Sebagai suatu bangsa, Indonesia memiliki perjalanan cukup panjang dan
melelahkan. Sebelum berbentuk republik, Indonesia terdiri atas
kerajaan-kerajaan. Beberapa di antaranya pernah berjaya di masa
masing-masing, seperti Majapahit dan Sriwijaya.
Pasca penjajah bercokol di Indonesia, perjalanan bangsa dikenal
Nusantara ini menjadi lebih tidak menentu. Syahdan, semangat perjuangan
untuk merdeka pun berkobar di dada sebagian besar kelompok masyarakat
Indonesia. Setelah ratusan tahun terjajah, sekitar 350 tahun, barulah Indonesia
bisa memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Dengan bentuk
pemerintah kembali kepada rakyat (re-publik).
Namun, setelah merdeka, Indonesia tidak bisa serta merta menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai salah satu manifestasi pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Pemilu baru dapat dilaksanakan untuk kali pertamanya pada sepuluh tahun setelah merdeka dari belenggu penjajah, yakni pada 1955. Kala itu, Pemilu diadakan dua kali. Pertama, pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPRD, dan Kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih Anggota Konstituente.
Namun, setelah merdeka, Indonesia tidak bisa serta merta menggelar Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai salah satu manifestasi pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Pemilu baru dapat dilaksanakan untuk kali pertamanya pada sepuluh tahun setelah merdeka dari belenggu penjajah, yakni pada 1955. Kala itu, Pemilu diadakan dua kali. Pertama, pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPRD, dan Kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih Anggota Konstituente.
Walaupun dilaksanakan pada saat keamanan negara masih kurang
kondusif–lantaran beberapa daerah masih dirundung kekacauan– namun
Pemilu ini berlangsung aman. Bahkan disebut-sebut sebagai Pemilu
Indonesia yang paling demokratis. Saat itu, Tentara dan Polisi juga
memilih.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada 5 Juli 1971. Pemilu pertama di
masa Orde Baru ini diikuti sepuluh Partai Politik (Parpol). Lima besar
dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya (Golkar), Partai Nahdlatul Ulama
(PNU), Partai Muslim Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia
(PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Pada 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 (UU 3/1975)
tentang Parpol dan Golkar, diadakan Penggabungan (Fusi) Partai-partai
politik, di mana hanya ada dua Parpol, Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan satu Golongan
Karya. Fusi Parpol itu menjadi peserta Pemilu hanya tiga, yakni dua Parpol
dan satu golongan karya. Mereka mengikuti Pemilu berikutnya pada 1977,
1982, 1987, 1992, dan 1997. Semua Pemilu di masa pemerintahan Presiden
Soeharto atau disebut Pemilu Orde Baru tersebut, semuanya dimenangkan
Golkar.
Pemilu berikutnya dilaksanakan ketika runtuhnya rezim Orde Baru pada
1999. Di bawah pemerintah Presiden BJ Habibie yang menggantikan Soeharto
itu, pesertanya mencapai 48 Parpol. Adapun lima Parpol besar setelah dilakukan Pemilu 1999, Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, PPP, Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Kendati PDI-P meraih suara terbanyak, dengan perolehan suara sekitar
35 persen, namun yang menjadi Presiden RI bukanlah calon dari partai
banteng moncong putih tersebut, Megawati Soekarnoputri, lantaran kalah
bersaing dengan Calon Presiden dari PKB, Abdurrahman Wahid atau yang
lebih kita kenal dengan nama Gus Dur. Penyebabnya, Pemilu 1999 hanya untuk memilih anggota MPR, DPR, dan
DPRD. Sementara Pemilihan Presiden dan Wakilnya dilakukan oleh anggota
MPR.
Pemilu berikutnya dilaksanakan pada 2014. Ini merupakan Pemilu
pertama yang memungkin rakyat memilih Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Sehingga cara pemilihannya, benar-benar berbeda dari
Pemilu-Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR
yang anggota-anggotanya dipilih melalui Pemilu. Selain itu, pada Pemilu
2004 ini, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara
terpisah seperti Pemilu 1999. Pemenangnya, Susilo Bambang Yudhono (SBY)
dan Jusuf Kalla (JK).
Pemilu berikut diselenggarakan pada 9 April 2009, ini merupakan tahun
Pemilu untuk Indonesia. Lebih dari 100 juta pemilih telah memberikan
suara dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR). Pada 8 Juli 2009, masyarakat Indonesia sekali lagi memberikan suara
mereka untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilihan
langsung kali kedua sejak Indonesia bergerak menuju Orde Reformasi pada
1998. Jika tidak ada calon yang memperoleh lebih dari 50 persen suara, maka
pemilihan babak kedua akan diadakan pada 8 September 2009. Sayangnya,
dalam hal kualitas pengelolaan Pemilu, Pemilu 2009 dianggap sangat
buruk.
Baru-baru ini, bangsa Indonesia pun telah menggelar pesta demokrasi.
Pemilu 2014 digelar dua kali. Pada 9 April 2014 memilih anggota DPR, DPD
dan DPRD. Pada Pileg ini, PDI-P berhasil memperoleh suara terbanyak,
disusul Partai Golkar dan Gerindra. Setelah anggota Parlemen terpilih, sekali lagi pesta rakyat
dilaksanakan. Namun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu
pada 9 Juli 2014. Ada dua pasangan calon yang bertarung, yaitu Jokowi-JK
dan Prabowo-Hatta. Rekapitulasi perhitungan suara Pimilihan Presiden (Pilpres) ini sudah
selesai dan pemenangnya pun sudah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU), yakni Jokowi-JK. Tetapi, masih ada satu proses yang mesti
dilalui, yakni gugatan ke MK yang dijalani Prabowo-Hatta.
Terlepas dari siapa yang yang duduk di parlemen saat pemilihan
anggota DPR, DPD dan DPRD serta siapa yang terpilih sebagai Presiden dan
Wakil Presiden, Pemilu 2014 ini disebut-sebut sebagai Pemilu terburuk
dalam sejarah pesta demokrasi Republik Indonesia. Dalam Pileg, kecurangan dianggap begitu kentara, baik itu politik uang (money politic)
maupun bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Begitu pula dengan Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden, juga tidak luput dari kritikan pedas. Kampanye hitam (black campaign), kampanye negatif (negative campaign), dan bentuk-bentuk kecurangan atau pelanggaran dalam Pemilu, menjadi pemberitaan yang banyak kita dengar.
Melihat panjang Pemilu di tanah air ini, apakah sudah menjadikan
Indonesia sebagai negara demokrasi? Sebenarnya, sudah matangkah
demokrasi kita? Atau sebaliknya, kita masih belajar berdemokrasi,
mengingat masih adanya upaya-upaya kecurangan guna meraih kekuasaan.
No comments:
Post a Comment