecil sekali
kemungkinannya.
Saat menjadi caleg seakan memakai topeng. Mereka berlomba-lomba
melakukan pencitraan diri maupun partai. Berusaha memberikan kesan yang
baik dan simpatik kepada masyarakat. Seolah-olah mereka yang layak
dipilih dibandingkan yang lainnya, dengan mengobral janji-janji manis
yang belum tentu ditepati ketika sudah terpilih.
Dalam dunia politik katanya tidak ada istilah kawan maupun lawan yang
abadi. Sebab bisa saja hari ini berteman, namun besoknya menjadi musuh
bebuyutan, begitu pula sebaliknya. Semua tergantung kepentingan saat
itu. Belum lagi tudingan-tudingan lainnya yang dilekatkan pada dunia
politik dewasa ini.
Citra politik harus diperbaiki. Untuk itu rakyat harus banyak
dipertontonkan politik santun. Agar kesan negatif politik dapat
dikurangi atau bahkan hilang sama sekali. Ini tentu harus dimulai dari
diri pribadi masing-masing politisi, terlebih lagi oleh para elite
politik. Karena bagaimanapun dunia politik sangat diperlukan untuk
sarana kemajuan negeri ini. Jangan sampai sindiran Presiden ketiga
Amerika Serikat Thomas Jefferson beberapa puluh tahun yang silam masih
menjadi renungan banyak orang di abad sekarang ini. “Jika syarat masuk
surga itu harus masuk partai politik, saya lebih memilih tak mau menjadi
anggota partai politik,” sindirnya.