Putussibau.
Awalnya hanya menyalurkan hobi mengoleksi ikan arwana (Scleropages
formosus). Berlanjut mengembangkannya hingga menjadikan Agus Setiawan
sebagai salah seorang yang sukses dalam penangkaran spesies ikan langka
itu.
Awalnya, tujuh tahun lalu Agus membeli ikan arwana per ekor untuk koleksi saja. Setelah koleksinya menjadi 30 ekor, mulai terpikir untuk mengembangbiakkan arwana jenis super red ini. Hingga akhirnya Agus memiliki induk ikan tersebut lebih dari 3 ribuan ekor dan 103 kolam serta 30 karyawan. Bahkan hasil penangkarannya telah dijual ke luar negeri melalui pengekspor dari Jakarta.
Awalnya, tujuh tahun lalu Agus membeli ikan arwana per ekor untuk koleksi saja. Setelah koleksinya menjadi 30 ekor, mulai terpikir untuk mengembangbiakkan arwana jenis super red ini. Hingga akhirnya Agus memiliki induk ikan tersebut lebih dari 3 ribuan ekor dan 103 kolam serta 30 karyawan. Bahkan hasil penangkarannya telah dijual ke luar negeri melalui pengekspor dari Jakarta.
“Kita
pengoleksi, makanya konsumen suka. Tidak hanya mengejar bisnis, tetapi
melihat kualitas ikan,” kata Agus dijumpai di penangkaran ikan arwana
miliknya, Minggu (22/1) di Desa Jaras Kecamatan Putussibau Selatan.
Saat
ini, kata Agus, harga arwana super red anakan berukuran 9-10 cm sekitar
Rp 3 juta. Bahkan ia pernah menjual satu ekor ikan seharga Rp 110 juta
kepada orang Thailand melalui warga Indonesia. Sementara rata-rata
setiap tahun ia menjual ikan arwana sebanyak 500 ekor.
Ia
hanya menjual ikannya tersebut ke orang-orang lokal. Namun oleh
pengekspor, ikan-ikannya dijual ke luar negeri. “Izin ekspor sebenarnya
sudah ada, namun tidak pernah dilaksanakan. Kita hanya jual kepada
teman-teman para pengekspor yang ada di Jakarta dan mereka yang menjual
ke luar negeri. Selain itu untuk ekspor harus di Jakarta dan urusannya
agak ribet,” ujar pria yang pernah satu kali menjadi juri internasional
kontes arwana di Jakarta pada 2011 ini.
Selama
ini, menurut teman-teman Agus, arwana diekspor ke Asia. Namun yang
terbanyak ke RRC. Kalau Amerika atau Eropa masih tidak mau membeli ikan
arwana dari Indonesia. Sebab mereka mengira ikan-ikan tersebut diambil
dari alam. “Mereka tidak percaya ikan-ikan itu hasil penangkaran. Mereka
beranggapan itu ditangkap dari alam,” katanya.
Usaha
penangkaran arwana tidak selamanya berjalan mulus. Kadang-kadang
ikan-ikan pada mati ketika di penangkaran. Begitu juga ketika ikan akan
dikirim ke konsumen ada yang mati, bahkan kematiannya mencapai 50
persen. Bahkan yang lebih buruk 100 persen kematiannya. Sehingga
keuntungan kadang-kadang hanya 40-50 persen saja. Apalagi biasanya kalau
ikan bagus tidak sering beranak. Kalaupun beranak tidak banyak. Bahkan
kadang-kadang hingga setahun tidak beranak.
“Kalau
menurut saya untuk sekitar lima tahun mendatang, memang bisnis arwana
masih menjanjikan. Tapi tidak tahu setelah itu, sebab saat ini penangkar
ikan arwana sudah menjamur. Dulu setiap arwana kalau dijual masih laku,
tapi sekarang tidak semua laku, karena sudah berdasarkan kualifikasi
kelasnya,” jelas Agus.
Sebenarnya
untuk membudidayakan ikan arwana, tidak terlalu sulit. Asalkan cara
pengurusannya benar, makan yang cukup dan air atau kolamnya sering
diperhatikan. Arwana usia sekitar lima tahun sudah bisa dijadikan induk.
Satu ekor arwana jantan dapat dikawinkan dengan dua betina.
Sekitar
seminggu proses perkawinan kadang-kadang sudah menampakkan hasilnya,
ditandai dengan induk yang sudah membawa anak-anak di mulutnya. Kalau
sudah begitu, maka anak-anak ikan tersebut dipindahkan ke akuarium.
“Arwana yang sekitar ukuran 12 cm atau berumur sekitar tiga bulan
kemudian dipasang chip,” ujarnya.
Sebagai
pencinta dan pengoleksi, ia menilai ikan arwana itu indah. Namun di RRC
bahkan warga Tionghoa di tanah air, arwana dianggap ikan dewa. Sebab
ikan arwana merupakan ikan purbakala dan peliharaan dewa. Namun ada juga
yang meyakini ikan ini sebagai penjaga rumah, lantaran tidak pernah
tidur. Tapi ada juga beranggapan ikan mahal ini membawa hoki bagi
pemiliknya.
Ilmu
Agus terhadap seluk-beluk ikan arwana tidak diragukan lagi. Atas
kesuksesannya membudidayakan ikan arwana, akhirnya pada 2011 ia pun
pernah ditunjuk sebagai juri pada kontes arwana Internasional di
Jakarta.
“Pada
saat kontes tersebut para penangkar berkumpul. Kita mengusulkan kepada
kementerian kehutanan agar ikan arwana ini dipatenkan sebagai ikan asli
Indonesia. Saat itu, Pak Menteri langsung merespons dengan memerintahkan
bawahannya untuk segera mengurus hak patennya. Tapi kita pun tidak
tahu, apakah sudah diurus apa belum,” tuturnya.
No comments:
Post a Comment