Monday 16 February 2015

Hormati Hukum Indonesia !

Enam terpidana mati kasus Narkoba telah dieksekusi, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA). Eksekusinya digelar di Pulau Nusakambangan dan Markas Komando Brimob Boyolali, Jawa Tengah. Mereka adalah Namaona Dennis (Malawi), Marco Arthur Cardoso Muriera (Brasil), Daniel Inemo (Nigeria), Ang Kim Sui alias Kim Ho alias Ance Taher (Belanda), Tran Ti Bic alias Tran Din Huang (Vietnam), dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia (Indonesia).
Dalam waktu dekat ini, kembali pemerintah akan mengeksekusi mati sebelas terpidana mati lainnya. Sama dengan eksekusi Jilid I, saat ini pun terpidana mati tersebut juga terdiri atas WNI dan WNA. Bedanya, eksekusi Jilid II ini bukan hanya terhadap terpidana mati Narkoba, tetapi juga pelaku pembunuhan berencana. Mereka yang akan berhadapan dengan regu tembak tersebut terdiri atas Syofial alias Iyen bin Azwar, Harun bin Ajis, dan Sargawi alias Ali bin Sanusi. Ketiganya merupakan WNI, dihukum mati atas kasus pembunuhan berencana.
Sementara yang akan dieksekusi mati karena kasus Narkoba terdiri atas Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina), Myuran Sukumaran alias Mark (Australia), Serge Areski Atlaoui (Prancis), Martin Anderson alias Belo (Ghana), Zainal Abidin (Indonesia), Raheem Agbaje Salami (Cordova), Rodrigo Gularte (Brazil), dan Andrew Chan (Australia). Eksekusi mati terhadap sebelas terpidana mati ini sempat tertunda, karena masih ada proses hukum yang harus dijalankan, yakni pengajuan pengampunan (grasi) Presiden RI.
Namun, ketika Presiden RI, Ir H Joko Widodo (Jokowi) menolak untuk memberikan grasi, mereka pun segera dieksekusi. Bagi orang nomor satu di Indonesia ini, tidak ada ampun bagi terpidana mati, apalagi kasus penyalahgunaan Narkotika dan obat-obat terlarang. Selain sebelas orang yang siap dieksekusi, masih terdapat beberapa terpidana mati lainnya yang menunggu ajal di tangan algojo. Nasib mereka pun hampir dapat dipastikan akan mati di tangan regu tembak.
Tindakan tegas Pemerintah RI ini pun menjadi perhatian masyarakat, bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga di dunia. Negara-negara yang warganya masuk dalam daftar eksekusi mati pun melayangkan protes. Bahkan Brazil dan Belanda sudah menarik Duta Besar-nya (Dubes) dari Indonesia, lantaran protesnya tidak digubris. Terkait eksekusi Jilid II ini, Indonesia kembali diprotes negara lain. Salah satunya yang paling keras memprotes Indonesia adalah Australia. Pasalnya, dua warga negara benua kangguru itu akan mati diregu tembak. Kedua warga Australia tersebut merupakan sindikat perdagangan Narkoba antaranegara yang dikenal dengan “Bali Nine”, yaitu Myuran Sukumaran alias Mark dan Andrew Chan.
Perdana Menteri Australia, Tonny Abbott pun pernah meminta secara langsung agar kedua warga negaranya tidak dieksekusi mati. Dia pun mengaku membenci hukuman mati di Indonesia. Bahkan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengancam akan memboikot pariwisata Indonesia, dengan melarang warganya berkunjung ke Bali.
Kendati diancam pemerintah negara Kanguru, rasa-rasanya mustahil Presiden Jokowi menarik keputusannya. Ibarat sudah kepalang tanggung, eksekusi mati harus tetap dilaksanakan. Bila Jokowi melunak, maka akan lebih mencoreng nama bangsa Indonesia, karena dianggap tidak konsisten. Malahan, hubungan Indonesia dengan negara-negara yang warganya telah dieksekusi mati diprediksi akan semakin buruk.
Sebagai suatu negara, memang sudah menjadi kewajiban untuk melindungi setiap warganya. Termasuk ketika berada di negara orang lain. Sehingga protes negara lain atas ketegasan pemerintah merupakan hal yang wajar. Toh, Pemerintah Indonesia juga akan berusaha membela warganya ketika hendak dieksekusi mati di negara orang. Walaupun kita mengetahui, WNI tersebut bersalah di negara orang.
Tetapi untuk kasus warga negara Australia, ternyata keinginan Pemerintah Australia untuk menghentikan hukuman mati terhadap kasus “Bali Nine” bertolak belakang dengan keinginan mayoritas warganya sendiri.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan lembaga riset Australia, Roy Morgan, pada Kamis, 29 Januari 2015, memperlihatkan bahwa mayoritas publik Australia, menilai mereka yang divonis mati terkait perdagangan Narkotika di negara lain harus dieksekusi.
Dari 2.123 koresponden, sekitar 62 persen menganggap pemerintah Australia tidak perlu bertindak lebih banyak untuk menghentikan eksekusi Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Hanya 38 persen yang berpendapat sebaliknya. Ini dapat diartikan, sebagian besar publik di Australia pun menilai tidak ada ampun bagi pengedar Narkotika.
Terlepas dari bertolakbelakangnya keinginan antara pemerintah dengan warga Australia itu, sejatinya negara lain, termasuk Australia harus bisa menghormati hukum di Indonesia. Selama kasusnya benar dan proses pengadilannya berlangsung baik, tidak ada alasan bagi negara lain untuk mengintervensi hukum Indonesia.
Tentunya, sebelum vonis dijatuhkan, Pemerintah RI telah mempersilakan negara lain untuk mendampingi warganya ketika di pengadilan. Sehingga, ketika vonis telah dijatuhkan, negara lain harus tunduk. Hormati lah hukum Indonesia. Sebab, Indonesia pun akan selalu menghormati hukum negara lain. Karena kita sadar, setiap negara memiliki hukum sendiri-sendiri.

