Pontianak. Kota Pontianak Kaya akan tradisi. Termasuk tradisi selama bulan puasa. Yang paling familiar meriam balok dan sotong pangkong. Selain itu, ada lagi satu tradisi yang dilakukan warga Pontianak saat Ramadan.
Tradisi yang dimaksud yaitu keriang bandong. Seiring
berkembangnya zaman, tradisi ini mulai pudar. Padahal keriang bandong memiliki
banyak makna.
Di Gang Tanjung Harapan, Jalan Imam Bonjol, Kecamatan
Pontianak Tenggara, warga berupaya
menghidupkan kembali tradisi keriang bandong. Bertepat di sekitar Masjid
Nurul Yaqin, pengurus masjid dan warga memasang pelita sebanyak 650 buah.
Penerangan sebagai pengganti obor dan berbahan bakar minyak tersebut dibuat dari botol kaca minuman
energi. Lampu minyak ini lah yang disebut keriang bandong.
Keriang diambil dari kata sejenis hewan serangga yang
menyukai cahaya. Sedangkan bandong diambil dari kata berbondong-bondong. Karena
kebiasaan keriang selalu berbondong-bondong mendatangi pusat cahaya.
Pelita-pelita itu disusun pada sebuah bambu yang
sebelumnya telah dirangkai. Ada yang berbentuk gerbang, pagar, dan lainnya.
Malam hari ketika pelita-pelita dinyalakan api menjadikan suasana lebih
semarak.
"Ini hasil swadaya masyarakat," ujar H Bakrie
Hasyim, Ketua Pengurus Masjid Nurul Yaqin Sabtu (25/6)
malam kemarin.
Menurutnya,
pemasangan keriang bandong ini untuk melestarikan tradisi melayu
Pontianak. Tradisi ini bahkan sudah ada sejak zaman kerajaan. Keriang bandong
dipasang setelah malam Nuzulul Quran atau 17 Ramadan. Tepatnya 10 hari akhir
bulan puasa.
Pada zaman dahulu, keriang bandong dimaksudkan untuk menerangi
jalan kaum muslimin menuju masjid. Terutama di sepuluh akhir bulan Ramadan
untuk menunaikan ibadah malam, baik Salat, Terawih, tadarus, tafakur atau
ibadah lainnya. Sehingga keriang bandong ini sekaligus sebagai bentuk penyemangat
muslimin untuk mengejar malam lailatul qadar. Yaitu malam yang sangat istimewa
karena lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT akan melipatgandakan pahala
ibadah yang dikerjakan saat lailatul qadar. Makanya, ia berharap tradisi
keriang bandong tidak tenggelam ditelan zaman dengan cara menghidupkannya
kembali. "Sehingga anak cucu kita tau makna dari tradisi keriang
bandong," lugasnya.
Imam masjid Nurul Yaqin dan sekaligus Ketua RW 2 Gang
Tanjung Harapan ini juga berharap bedug lebih budayakan. Sudah semestinya
setiap masjid menyediakan bedug. Bukan sekedar jadi pajangan, tapi dapat
dimanfaatkan untuk memberi tanda waktu berbuka puasa telah tiba. Saat masuk
magrib, bedug dulu yang dibunyikan. Bukannya suara azan di radio melalui
pengeras suara masjid.
"Kita ada bedug, panjangnya 1,5 meter dan tingginya
1,3 meter," jelasnya.
Pemkot sangat berperan agar keriang bandong dan bedug
tetap lestari. Kendati keriang bandong pernah di lombakan, tapi gaungnya kurang
terasa. Termasuk bedug, gaungnya tak tampak sama sekali. Untuk itu, Pemkot dapat
menghidupkan keriang bandong dan bedug dengan rutin menggelar vestival saat
Ramadan.
"Jangan hanya menggelar vestival meriam saja,"
serunya.
No comments:
Post a Comment