Saturday 14 February 2015

Kelenteng Dharma Suci Lebih Tua Dari Kota Putussibau

Ketika umat Konghucu dan warga Tionghoa umumnya lagi bersiap-siap menyambut hari bahagia Tahun Baru Imlek 2566, di Putussibau tak begitu terasa meriahnya. Lihatlah Kelenteng Darma Suci di sudut komplek Pasar Merdeka, Kecamatan Putussibau Utara, itu tampak sederhana. Bangunan seluas 36 meter persegi, itulah satu-satunya rumah ibadah warga Konghucu di Putussibau. Posisinya pun sebagai bangunan 6 x 6 meter berada di deretan atau diapit ruko dan rumah warga.
Tapi jangan heran kalau Kelenteng Darma Suci di Uncak Kapuas itu usianya lebih tua dari Kota Putussibau. Kelenteng itupun berdandan seadanya jelang Imlek dan Capgome 2015. Tidak seperti di Kota Pontianak yang bersolek rapi dan indah, apalagi Kota Singkawang yang berjuluk seribu kelenteng, di Kapuas Hulu tidak gampang mencari rumah ibadah umat Konghucu.
Karena satu-satunya, tidak sulit menemukan kelenteng yang berada di pusat kota, sekitar 500 meter dari jalan raya dan Jembatan Kapuas. Seperti kelenteng pada umumnya, Kelenteng Darma Suci juga bercat merah dan memiliki altar persembahyangan. Terlihat tempat hio yang selalu penuh bekas dibakar abunya berserakan ditungku. Begitu juga warga Tionghoa setempat sembahyang dengan meletakkan buah jeruk yang tersusun rapi di piring.
Ternyata, dari penelusuran kepada para tetua Tionghoa di Putussibau, Kelenteng Dharma Suci sudah ada sejak abad ke-18 Masehi. Tanyakan kepada semua orang tua di sana, jawabannya sama, sudah ada kelenteng sebelum ibukota Kapuas Hulu terbentuk. Berarti satu abad mendahului karena Putussibau berdiri tanggal 1 Juni 1895, pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda.
She Pin, Ketua Majelis Agama Khonghucu Indonesia (Makin) Kapuas Hulu pun tidak mampu menjelaskan kapan sejarah Kelenteng Darma Suci dibangun. Sama seperti tokoh-tokoh Tionghoa lainnya, ia mengatakan kelenteng tersebut sudah ada sejak abad ke-18 Masehi.
“Saya pun tidak tau pasti kapan berdirinya kelenteng itu. Ketika saya Tanya kepada orangtua saya yang usianya lebih dari 70 tahun saja tak tahu kapan kelenteng itu berdiri,” katanya, ketika ditemui di kediamannya di Jalan Lintas Utara Kecamatan Putussibau Utara, Kamis (18/2).
Menurut She Pin, semua tetua Tionghoa di Putusibau dan Kapuas Hulu yang pernah dihubunginya menjelaskan kalau kelenteng itu sudah sangat tua. Dimungkinkan rumah ibadah itu lahir bersamaan dengan kedatangan warga Tionghoa ke Kalimantan dan sebagian mereka mendirikan pemukiman di hulu Sungai Kapuas itu. Menurut cerita-cerita orangtua kami kelenteng sudah berusia ratusan tahun. Sebelum Kota Putussibau berdiri kelenteng sudah ada,” pungkasnya.
Hanya saja, Kelenteng Darma Suci sebelumnya tidak terjepit di anatara ruko seperti sekarang ini. Awalnya kelenteng dibangun di pinggiran Sungai Kapuas sebagaimana kelenteng Dewi Kwan Im di sebelah Pasar Kapuas Indah Pontianak itu. Karena abrasi yang menggerus bibir pantai membuat kelenteng ikut terkikir lantas dipindahkan lebih jauh dari bibir Sungai Kapuas.
Ternyata abrasi terus mengejar bangunan-bangunan yang berada di tepi sungai, Kelenteng Darma Suci dipindahkan lagi dengan dibangun ulang di lokasi sekarang ini. Ditempatnya sekarang ini saja, kelenteng tersebut sudah tiga kali rehab, yang semula kecil berangsur angsur besar, walaupun tidak megah. Diakui She Pin, di Kota Putussibau hanya ada kelenteng Darma Suci. Sehingga semua warga Tionghoa yang beragama Khonghucu sembahyang di kelenteng itu.
Kelenteng tua itupun berbenah walau tak semeriah Kota Singkawang dan Pontianak dalam menyambut Hari Raya Imlek dan Capgome 2566. Populasi warga Tionghoa sendiri di Kapuas Hulu, terbesar di Kota Putussibau, walaupun di setiap kecamatan selalu ada yang bermukim dan berbaur dengan masyarakat setempat. “Semua warga Tionghoa yang Konghucu di Kota Putussibau sembahyang di kelenteng ini. Kami akan gotong royong bersih-bersih, karena ibadah malam pergantian tahun akan dilangsungkan di kelenteng Dharma Suci ini,” kata She Pin.
Apa harapannya di Tahun Baru Imlek 2566 sebagai Tahun Kambing? Kata She Pin, pergantian dari tahun kuda ke tahun kambing kayu tentu ada perbedaan dan karakternya. Bila di tahun kuda banyak terjadi kekerasan di berbagai bidang seperti politik, keamanan, bahkan bisnis, maka tahun kambing lebih lunak. “Di tahun kambing kayu tidak terlalu keras seperti tahun kuda. Tidak ada kekerasan atau gejolak dunia,” pungkasnya.
Walaupun cuma ada satu kelenteng di Putussibau, tidak berarti malam pergantian tahun dibiarkan berlalu. Akan ada sembahyang warga menyambut Imlek dan meryakan tahun baru dengan sukacita. Begitupun dengan kelenteng yang ada di Bunut, Jongkong dan Silat, akan dipenuhi warga untuk berdoa bagi keselamatan menyambut tahun harapan.

BBM Turun, Barang Lain Juga Turun?

Masih segar dalam ingatan kita, ketika baru menjabat sebagai Presiden RI, Ir H Joko Widodo (Jokowi) langsung berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Rencana tersebut mendapat penolakan yang begitu kuat dari berbagai kelompok masyarakat. Tidak hanya mahasiwa, tetapi juga buruh, politisi, pengamat, dan lainnya. Mereka menolak, bukan tanpa alasan. Tetapi, disertai argumentasi yang logis, yang sepatutnya menjadi pertimbangan permerintahan Jokowi agar BBM subsidi jangan dulu dinaikkan. Salah satunya mengenai tren menurunnya harga minyak dunia.
Berbagai aksi penolakan, saran dan masukan dari berbagai kalangan ternyata tidak membuat pemerintahan Jokowi bergeming. Pada 17 November 2014 malam, Presiden Jokowi malah mengumumkan sendiri kenaikan harga BBM subsidi. Harga premium yang sebelumnya Rp6.500 per liter, naik Rp2.000 menjadi Rp8.500 per liter. Sedangkan solar yang sebelumnya Rp5.500 per liter, naik Rp2.000 menjadi Rp7.500 per liter. Harga baru tersebut berlaku mulai 18 November 2014 pukul 00.00.
Mengetahui Jokowi tetap menaikan harga BBM subsidi, aksi penolakan pun semakin menjadi-jadi. Terutama dari kalangan mahasiwa. Bahkan aksi penolakan itu sampai menyebabkan korban tewas di Makassar. Fasilitas umum pun banyak yang rusak. Kenaikan harga BBM subsidi juga berdampak pada kebutuhan lainnya yang ikut-ikut meroket. Malah sudah naik ketika kenaikan harga BBM masih berupa wacana. Akibatnya, inflasi tidak terkendali, daya beli masyarakat pun merosot tajam.
Selang beberapa bulan, tepatnya terhitung 1 Januari 2015 lalu, Jokowi akhirnya menurunkan harga BBM Subsidi. Premium yang semula Rp 8.500 per liter turun menjadi Rp 7.600 per liter. Kemudian, solar dari Rp 7.500 per liter turun menjadi Rp 7.250 per liter. Lantaran harga minyak dunia terus merosot, Jokowi pun kembali menyesuaian harga BBM subsidi. Pada Jumat (16/1) lalu di Istana Negara, Jokowi mengumumkan harga premium yang semula Rp 8.500 per liter, akan turun menjadi Rp 6.600 per liter. Sementara solar yang semula Rp 7.250 per liter, turun menjadi Rp 6.400 per liter.
Bukan hanya BBM subsidi, Jokowi juga mengumumkan penurunan harga Elpiji ukuran 12 kilogram dan semen. Harga Elpiji 12 kilogram dari Rp 134.700 per tabung turun menjadi Rp 129.000 per tabung. Sedangkan harga semen diturunkan Rp 3.000 per zak. Penurunan harga ini dilakukan pada semen yang diproduksi oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Penurunan beberapa komoditas ini mulai berlaku pada Senin (19/1) hari ini pukul 00.00. Diberinya selang waktu beberapa hari, agar pengusaha bisa segera menghabiskan stoknya, sehingga tidak merugi. Saat mengumumkan penurunan harga BBM subsdidi kali keduanya ini, Jokowi berpesan kepada pelaku bisnis agar mengikutinya dengan menurunkan harga-harga kebutuhan atau barang pokok lainnya.
Rakyat Indonesia tentu menyambut baik penurunan harga BBM subsidi ini. Namun yang jadi pertanyaan, apakah dengan turunnya BBM ini akan diikuti penurunan harga kebutuhan lainnya?. Rasa-rasanya, itu akan sulit terwujud. Kalau pun ada, tidak akan berlaku untuk semua komoditas. Apalagi terhadap produk-produk yang dihasilkan ketika BBM subsidi sedang naik. Setidaknya itulah alasan pedagang atau pengusaha.
Walaupun telah menurunkan harga BBM subsidi hingga dua kali, ternyata tidak membuat citra Jokowi membaik. Pasalnya, ini menjadi pembenaran bagi yang selama ini menolak kenaikan harga BBM subsidi. Bahkan semakin menambah kesan, bahwa saat sebelumnya Jokowi menaikan harga BBM merupakan tindakan terburu-buru. Tentu akan lain halnya, jika sebelumnya pemerintah tidak buru-buru menaikan harga BBM.
Kalau bersabar sedikit saja, tentu barang-barang tidak mahal seperti saat ini. Sebab, walaupun harga BBM sudah diturunkan, relatif tidak mengubah kondisi masyarakat. Bila turunnya harga BBM subsidi ini tidak diikuti dengan penurunan harga komoditas lain, maka akan percuma. Bahkan tidak akan mengubah keadaan. Pemerintahan Jokowi harus bekerja keras “menebus dosa” dengan menstabilkan harga-harga di pasaran seperti semula.  Apakah mungkin? Kita tunggu saja aksi pemerintahan Jokowi.

Pedara, Ritual Dayak Iban Membangun Betang

Hujan rinyai membasahi rerumputan hijau Dusun Kapar, Desa Senunuk, Kecamatan Batang Lupar. Tapi puluhan warga tampak berpakaian bagus turun ke lapangan yang sudah disiapkan untuk ritual adat Pedara. Sejumlah pemangku dan pemuka adat sudah berkumpul. Laki-laki, perempuan tua muda, dewasa hingga anak-anak berkumpul di sebuah tanah lapang. Ternyata tampak juga Wakil Bupati Kapuas Hulu Agus Mulyana,SH.MH. Rupanya warga mengundangnya, Kamis (22/1) lalu itu untuk melakukan penancapan tiang pertama betang (rumah) panjang. “Kami berencana membangun rumah betang yang baru di sini. Karena rumah betang yang kami tempati sekarang ini sudah lama dan bangunannya sudah mulai lapuk,” tutur Mengiring Panglima Kapar kepada.
Di lahan yang luas itulah akan dibangun betang warga Dusun Kapar. Jaraknya sekitar 500 meter betang yang mereka huni selama ini, di pinggir Jalan Lintas Utara, berseberangan dengan betang lama. Para perempuan sebelumnya sudah menyiaapkan perangkaat upacara. Ada telur ayam, renai, pulut, tumpik, sirih, pinang, daun sedik, tembakau, dan kapur. Tidak ketinggalan pula tuak serta ayam dan babi yang masih hidup.
Para tetua adat duduk bersila di hamparan tikar bamboo. Dua bakul kecil yang disebut ‘persang’ dari anyaman bambu disiapkan. Masing-masing persang diisi telur ayam kampung, renai, pulut, tumpik, sirih, pinang, daun sedik, tembakau, dan kapur. Kemudian ketua adat melafaskan doa dan jampi-jampi sambil memegang ayam kampung. Ayam itu pun disebelih. “Doa dan jampi-jampi dipanjatkan kepada Tuhan, agar pembangunan ini selalu dilindungi,” ujar Mengiring.
Warga mempersiapkan lobang untuk penancapan tiang pertama. Dalam lobang sebelum tiang ditancapkan, dicurahkan tuak. Selanjutnya babi disembelih persis di atas lobang dan tiang yang akan ditancapkan. Wabub Agus Mulyana pun didaulat menancapkan tiang pertama pembangunan betang tersebut. Tiang berupa tongkat kayu belian ditancapkan disusul penancapan tiga tongkat oleh pemuka adat. Diantara tongkat yang tertancap, diikatkan kayu yang tinggi. Gunanya untuk menggantung persang yang telah diisi telur ayam kampung, renai, pulut, tumpik, sirih, pinang, daun sedik, tembakau, dan kapur. “Persang tetap diikat di situ hingga rumah betang ini nantinya rampung. Itu sebagai sesajen untuk roh leluhur agar selalu menjaga bangunan selama pengerjaan,” jelas Mengiring.
Ritual Pedara wajib dilaksanakan, selain melindungi para pekerja dan proyek lancar, bila ditempati nanti akan memberikan keselamatan kepada penghuninya. Betang itu dirancang sebanyak 20 pintu. “Saya tidak tahu untuk suku Dayak lain, tetapi Dayak Iban semua sama ritual yang dilakukan saat akan membangun rumah betang,” tambah Mengiring.
Sebenarnya, tanah di dusun itu seluas dan semampu berlari menentukan batas istilahnya, masih ada. Setiap orang bila ingin membangun rumah sendiri-sendiri tentu tidak kesulitan mencari tanah. Tetapi mereka tetap mempertahankan tradisi rumah betang. “Kapan selesainya betang yang baru ini saya pun belum tau, karena akan dikerjakan secara pelan-pelan. Sebab, kami menggunakan dana pribadi, belum ada bantuan dari pemerintah daerah. Kami berharap ada bantuan dari pemerintah daerah, terutama untuk atapnya,” harapnya.
Betang panjang ini syarat dengan kearifan lokal yang turun temurun sejak ratusan tahun silam. Inilah simbol persatuan, kebersamaan, kekuatan hidup di bumi bersatu dengan alam. Semua penghuni adalah keluarga. “Kami tetap mempertahankan rumah betang karena merupakan peninggalan nenak moyang kami agar selalu berkumpul dalam ikatan keluarga,” papar Mengiring.
Kendati berkeluarga secara keseluruhan, namun ada aturan-aturan yang mesti ditaati. Jangan mencuri, jangan berkelahi dengan sesama, karena siap-siap terkena hukum adat. Dengan adanya aturan-aturan yang ketat inilah, keharmonisan selalu terjaga. “Aturan di rumah betang banyak, apa yang boleh dan tidak boleh. Bila melanggar akan ada sanksinya, mulai dari yang ringan hingga terberat,” ungkap Mengiring.
Wabup Kapuas Hulu mengapresiasi semangat warga. Ini berarti masyarakat tetap kompak mempertahankan tradisi dan adat yang melindungi kehidupan mereka. Agus Mulyana ketika diundang di ritual Pedara, langsung menyanggupinya.
Betang atau rumah panjang merupakan warisan nenek moyang suku Dayak. Rumah yang tak hanya sebagai tempat bereduh, itu juga sebagai tempat berkumpul, berhimpun dan bersatu. Sehingga dalam berbagai persoalan yang ada dapat dipecahkan bersama. “Dengan adanya rumah betang, tidak gampang diserang binatang buas dan musuh. Namun yang penting adalah kebersamaannya, sehingga betang masih tetap kita pertahankan,” kata Agus Mulyana didampingi Ny. Terina Timas Mulyana AMd.
Beberapa tahun lalu rumah betang mulai ditinggalkan karena munculnya sikap individual, privacy, atau bahkan kemakmuran keluarga demi keluarga. Belakangan betang panjang digalakkan kembali. Bahkanwarga di beberapa daerah berlomba-lomba membangun betang. Pemerintah pun membangun rumah betang. “Hakikat budaya rumah betang jangan sampai ditinggalkan. Selain sebagai tempat tinggal bersama, juga bermanfaat untuk menyelesaikan segala persoalan secara bersama-sama. Jangan malah setelah tinggal di rumah betang terjadi perpecahan,” imbau Wabup

Kerupuk Basah, Makanan Khas Kapuas Hulu Yang Kenyal dan Gurih

Temet kata orang Putussibau dan Kapuas Hulu umumnya, tak lain adalah nama penganan berbahan baku utama ikan yang biasa disebut kerupuk basah. Inilah kuliner khas Uncak Kapuas yang direncanakan oleh Bupati Kapuas Hulu AM Nasir,SH untuk didaftarkan ke Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) alias hak paten. Keinginan itu diutarakan Nasir ketika membagikan 1.100 lungkung (batang) kerupuk basah kepada peserta festival MABM di Putussibau Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, Desember tahun lalu.
Nama kerupuk basah sendiri dalam konotasi dagang memang kurang mengena dibandingkan empek-empek Palembang, atau nama keren sushi untuk ikan mentah Jepang. Sepertinya perlu nama branding yang pas di lidah enak dirasa agar ketika dipatenkan jadi beken. “Kerupuk basah aslinya bernama temet. Saya pun tidak tau sejarah terbentuknya temet ini,” tutur Sugeng, penjual kerupuk basah ‘Mari Rasa’ di Jalan Ahmad Yani, Putussibau, Jumat (16/1).
Penganan favorit ini kerap disajikan dalam perhelatan terutama menjamu tamu luar daerah. Disebut kerupuk basah bisa jadi untuk membedakannya dengan kerupuk umumnya jika digoreng renyah alias garing atau crispy. Yang namanya temet ini adalah lonjoran atau roll. Berbeda dengan garingnya empek-empek yang banyak tepungnya. Temet berbahan baku ikan dan sedikit campuran kanji atau tepung sagu agar mudah digulung. Hanya saja, karena ikannya lebih banyak sehingga selalu terasa basah walau digoreng sekalipun. Dan rasanya itu tadi, dominan ikan.
Itulah keunggulan cita rasa kerupuk basah dibandingkan empek-empek yang sudah punya nama dan masuk dalam khazanah atau menu nasional. Kalau empek-empek dibuat dari ikan laut dan sungai, kerupuk basah benar-benar murni ikan air tawar dari perairan danau dan sungai di Kapuas Hulu. Alhasil, nama temet hanya dikenal lokal Kapuas Hulu. Masyarakat Kalbar lebih suka menyebutnya kerupuk basah.
Ikan yang melimpah di sungai dan danau Kapuas Hulu harus diolah jadi berbagai kuliner. Produknya beragam terutama diolah jadi kerupuk kering, disalai, diasinkan, dan kerupuk basah mulai popular di Kalbar dan Jawa. “Boleh dibilang tidak lengkap datang ke Kapuas Hulu bila belum mencicipi kerupuk basah,” kata Sugeng yang ayahnya orang Jawa dan ibu asli Putussibau.
Karena itu lelaki berusia 32 tahun itu memutuskan untuk memproduksi kerupuk basah. Sebenarnya antara kerupuk kering dan basah dibedakan antara dijemur dan tidak. Beda lainnya, yang kering diiris tipis lalu dijemur, yang basah dibiarkan lonjoran tanpa ditaruh di bawah terik matahari, Tentu, lebih banyak ikan ketimbang kanjinya. “Kalau membuat kerupuk kering perlu lahan luas untuk menjemurnya. Saran istri saya sebaiknya memproduksi kerupuk basah,” kata Sugeng.
Produksi Mari Rasa yang dulunya hanya segelintir untuk pasar lokal, kini sudah melanglang ke nusantara yang penduduknya juga pelahap ikan. Temet buatan Sugeng jadi oleh-oleh khas. “Kadang ada yang beli untuk oleh-oleh ke Jawa, Sumatra, Sulawesi, dan lain-lain. Tetapi, seringnya untuk oleh-oleh dibawa ke daerah lain di Kalbar,” ungkap Sugeng, usai melayani pembeli yang datang silih berganti.
Sugeng bisa menjual kerupuk basahnya 100 lungkung per hari langsung dari kiosnya, selain pesanan khusus minta dibuatkan jauh-jauh hari. Banyak pula yang menjualnya lagi ke konsumen sebagai pengecer. Atau konsumen langsung disajikan kerupuk yang disajikan dalam keadaan hangat. Bila dibawa jauh, temet Sugeng bisa dibekukan di freezer box atau disimpan di lemari es di rumah.
“Bila ingin tahan lama dalam kondisi kering dilumuri tepung. Sesampai ke tujuan langsung dicuci air biasa dan dikukus. Pelanggan saya sering beli kerupuk basah untuk dikirim ke Jogja dengan JNE. Walaupun empat hari masih tetap baik,” terang Sugeng yang menghargai kerupuknya Rp10 ribu per lungkung

Toman Pengganti Belidak

Tidak begitu sulit membuat temet. Aslinya bahan bakunya ikan belidak. Tapi jenis ikan purbakala itu kian langka dan sulit diperoleh serta mahal. Penggantinya adalah ikan toman yang tak kalah enak dan masih banyak di Kapuas Hulu. Untuk 5 kg daging ikan toman bersih tanpa tulang lagi, digiling campur 1 kg kanji. Bumbunya antara lain bawang putih, merica, garam dan diaduk dalam tepung bersama sedikit air hingga kental untuk bisa digulung. Kemudian lonjoran dimasukkan dalam air mendidih hingga kenyal.
“Ada juga yang dikasih lemak di tengahnya atau di sebar semua tergantung selera. Kita juga ada pakai lemak ikan toman sehingga rasa alami saja, tidak ingin mencampurnya dengan lemak ikan lain,” jelas Sugeng.
Kerupuk basah nikmat bila dicocol saus atau sambalnya yang khas. Yakni cabe rawit atau cabe kering, kacang tanah tanpa kulit digoreng ditumbuk halus. Campurkan air panas secukupnya, jangan kental atau terlalu cair, tambahkan garam, gula dan penyedap rasa secukupnya. Sambal bisa juga ditumis, agar tidak mudah basi. Bedanya dengan empek-empek, walaupun pengolahannya sama tapi ditambah telur. Sausnya juga berbahan cuka, gula merah, asam jawa.
Sugeng kini memproduksi 50 kg kerupuk basah sehari dibantu istri dan empat karyawan yang masing-masing diupah Rp100 ribu per hari. Kini produknya tiap hari dipasarkan ke Sintang, Melawi, Sekadau ataupun Pontianak selain Putussibau sendiri. Pesanan telepon juga dating tiap hari dari berbagai kota. Dan yang menarik, temet Sugeng tanpa bahan pengawet ataupun zat pewarna dan terdaftar di Dinas Kesehatan Kapuas Hulu.
“Selama ini kita juga dibina Inkubator BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang bekerjasama dengan Dinas Perindustian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kapuas Hulu. Mereka sering ke sini untuk pembinaan, inovasi, packing, pembukuan, dan sebagainya,” papar Sugeng